Diet puasa atau yang juga dikenal dengan istilah intermittent fasting adalah metode diet yang kini banyak dilakukan oleh orang-orang muda hingga tua [1,2,3,4].
Diet ini cukup banyak diminati karena pelaku diet tidak perlu harus menahan diri untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman kesukaannya [1,2,3,4].
Dalam melakukan metode diet ini, pelaku diet hanya perlu mengatur pola makan dengan berpuasa beberapa jam tanpa harus berpantang makanan dan minuman tertentu [1,2,3,4].
Meski memiliki banyak manfaat kesehatan, para lansia dapat mencari tahu apakah diet ini tepat untuk orang-orang yang sudah berusia lanjut.
Bolehkah lansia melakukan intermittent fasting?
Boleh, tergantung kondisi kesehatan menyeluruh lansia dan hasil konsultasi dengan dokter mengenai penempuhan diet ini [3,4].
Intermittent fasting atau diet puasa adalah jenis diet yang sederhana dan bermanfaat besar bagi kesehatan tanpa berfokus pada apa yang dikonsumsi, melainkan pada waktu kapan kita makan [1,2,3,4].
Beberapa hasil studi pun telah menunjukkan betapa baik intermittent fasting bagi tubuh pelaku dietnya [5,6].
Tidak hanya mampu menurunkan berat badan secara alami dan aman, diet ini dapat meningkatkan dan menjaga kesehatan otak, gula darah, tekanan darah dan kolesterol [1,3,6].
Namun ketika sudah berusia lanjut, sebaiknya sebelum memraktekkan intermittent fasting, lakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan konsultasi dengan dokter untuk mengetahui apakah tubuh memiliki gangguan kesehatan tertentu [3].
Jika dari hasil pemeriksaan kesehatan tidak terdapat masalah yang berarti dan dokter pun memperbolehkan, maka lansia yang ingin mencoba intermittent fasting bisa mulai melakukannya [3].
Dalam menjalani intermittent fasting, berikut ini adalah beberapa metode dari jenis diet tersebut yang bisa dipilih untuk dilakukan :
- Diet 16:8
Pada intermittent fasting satu ini, penerapannya adalah dengan cara membagi dua waktu, yakni waktu berpuasa dan waktu makan [2,3,6,7].
16:8 artinya adalah 16 jam berpuasa dan 8 jam waktunya untuk makan (tanpa adanya batasan pada jenis asupan makanan dan minuman) [2,3,6,7].
Jadi, semisal makan pagi sekaligus siang adalah jam 11, maka artinya dari jam 11 sampai jam 7 malam, pelaku diet boleh makan apa saja.
Setelah lewat dari jam 7 malam, selama 16 jam selanjutnya adalah waktunya berpuasa (sudah tidak boleh makan apapun) dan hanya boleh mengisi perut dengan air putih [2,3,6,7].
Untuk pelaku diet intermittent fasting pemula, metode satu ini sangat dianjurkan sebagai awal diet [3].
- Diet 5:2
Pada metode diet 5:2, fokus diet adalah dengan mengonsumsi sekitar 500-600 kalori saja atau 25% dari jumlah porsi normal [8].
Penerapan metode ini adalah 2 hari per minggu, namun pastikan untuk tidak melakukannya dua hari berturut-turut [8].
Meski dalam seminggu terdapat dua hari untuk waktu pengurangan jumlah kalori, lima hari lainnya pelaku diet boleh makan secara normal [8].
- Eat-Stop-Eat
Pada metode eat-stop-eat, fokus diet adalah dengan berpuasa 24 jam beberapa hari dalam seminggu [9].
Jika ada satu hari di mana pelaku diet sama sekali tidak berpuasa, maka setelahnya lakukan puasa 24 jam [9].
Misalnya, pada hari Senin pola makan normal dan terakhir makan malam adalah jam 8 malam, lakukan puasa 24 jam setelah makan malam tersebut sehingga baru boleh makan kembali keesokan malam tepat jam 8 malam [9].
Untuk yang sudah memulai intermittent fasting dengan jendela makan bertahap, puasa 24 jam yang terdengar ekstrem ini bisa dilakukan [9].
Namun jika belum pernah melakukan intermittent fasting lalu langsung mencoba berpuasa 24 jam, hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh karena tubuh belum beradaptasi dengan metode diet ini [9].
Bagi pemula, jendela makan boleh dikurangi secara bertahap, dari 8 jam ke 6 jam dan 4 jam masing-masing per 2 minggu misalnya agar tubuh terbiasa [9].
Hanya saja bagi para lansia, intermittent fasting dengan jendela makan 8 jam pun sudah sangat baik jika berhasil melakukan dan membiasakannya tanpa perlu mencoba metode ekstrem [9].
Manfaat Lansia Melakukan Intermittent Fasting
Dengan memiliki kebiasaan atau pola diet intermittent fasting, para lansia dapat memperoleh sejumlah manfaat kesehatan ini :
- Memangkas Berat Badan
Pada kebanyakan lansia, semakin bertambahnya usia, risiko kelebihan berat badan hingga obesitas semakin tinggi karena semakin melambatnya proses metabolisme tubuh [1,2,3,5,6].
Untuk lansia dengan kondisi kesehatan yang cukup aman, terlebih lansia yang tergolong aktif, intermittent fasting adalah jenis diet yang tepat untuk menjaga atau menurunkan berat badan [1,2,3,5,6].
Selain itu, jenis diet ini juga bermanfaat dalam memangkas lemak pada perut yang biasanya sulit dihilangkan [3].
- Menurunkan Risiko Penyakit Jantung
Diet intermittent fasting bermanfaat untuk mencegah penyakit jantung dan gangguan kesehatan sistem kardiovaskular [1,3,4,6].
Diet ini mampu menjaga kesehatan fungsi jantung dengan meningkatkan HDL (kolesterol baik) dan menurunkan kadar LDL (kolesterol jahat) [1,3,4,6].
Selain itu, diet ini pun menurunkan sekaligus menstabilkan tekanan darah, menurunkan berat badan, dan mengurangi risiko resistensi insulin [1,3,4,6].
- Meningkatkan Kesehatan dan Fungsi Otak
Intermittent fasting adalah salah stau jenis diet yang mampu melawan efek kelebihan gula pada tubuh sehingga mampu membuat kadar gula dalam darah tetap stabil [1,4,10].
Diet tinggi karbohidrat dan gula mampu meningkatkan risiko demensia dan penurunan daya ingat [1,4,10].
Walau lansia boleh melakukan intermittent fasting, tidak semua lansia boleh melakukannya, tergantung kondisi kesehatan dan hasil pemeriksaan sekaligus konsultasi dengan dokter.