Hidup Sehat

Diet Tifoid : Cara Kerja – Manfaat – Risiko

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Diet Tifoid?

Diet tifoid merupakan jenis diet yang diperuntukkan bagi penderita demam tifoid untuk memulihkan kondisi mereka [1,2,3].

Demam tifoid sendiri dikenal juga dengan istilah penyakit tifus, yaitu kondisi infeksi bakteri Salmonella typhi [1,2,3].

Penyakit demam tifoid ini sendiri merupakan kondisi yang umum dan banyak dijumpai di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang dan lebih jarang ditemui di negara maju [1,4].

Penyebaran dan penularan infeksi bakteri ini umumnya melalui konsumsi makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi bakteri Salmonella typhi [4].

Secara umum, setiap tahunnya terdapat 215.000 kasus kematian yang diakibatkan oleh penyakit demam tifoid [4].

Oleh sebab itu, beberapa tanda dari penyakit ini perlu diwaspadai, yaitu antara lain [1,2,3] :

Untuk memulihkan diri, penderita tidak hanya mengonsumsi antibiotik resep dokter, tapi juga mengubah pola diet agar makan dengan benar dan sehat [2,3].

Dengan pengobatan dan perubahan pola diet, diharapkan gejala dapat diredakan dan tidak mudah kambuh di kemudian hari.

Ini menjadi alasan mengapa diet tifoid tersedia untuk meredakan masalah pencernaan dan mengatasi gejala lain dari penyakit demam tifoid.

Cara Kerja Diet Tifoid

Diet tifoid merupakan metode diet yang bertujuan mengatasi gangguan pencernaan pada penderita demam tifoid, khususnya anak-anak [1].

Ini karena anak-anak adalah yang paling rentan atau berpotensi terserang infeksi bakteri penyebab demam tifoid [1,2,4].

Karena demam tifoid merupakan jenis penyakit yang mampu menguras energi tubuh melalui diare dan penurunan nafsu makan, maka diet tifoid diperlukan untuk menjaga agar tubuh tetap memiliki tenaga yang cukup [1,2,3,4].

Fokus diet tifoid adalah asupan makanan rendah serat atau dengan kata lain penderita demam tifoid sementara perlu menghindari makanan-makanan kaya serat [1].

Asupan makanan tinggi serat dapat memperburuk masalah pencernaan karena serat memakan waktu lama untuk dicerna oleh tubuh [1].

Oleh sebab itu, selama pemulihan demam tifoid makanan berserat tinggi harus dibatasi demi kesembuhan yang lebih cepat [1].

Pelaku diet tifoid dapat berfokus pada makanan-makanan yang telah dimasak secara matang daripada [1] :

  • Biji-bijian
  • Sayur mentah
  • Buah
  • Gandum utuh
  • Kacang-kacangan
  • Makanan pedas
  • Makanan berlemak

Sementara menghindari atau setidaknya membatasi asupan tersebut, makanan matang yang bisa dikonsumsi selama pemulihan dari demam tifoid adalah [1] :

  • Buah kaleng
  • Buah tanpa biji
  • Gandum olahan

Dengan demikian, penderita demam tifoid bisa menghindari gandum utuh yang telah diperkaya dengan kandungan serat [1].

Sementara itu, makanan berlemak pun sebaiknya dihindari karena sistem pencernaan akan sulit mencernanya, begitu pula makanan pedas. [1]

Terlebih karena demam tifoid adalah penyakit yang bisa terjadi karena kontaminasi bakteri pada makanan atau minuman, menjaga kebersihan dan keamanan makanan dan minuman selama diet tifoid adalah hal penting untuk dipraktekkan [1].

Manfaat Diet Tifoid

Belum terdapat banyak informasi dan riset mengenai diet tifoid, namun berdasarkan cara kerja diet yang berfokus pada rendah serat ini, terdapat sejumlah manfaat bagi kesehatan yang perlu dikenali selain menjadi solusi bagi demam tifoid.

1. Mengatasi Penyakit Crohn

Diet tifoid yang rendah serat juga dapat bermanfaat bagi penderita penyakit Crohn [5].

Penyakit Crohn merupakan penyakit gangguan pencernaan di mana usus mengalami peradangan kronis [6].

Peradangan pada kasus ini menyerang lapisan dinding sistem pencernaan, terutama usus besar dan usus halus [6].

Gejala pada penyakit Crohn bisa berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya, tergantung dari bagian sistem pencernaan yang terserang radang [6].

Berikut ini merupakan gejala-gejala penyakit Crohn yang bisa diredakan dengan diet rendah serat [6] :

  • Penurunan nafsu makan
  • Sakit perut
  • Mual
  • Diare
  • Muntah-muntah
  • Demam
  • Berat badan turun
  • Feses bercampur darah dan lendir
  • Anemia

Penyakit Crohn ada kalanya mampu menyebabkan sakit perut berkepanjangan dan diare yang sampai lebih dari 1 minggu, oleh sebab itu salah satu pemulihan kondisi ini adalah dengan diet rendah serat [6].

2. Mengatasi Sindrom Iritasi Usus

Makanan tinggi serat memang baik bagi pencernaan, namun tidak semua orang membutuhkannya.

Seringkali pada beberapa orang dengan kondisi tertentu, seperti sindrom iritasi usus, asupan kaya serat hanya akan membuat pencernaan semakin tidak nyaman [5].

Sindrom iritasi usus sendiri adalah sekelompok gejala yang terjadi saat saluran pencernaan mengalami iritasi [7].

Gejala-gejalanya pun memiliki kemiripan dengan penyakit Crohn maupun demam tifoid, yaitu meliputi [7] :

  • Perut kembung
  • Diare atau justru sembelit
  • Sakit perut
  • Tubuh terasa lebih gampang lelah
  • Feses keluar disertai lendir
  • Mual diikuti muntah
  • Sering buang angin
  • Sering bersendawa
  • Punggung terasa sakit
  • Kehilangan nafsu makan
  • Perut terasa lebih cepat kenyang walau makan sedikit

Perbedaannya dari demam tifoid, asupan rendah serat untuk penderita sindrom iritasi usus tidak meliputi makanan kaleng dan penderita pun tetap boleh mengasup buah [5,7].

3. Mengatasi Kolitis Ulseratif

Masalah pencernaan lainnya yang dapat diatasi dengan diet rendah serat adalah kolitis ulseratif, yaitu kondisi ketika usus besar dan rektum mengalami radang [5,8].

Penyebab kolitis ulseratif tidak diketahui jelas, namun beberapa gejalanya tak jauh berbeda dari demam tifoid, penyakit Crohn maupun sindrom iritasi usus seperti berikut [8] :

  • Demam
  • Diare berkepanjangan
  • Diare bernanah atau berdarah
  • Anus nyeri
  • Tubuh gampang kelelahan
  • Perut mudah sakit atau kram
  • Berat badan turun

Makanan tinggi serat hanya akan membuat kondisi gejala memburuk, oleh sebab itu diet tifoid bisa diterapkan untuk kasus kolitis ulseratif sesuai dengan anjuran dan pengawasan dokter.

4. Mengatasi Divertikulitis

Masalah pencernaan lainnya yang juga mengharuskan penderita membatasi asupan serat adalah divertikulitis, yakni ketika divertikula mengalami infeksi atau radang [9].

Divertikula adalah kantong-kantong yang ada pada sepanjang usus besar dan saat terbentuk biasanya penderita tidak merasakan keluhan apapun [9].

Namun seiring berjalannya waktu, gejala yang semula tak terasa dapat berkembang hingga akhirnya mulai nampak, seperti [9] :

  • Sakit perut (rasa nyerinya akan bertambah hebat setiap menggerakkan tubuh maupun setiap usai makan)
  • Perut kembung
  • Diare atau sembelit (bahkan bisa terjadi keduanya secara bergantian)
  • Feses berdarah
  • Feses berlendir
  • Mual dan muntah
  • Demam

Pada kasus divertikulitis, penderita perlu menghindari makanan kaya serat dan makanan padat sambil memperbanyak asupan cairan sampai rasa nyeri perut benar-benar hilang [5,9].

Anjuran dan Pantangan Diet Tifoid

Seperti halnya metode diet pada umumnya, terdapat daftar makanan dan minuman yang paling dianjurkan maupun makanan dan minuman yang harus dihindari sementara waktu pada diet tifoid.

Anjuran Makanan dan Minuman

Walaupun telah mengetahui bahwa diet tifoid berfokus pada asupan rendah serat, penting untuk mengetahui lebih detail makanan apa saja yang bisa dikonsumsi selama pemulihan dari demam tifoid [1,10].

  • Buah-buahan yang meliputi buah kalengan, saus apel, melon, dan pisang matang.
  • Sayur-sayuran yang sudah dimasak matang, seperti bit, kacang hijau, wortel, dan kentang.
  • Makanan berprotein yang meliputi tahu, ikan, daging giling, daging kalkun, daging ayam, dan telur.
  • Gandum yang meliputi biskuit, roti putih, pasta, dan nasi putih.
  • Minuman-minuman yang meliputi air putih, jus, kaldu, air kelapa, dan teh herbal.
  • Produk olahan susu yang meliputi susu pasteurisasi yang bebas lemak, keju, yogurt bebas lemak, dan es krim.

Selama pemulihan, pasien demam tifoid pun sangat dianjurkan untuk lebih banyak mengonsumsi air putih agar tubuh terhidrasi dengan baik [1].

Pantangan Makanan dan Minuman

Pantangan utama selama melakukan diet tifoid adalah makanan dengan kandungan serat tinggi supaya proses pencernaan dipermudah.

Berikut ini adalah daftar pantangan selama menjalani diet tifoid yang perlu diperhatikan [1,10].

Risiko Diet Tifoid

Diet tifoid bukan untuk diet jangka panjang, sebab pola makan rendah serat ini hanya boleh dilakukan jangka pendek sampai dengan masalah pencernaan benar-benar pulih [1].

Diet tifoid yang berfokus pada pembatasan asupan buah dan sayur mampu menyebabkan seseorang yang menjalani diet ini secara jangka panjang mengalami kekurangan nutrisi tertentu [1].

Oleh karena itu, diet ini perlu ditempuh atas saran dan di bawah pengawasan ahli medis [1].

Sekalipun demam tifoid telah benar-benar sembuh, mengembalikan diri ke diet normal perlu dilakukan secara perlahan [1].

Peningkatan asupan serat secara tiba-tiba dapat memicu ketidaknyamanan pada pencernaan, seperti perut bergas atau perut penuh [1].

Bagaimana cara mencegah demam tifoid?

Walaupun diet tifoid berguna dalam memulihkan kondisi penderita gejala demam tifoid, diet ini tidak untuk langkah pencegahan demam tifoid.

Jika ingin mencegah, maka beberapa upaya berikut harus dilakukan [1] :

  • Mencuci tangan setiap sebelum memasak, sebelum makan, dan setelah beraktivitas.
  • Mencuci bahan-bahan makanan dengan bersih.
  • Menghindari konsumsi makanan dan minuman yang tidak diketahui asalnya.
  • Menghindari makanan dan minuman yang dijual di pinggir jalan.
  • Menghindari makanan dari tempat yang tidak higienis.
  • Menghindari makanan setengah matang dan mentah.
  • Mempertimbangkan vaksin sebelum pergi atau berkunjung ke suatu wilayah.

Namun sebelum mengatasi gejala demam tifoid dengan diet tifoid, pastikan berkonsultasi mengenai diet ini dengan dokter atau ahli nutrisi agar lebih aman.

1. Rachael Link, MS, RD & Jillian Kubala, MS, RD. Typhoid Diet: Overview, Foods, and Benefits. Healthline; 2020.
2. Malick M. Gibani, Carl Britto, & Andrew J. Pollard. Typhoid and paratyphoid fever: a call to action. Current Opinion in Infectious Diseases; 2018.
3. Balaji Veeraraghavan, Agila K Pragasam, Yamuna D Bakthavatchalam, & Ravikar Ralph. Future Science OA; 2018.
4. Jenish Bhandari; Pawan K. Thada; & Elizabeth DeVos. Typhoid Fever. National Center for Biotechnology Information; 2021.
5. Meagan Bridges, RD, David Zieve, MD, MHA & Brenda Conaway. Low-fiber diet. University of Florida Academic Health Center; 2020.
6. Indika R. Ranasinghe & Ronald Hsu. Crohn Disease. National Center for Biotechnology Information; 2021.
7. Nicolas Patel & Karen Shackelford. Irritable Bowel Syndrome. National Center for Biotechnology Information; 2021.
8. Whitney D. Lynch & Ronald Hsu. Ulcerative Colitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
9. Catherine D. Linzay & Sudha Pandit. Acute Diverticulitis. National Center for Biotechnology Information; 2021.
10. Anonim. Foods for Typhoid – What to Eat and What to Avoid?. PharmEasy; 2021.

Share