Gangguan Stres Pascatrauma: Gejala, Penyebab dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Gangguan Stres Pascatrauma ?

Orang-orang yang pernah mengalami peristiwa yang mengejutkan, menakutkan ataupun berbahaya mungkin akan dapat mengembangkan Gangguan Stres Pascatrauma [1].

Gangguan Stres Pascatrauma merupakan suatu kondisi di mana seseorang akan tetap mengalami gejala ketakutan atau bahkan stres setelah mengalami peristiwa traumatis [1].

Gangguan Stres Pascatrauma merupakan suatu gangguan kesehatan yang serius karena berakitan dengan komorbiditas, gangguan fungsional, dan peningkatan kematian dengan ide dan upaya bunuh diri [2].

Gejala Gangguan Stres Pascatrauma

Gejala Gangguan Stres Pascatrauma dapat dimulai setidaknya dalam watu satu bulan setelah mengalami peristiwa traumatis. Namun, ada juga gejala yang baru muncul setelah bertahun-tahun peristiwa traumatis berlalu [3].

Gejala Gangguan Stres Pascatrauma dapat berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. Berikut ini merupakan beberapa gejala Gangguan Stres Pascatrauma yang dikelompokkan dalam lima kategori [3]:

  • Ingatan Yang Mengganggu

Gejala Gangguan Stres Pascatrauma yang masuk dalam kategori ingatan menganggu antara lain [3]:

  1. Kenangan menyedihkan dan tidak diinginkan dari peristiwa traumatis yang berulanga
  2. Kilas balik, kembali ke peristiwa traumatis seolah-olah itu terjadi lagi
  3. Mimpi buruk secara umum
  4. Mimpi buruk yang berhubungan dengan peristiwa traumatis
  5. Tekanan emosional yang parah
  6. Teringat pada peristiwa traumatis dengan reaksi fisik tertentu
  • Penghindaran

Adapun untuk gejala berupa penghindaran khususnya yang berhubungan dengan pengalaman traumatis mungkin akan termasuk [3]:

  1. Mencoba menghindari pemikiran tentang peristiwa traumatis
  2. Mencoba menghindari pembicaraan tentang peristiwa traumatis
  3. Menghindari tempat, aktivitas, atau orang yang mengingatkan pada peristiwa traumatis
  • Perubahan Negatif Dalam Pemikiran Dan Suasana Hati

Gejala berupa perubahan negatif dalam pemikiran maupun suasana hati dapat meliputi [3]:

  1. Pikiran negatif tentang diri sendiri, orang lain atau dunia
  2. Keputusasaan tentang masa depan
  3. Kesulitan mengingat, termasuk lupa tentang aspek penting dari peristiwa traumatis
  4. Kesulitan mempertahankan hubungan dekat
  5. Merasa terpisah dari keluarga dan teman
  6. Kurangnya minat pada aktivitas yang disukai
  7. Emosi positif terasa sulit
  8. Merasa mati rasa secara emosional
  • Perubahan Reaksi Fisik Dan Emosional

Adapun untuk gejala perubahan reaksi fisik dan emosional mungkin akan termasuk [3]:

  1. Mudah ketakutan
  2. Terlalu waspada terhadap bahaya
  3. Perilaku merusak dan membahayakan diri sendiri, seperti minum terlalu banyak atau mengemudi terlalu cepat
  4. Kesulitan untuk tidur
  5. Kesulitan berkonsentrasi
  6. Mudah marah yang meledak-ledak
  7. Menunjukkan perilaku agresif
  8. Rasa bersalah atau malu yang luar biasa
  • Gejala Pada Anak-anak

Gangguan Stres Pascatrauma dapat juga terjadi pada anak-anak, bahkan yang berusia di bawah 6 tahun sekalipun. Gejalanya mungkin akan meliputi [3]:

  1. Memperagakan kembali peristiwa traumatis di kehidupan sehari-hari
  2. Bermimpi yang adanya hubungannya dengan pengalaman traumatis

Untuk intensitas gejalanya sendiri, akan bervariasi dari waktu ke waktu. Namun, intensitas gejala akan tinggi ketika penderita Gangguan Stres Pascatrauma mengalami stres karena alasan lain [3].

Penyebab Gangguan Stres Pascatrauma

Gangguan Stres Pascatrauma umumnya disebabkan oleh pengalaman yang berhubungan dengan peristiwa traumatis, entah sebagai korban maupun hanya sekadar menyaksikan [4].

Beberapa orang mungkin akan kembali normal setelah mengalami peristiwa traumatis, namun ada juga yang justru akan mengembangkan Gangguan Stres Pascatrauma [4].

Ada juga penelitian yang menyebutkan bahwa, Gangguan Stres Pascatrauma mungkin ada hubungannya dengan gangguan pada hippocampus yang lebih kecil [4].

Hal ini didasarkan pada penelitian yang menemukan bahwa, penderita Gangguan Stres Pascatrauma memiliki hippocampus yang lebih kecil. Namun, hingga kini belum diketahui, apakah hippocampus tersebut menjadi kecil setelah peristiwa traumatis atau memang hippocampus lebih kecil bahkan sebelum peristiwa traumatis terjadi [4].

Selain itu, orang-orang dengan Gangguan Stres Pascatrauma mungkin juga memiliki tingkat hormon stres yang tidak normal [4].

Adapun peristiwa traumatik yang dapat menjadi penyebab berkembangnya Gangguan Stres Pascatrauma antara lain [5]:

  • Peperangan
  • Bencana alam
  • Kecelakaan serius
  • Serangan teroris
  • Kehilangan orang yang dicintai, apakah ini melibatkan kekerasan atau tidak
  • Pemerkosaan atau jenis pelecehan lainnya
  • Serangan pribadi
  • Menjadi korban kejahatan
  • Menerima diagnosis yang mengancam jiwa
  • Situasi apa pun yang memicu rasa takut dan kaget

Faktor Risiko Gangguan Stres Pascatrauma

Faktor-faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkan Gangguan Stres Pascatrauma [4]:

  • Mengalami masalah tambahan setelah peristiwa traumatis
  • Kurang dukungan sosial setelah peristiwa traumatis
  • Memiliki riwayat masalah kesehatan mental atau penggunaan zat terlarang
  • Pengalaman pelecehan di masa lalu, misalnya pada masa kanak-kanak
  • Memiliki kesehatan fisik yang buruk sebelum atau sebagai akibat dari suatu peristiwa

Untuk jenis kelamin sendiri, perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi mengembangkan Gangguan Stres Pascatrauma dibandingkan dengan laki-laki [4].

Komplikasi Gangguan Stres Pascatrauma

Gangguan Stres Pascatrauma ini termasuk salah satu gangguan kesehatan yang serius karena dapat menyebabkan komplikasi yang juga serius, seperti [5]:

  • Kesulitan dalam bekerja
  • Kesulitan dalam menjalin hubungan
  • Meningkatkan risiko gangguan jantung
  • Meningkatkan risiko penyakit kronis
  • Meningkatkan hormon stres kortisol
  • Menurunkan ukuran hippocampus yang penting dalam pemrosesan memori dan emosi
  • Masalah kesehatan lain, seperti depresi, kecemasan, gangguan kepribadian
  • Penyalahgunaan zat seperti alkohol atau obat-obatan

Kapan Harus Kedokter ?

Jika setelah mengalami peristiwa traumatis ada yang mengganggu pikiran, bahkan setelah satu bulan berlalu maka sangat disarankan untuk segera memeriksakan diri kedokter [3].

Lebih cepat didiagnosis akan sangat membantu proses perawatan yang dapat dilakukan bersama dokter nantinya. Selain itu, gejala yang lebih buruk maupun komplikasi mungkin juga akan dapat dicegah [3].

Pengobatan Gangguan Stres Pascatrauma

Dalam mengobati Gangguan Stres Pascatrauma, dokter mungkin akan menyarankan beberapa jenis metode perawatan sebagai berikut [5]:

  • Psikoterapi

Psikoterapi yang mungkin disarankan dokter dalam perawatan Gangguan Stres Pascatrauma setidaknya ada dua macam yaitu [5]:

  1. Terapi kognitif atau restrukturisasi kognitif di mana tujuannya untuk membantu individu belajar bagaimana memikirkan hal-hal dengan cara baru dan mengandalikan gejala seperti rasa takut maupun stres
  2. Terapi pemaparan merupakan teori yang dilakukan dengan membicarakan ulang peristiwa traumatis di lingkungan yang aman dan terkendali hingga penderita dapat mengendalikan pikiran dan perasaanya dengan lebih baik

Adapun untuk efektivitas dari terapi pemaparan ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan melihat kondisi dari penderita. Mengingat, membicarakan ulang terkait peristiwa traumatis dapat memperburuk gejala.

  • Obat-obatan

Perawatab Gangguan Stres Pascatrauma mungkin juga akan melibatkan obat-obatan tertentu, khususnya untuk mengobati gejalanya.

Jenis obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) mungkin merupakan salah satu yang diresepkan dokter. Adapun bentuknya dapat berupa paroxetine.

Penggunaan SSRI ini mungkin dapat membantu mengobati gejala Gangguan Stres Pascatrauma seperti depresi, kecemasan dan gangguan tidur.

Namun, penggunaan obat antidepresan diketahui juga dapat meningkatkan risiko bunuh diri, khususnya pada orang yang berusia 24 tahun ke bawah.

Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar dalam pengawasan dokter atau ahli kesehatan.

  • Terapi Eksperimental

Terapi eksperimental telah banyak dijadikan salah satu metode perawatan Gangguan Stres Pascatrauma, walaupun bukti lebih lanjut untuk memastikan keamaan dan efektifitasnya.

Berikut ini merupakan beberapa jenis terapi eksperimental yang mungkin disarankan oleh dokter [5]:

  1. Desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata yang dilakukan dengan mengingat kejadian sambil membuat jenis gerakan mata sisi-ke-sisi tertentu untuk membantu penderita memiliki emosi, perilaku, dan pikiran yang lebih positif
  2. MDMA, terapi dengan obat rekreasional, ekstasi, untuk membantu orang belajar menangani ingatan dan mendorong perasaan aman
  3. Terapi hormon kortison yang merupakan perawatan berbasis kortisol dosis tinggi untuk membantu mengurangi risiko Gangguan Stres Pascatrauma setelah trauma terjadi
  4. Game komputer untuk membantu menghilangkan gejala

Pencegahan Gangguan Stres Pascatrauma

Umumnya, seseorang setelah mengalami peristiwa traumatis mungkin akan menunjukkan gejala seperti Gangguan Stres Pascatrauma, di mana mereka akan teringat-ingat kejadian tersebut [3].

Bahkan jika gejala seperti ketakutan, kecemasan, kemarahan, depresi dan rasa bersalah muncul setelah mengalami peristiwa traumatis itu tidak selalu menjadi Gangguan Stres Pascatrauma [3].

Mengingat, hanya sebagian kecil orang dengan pengalaman traumatis yang mengembangkan Gangguan Stres Pascatrauma. Meskipun demikian, berbicara dengan orang terdekat atau orang kepercayaan mungkin akan membantu mencegah berkembangnya Gangguan Stres Pascatrauma [3].

Percaya bahwa orang-orang terdekat akan bersedia membantu dan mendengarkan juga harus dilakukan. Mengingat, keluarga dan teman mungkin dapat menawarkan penghiburan [3].

Selain itu, jika memang diperlukan, meminta bantuan dokter atau ahli kseshatan mental mungkin juga sangat disarankan. Hal ini akan sangat membantu mencegah reaksi stres menjadi lebih buruk [3].

Menghindari konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang mungkin juga akan membantu mencegah Gangguan Stres Pascatrauma berkembang setelah mengalami peristiwa traumatis [3].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment