Genophobia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Genophobia?

Genophobia merupakan salah satu jenis fobia spesifik di mana seseorang memiliki ketakutan irasional dan cenderung persisten serta berlebihan terhadap aktivitas seksual [1,2].

Baik wanita maupun pria dapat mengalami genophobia, yakni ketakutan melakukan hubungan seksual terlepas dari ada banyak manfaat untuk kesehatan psikologis maupun fisik [1,2].

Tinjauan
Genophobia adalah ketakutan berlebih terhadap aktivitas seksual yang bisa terjadi baik pada wanita maupun pria.

Penyebab Genophobia

Seperti halnya fobia spesifik lain, terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko genophobia pada seseorang walaupun penyebab pasti genophobia tidak diketahui.

  • Disfungsi Ereksi

Pada pria, genophobia adalah kondisi yang dapat berkembang karena adanya masalah pada sistem atau alat reproduksi [1,4,5].

Disfungsi ereksi adalah salah satunya karena pria dengan masalah kesehatan seperti ini menjadikan rasa percaya dirinya turun dan membuatnya malu untuk berhubungan seksual dengan pasangan [1,4,5].

Kecemasan dan stres pun dapat membuat pria semakin takut untk melakukan hubungan seksual karena penderita cenderung menutupi masalah seperti ini dari pasangannya [1,4,5].

  • Riwayat Pelecehan Seksual

Memiliki pengalaman tidak menyenangkan dan traumatis seperti pelecehan seksual mampu menjadi penyebab utama gangguan stres pasca trauma maupun disfungsi seksual [1,2,4].

Hal ini pun tanpa sadar kerap menjadi penyebab terbentuknya rasa takut dan cemas berlebih terhadap aktivitas seksual [1,2,4].

Seseorang dengan riwayat pelecehan seksual dapat memiliki pandangan negatif terhadap hubungan seksual sehingga ia akan mengembangkan ketakutan berlebih terhadap keintiman secara seksual [1,2,4].

Para wanita pun dapat mengalami genophobia karena adanya gangguan pada vagina, terutama pada otot-otot vagina [2,4].

Vaginismus sendiri merupakan penetrasi vagina yang terganggu atau gagal karena otot dinding vagina yang terlalu kaku atau tegang [3].

Karena hal ini, aktivitas seksual dapat menjadi tidak nyaman dan menyakitkan bagi wanita; bahkan ada pula yang justru tidak berhasil [3].

Nyeri yang terus berkelanjutan dan kegagalan memiliki waktu menyenangkan dengan pasangan melalui aktivitas seksual akan membuat wanita merasa takut melakukan hubungan intim [2,3,4].

Memiliki ketidakpuasan dan ketidaknyamanan terhadap kondisi fisik sendiri mampu memengaruhi aktivitas seksual dengan pasangan [4].

Citra diri negatif dapat menyebabkan timbulnya kecemasan berlebih ketika akan melakukan hubungan intim dengan pasangan [4].

Kecemasan yang intens justru menimbulkan rasa takut sehingga rasa tidak menyenangkan ketika harus berhubungan intim [4].

  • Ketakutan Terhadap Penyakit Tertentu

Ketakutan berlebih terhadap aktivitas seksual dapat dipicu oleh rasa takut terhadap penyakit seksual maupun penyakit lainnya yang berhubungan dengan hubungan seks [1,5].

Penyakit HIV adalah salah satunya dan penyakit infeksi menular seksual lainnya [1,5].

Bagi penderita hipokondriasis, nosophobia, mysophobia, dan cyberchondria, melakukan hubungan seksual pun menjadi ketakutan tersendiri karena dianggap berbahaya [1,5].

Risiko infeksi bagi mereka sangat besar dan penggunaan kondom dianggap kurang aman sehingga mereka akan menghindari aktivitas seksual [1,5].

  • Tidak Berpengalaman

Tidak berpengalaman dalam melakukan hubungan seksual mampu menjadi alasan seseorang menjadi takut terhadap aktivitas ini [5].

Rasa takut itu begitu besar karena mereka khawatir pasangan mereka tidak puas dan senang saat melakukan hal tersebut dengan mereka [5].

Kecemasan berlebih ini kemudian semakin berkembang dan menjadi salah satu pemicu genophobia [5].

  • Riwayat Penyakit Tertentu

Rasa takut berlebihan dalam melakukan hubungan seksual dapat dipicu oleh kondisi medis yang tengah diderita [1,5].

Memiliki riwayat penyakit jantung dan belum lama mendapat serangan jantung misalnya, hal ini akan cukup memengaruhi kondisi jantung dengan melakukan hubungan seksual [1,5].

Meski hal seperti ini dapat dikonsultasikan dengan dokter, ada sejumlah orang yang merasa cemas berlebih sehingga berusaha menghindari aktivitas seksual bersama pasangan [1,5].

Tinjauan
Vaginismus, disfungsi ereksi, dismorfia, riwayat pelecehan seksual, ketakutan terhadap penyakit tertentu, riwayat penyakit kronis tertentu, dan tidak berpengalaman melakukan hubungan seksual mampu menjadi pemicu genophobia.

Gejala Genophobia

Seperti pada fobia spesifik lainnya, penderita genophobia dapat memiliki rasa takut dan kecemasan berlebih terhadap hal-hal tertentu (dalam hal ini adalah aktivitas seksual) [1,2].

Berikut ini merupakan gejala-gejala genophobia secara fisik, emosional maupun perilaku [1,2]:

  • Palpitasi jantung (detak jantung menjadi lebih cepat)
  • Sulit bernafas
  • Pusing
  • Mual
  • Berkeringat
  • Kecenderungan untuk menghindari aktivitas seksual semaksimal mungkin.
  • Terdapat rasa panik, cemas dan takut intens terhadap hubungan seksual, bahkan ketika hanya membicarakan atau timbul pikiran seperti ini.
  • Memiliki kesadaran bahwa rasa takut terhadap aktivitas seksual begitu ekstrem, namun tidak mampu mengendalikan atau meminimalisirnya.
  • Gejala-gejala ini akan bertambah buruk ketika penderita tak kunjung beralih dari pemicu.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Ketika rasa takut dan cemas terhadap aktivitas seksual sudah mulai berlebihan dan kecenderungan untuk menghindarinya semakin besar, maka sebaiknya mulai pertimbangkan untuk memeriksakan diri ke dokter atau psikolog.

Lama-kelamaan hal ini dapat mengganggu hubungan dengan pasangan dan membuatnya renggang.

Isolasi diri dan depresi bukan tidak mungkin dapat berkembang jika kondisi ini terus dibiarkan.

Segera lakukan pemeriksaan agar penanganan bisa didapat sedini mungkin sebelum gejala bertambah buruk dan kualitas hidup pun semakin menurun.

Tinjauan
Penderita genophobia cenderung menghindari situasi maupun pembicaraan dan pikiran tentang aktivitas seksual karena ketakutan dan kecemasan berlebihannya. Selain itu, beberapa gejala fisik seperti palpitasi jantung (detak jantung menjadi lebih cepat), sulit bernafas, pusing, mual dan keringat berlebih dapat turut menyertai.

Pemeriksaan Genophobia

Seperti halnya jenis fobia spesifik lain, tidak terdapat cara khusus dalam mendiagnosa genophobia.

Hanya saja biasanya, dokter akan memeriksa kondisi fisik pasien terlebih dulu sebelum dilanjutkan dengan evaluasi psikologis [6].

Evaluasi psikologis dilakukan berdasarkan kriteria diagnostik DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual 5th Edition) untuk benar-benar dapat memastikan apakah gejala pasien mengarah pada genophobia [7].

  • Pasien mengalami rasa takut yang berlebihan dan intens, terutama ketika berhadapan dengan topik aktivitas seksual.
  • Pasien memiliki reaksi panik, cemas dan takut seolah sedang dalam situasi yang paling berbahaya.
  • Pasien cenderung menghindari aktivitas seksual secara terus-menerus, baik pembicaraan, pikiran, maupun hubungan seksual itu sendiri dengan pasangan.
  • Pasien mengalami hambatan dalam kehidupan sehari-harinya karena penghindaran dari aktivitas seksual, terutama keharmonisan dengan pasangan yang berpotensi renggang.
  • Pasien setidaknya sudah 6 bulan atau bahkan lebih mengalami gejala-gejala yang berkaitan dengan genophobia.
  • Gejala-gejala yang dialami pasien tidak disebabkan oleh gangguan kecemasan atau jenis fobia lainnya yang memiliki kemiripan gejala.

Oleh sebab itu, psikolog umumnya akan menanyakan secara detail kepada pasien mengenai gejala apa saja yang dialami, tak terkecuali pemicu, hal-hal yang membuat rasa takut dan cemas memburuk maupun membaik [7].

Psikolog juga perlu mengetahui apa yang pasien biasanya lakukan ketika rasa takut berlebih timbul sebagai solusi [7].

Psikolog atau terapis juga akan menanyakan kepada pasien mengenai apa saja masalah pribadi yang mengganggu hingga timbul kondisi gejala genophobia [7].

Jika pasien memiliki riwayat penyakit tertentu atau ketakutan terhadap penyakit, hal ini dapat disampaikan kepada terapis agar dapat membantu pasien untuk pulih kembali [7].

Tinjauan
Pemeriksaan fisik dan psikologis adalah yang utama dalam mendiagnosa kondisi genophobia. Evaluasi psikologis biasanya didasarkan pada kriteria diagnostik DSM-5 untuk memastikan gejala yang pasien alami adalah genophobia.

Penanganan Genophobia

Penanganan genophobia terdiri dari beberapa metode, tergantung dari faktor apa yang menyebabkannya.

Pengobatan perlu disesuaikan dengan faktor yang memicu perkembangan kondisi gejala genophobia, yakni seperti di bawah ini :

  • Pengobatan Vaginismus

Ketika genophobia terjadi dan berkaitan dengan vaginismus, maka penderita perlu berkonsultasi langsung dengan spesialis ginekologi [3].

Jika memang perlu, segera temui psikiater bersama dengan pasangan agar dapat mempelajari teknik relaksasi sekaligus pemanasan sebelum melakukan hubungan seksual [3].

Hindari untuk mengabaikan kondisi vaginismus karena hal ini akan menyebabkan penghindaran dari kegiatan seksual yang terlalu lama dan memengaruhi hubungan dengan pasangan [3].

  • Pengobatan Disfungsi Ereksi

Apabila disfungsi ereksi menjadi penyebab timbulnya rasa takut berlebih terhadap aktivitas seksual, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter dan mendapatkan penanganan medis yang tepat [8].

Perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat sangat dianjurkan, seperti makan makanan bernutrisi tinggi, tidak minum alkohol, olahraga, dan tidak merokok [8].

Selain perubahan pola hidup, pasien akan diberi obat-obatan khusus seperti pelancar peredaran darah, obat hormon, dan obat supositoria oleh dokter [8].

Dalam hal ini, psikoterapi pun tetap diperlukan karena rata-rata penderita mengalami gangguan cemas, fobia, maupun stres [8].

Konseling pernikahan sangat dianjurkan juga terutama bagi pria yang sudah menikah dan hal ini perlu dilakukan bersama pasangan agar hubungan seksual lebih sehat [8].

  • Terapi Perilaku Kognitif

Salah satu jenis psikoterapi yang dibutuhkan oleh penderita gejala genophobia adalah terapi perilaku kognitif yang bertujuan mengubah reaksi, persepsi, dan perilaku negatif penderita terhadap hubungan seksual [4,6].

Perilaku dan perasaan negatif pasien bila semakin diabaikan dapat membuat kualitas hidup menurun di mana hal ini pun turut membahayakan hubungannya dengan pasangan [4,6].

Dengan begitu, terapis akan membimbing pasien untuk membenahi cara berpikir pasien terhadap fobia atau situasi yang dihadapi [4,6].

Pasien pun ke depannya menjadi lebih mudah dalam menghadapi berbagai pemicu dengan reaksi yang lebih positif [4,6].

Jenis psikoterapi lainnya adalah terapi eksposur, yakni prosedur pemaparan pasien terhadap situasi maupun kondisi yang ditakuti [2,4,6].

Tujuan terapi ini adalah untuk meredakan rasa takut dan cemas berlebih, di mana dalam hal ini adalah hubungan seksual [2,4,6].

Diharapkan terapis dapat membantu pasien pulih dari gejala dan meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan diri saat berhadapan dengan situasi yang ditakuti [2,4,6].

  • Terapi Seks

Menemui terapis seks dapat membantu pasien genophobia dalam mengatasi ketakutan berlebihnya terhadap aktivitas seksual [4,5,6].

Terapi seks pada dasarnya merupakan prosedur konsultasi atau konseling seperti dengan psikiater atau psikolog [4,5,6].

Namun dalam hal ini, pasien sebaiknya lebih terbuka terhadap terapis mengenai kehidupan seks secara detail [4,5,6].

Setelahnya, terapis biasanya akan memberi pasien beberapa tugas seperti membaca buku mengenai seks dan fungsi organ reproduksi [4,5,6].

Terapis juga akan meminta pasien memraktekkan latihan komunikasi secara positif dengan pasangan serta latihan praktek rileksasi dan menyentuh secara non-seksual terhadap pasangan [4,5,6].

Tinjauan
Jika genophobia dipicu oleh kondisi seperti vaginismus atau disfungsi ereksi, maka pengobatan untuk kedua kondisi tersebut dapat ditempuh oleh pasien. Selain itu, psikoterapi seperti (terapi seks, terapi perilaku kognitif, dan terapi eksposur) juga sangat berguna bagi perkembangan baik kondisi pasien.

Komplikasi Genophobia

Seperti pada kasus fobia spesifik lainnya, genophobia pun mampu meningkatkan risiko komplikasi.

Berikut ini adalah berbagai kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi jika gejala genophobia tak segera ditangani [6] :

  • Merenggangnya hubungan dengan pasangan karena kehidupan seksual yang tidak sehat.
  • Isolasi diri.
  • Stres atau depresi berkepanjangan.

Pencegahan Genophobia

Jika berhubungan dengan penyakit tertentu, maka penanganan medis untuk kondisi penyakit tersebut dapat dilakukan segera agar tidak memicu genophobia.

Pemeriksaan dini dan penanganan terhadap gejala genophobia pun sebaiknya penderita dapatkan agar tidak berujung pada komplikasi yang mengganggu kualitas hidup.

Tinjauan
Penanganan dini terhadap penyebab maupun gejala awal genophobia mampu meminimalisir risiko perkembangan genophobia yang semakin buruk.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment