Hipospermia: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa itu Hipospermia?

Hipospermia merupakan kondisi di mana pria secara terus menerus menghasilkan jumlah semen rendah secara abnormal ketika ejakulasi[1].

Cairan semen tersusun atas 1% sperma dan cairan yang secara kolektif dihasilkan oleh berbagai kelenjar dalam sistem reproduksi pria. Cairan paling substansial ialah cairan seminal yang dihasilkan oleh kelenjar seminalis dan menyusun 80% dari cairan semen. Cairan lainnya dihasilkan oleh epididimis, kelenjar prostat dan kelenjar lainnya[2, 3].

Menurut WHO jumlah volume semen yang termasuk normal ialah antara 2-6 ml. Volume semen yang kurang dari 1,5 ml saat ejakulasi dikategorikan sebagai hipospermia[2].

Hipospermia berbeda dari oligozoospermia yang mana berarti jumlah sperma rendah (kurang dari 20 juta sperma per ml). Hipospermia sendiri tidak mengakibatkan masalah infertilitas berat hingga dikombinasikan dengan diagnosis oligozoospermia[1, 2].

Prevalensi pasti hipospermia di antara pria pada berbagai kelompok usia tidak diketahui. Secara umum, volume ejakulasi cenderung berkurang seiring proses penuaan, seperti halnya parameter seksual lainnya, seperti libido dan rigiditas erektil[3].

Penyebab Hipospermia

Hipospermia dapat disebabkan oleh berbagai kondisi atau abnormalitas. Cedera yang berhubungan dengan aktivitas fisik atau operasi diduga dapat berpengaruh dengan menyebabkan komplikasi pada sistem reproduksi pria[1].

Hipospermia dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut[1, 2]:

  • Periode abstinence. Penurunan volume semen dapat berkaitan dengan periode abstinence (penahanan ejakulasi/pantang seksual). Periode pendek dari penahanan ejakulasi (1 hari atau kurang) dapat menurunkan volume semen secara drastis. Mengulangi analisis semen dengan periode lebih panjang dari penahanan (3 hari atau lebih) dapat memperbaiki hasil, jika kesalahan pengumpulan semen merupakan penyebabnya.
  • Kemunduran atau kerusakan saraf. Kerusakan saraf simpatetik dapat mengarah pada kehilangan saraf di dalam penis. Kondisi ini dapat mengarah pada hipospermia.
  • Kadar hormon seks yang tidak mencukupi. Ketika kadar seks testosterone yang diproduksi tubuh pria tidak mencukupi, dapat mengarah pada terjadinya ejakulasi dengan jumlah semen yang sangat sedikit.
  • Operasi leher kandung kemih. Pasien yang mengalami masalah urinasi (buang air kecil) dan melakukan operasi leher kandung kemih, dapat mengakibatkan kondisi ejakulasi semen rendah.
  • Ejakulasi retrograde, yaitu ejakulasi semen yang berbalik arah ke kandung kemih.
  • Tidak adanya tubulus seminalis atau vas deferens, biasanya disebabkan faktor kongenital (bawaan lahir)
  • Obstruksi  saluran ejakulatoris, baik kongenital atau terjadi saat dewasa
  • Penyumbatan tubulus seminal
  • Kandungan racun akibat konsumsi alkohol berlebihan mempengaruhi produksi semen

Faktor Risiko Hipospermia

Berikut faktor risiko dari hipospermia[2]:

Gejala Hipospermia

Pasien dapat memperhatikan volume semen yang lebih sedikit selama ejakulasi. Volume semen yang lebih rendah daripada 1,5 terdeteksi pada analisis semen yang kemudian mencirikan diagnosis hipospermia. Hipospermia juga dapat berhubungan dengan penurunan kepuasan seksual pada ejakulasi[1, 2].

Dampak Hipospermia terhadap Fertilitas

Secara menyeluruh, volume semen memiliki dampak kecil terhadap potensi pembuahan oleh spermatozoa. Akan tetapi, volume semen yang kecil dapat meliputi volume sperma yang kecil pula. Sehingga kondisi ini dapat mengurangi kemungkinan sperma untuk mencapai sel telur dan membuahinya[1, 2].

Hipospermia dapat leading cause infertilitas pada pria, terutama jika terjadi bersamaan dengan oligozoospermia. Selain itu, hipospermia dapat berdampak negatif pada kesehatan mental pria karena kepuasan seksual yang menurun dapat mengarah pada hilangnya kepercayaan diri[1].

Diagnosis Hipospermia

Untuk mendiagnosis kondisi semen dapat dilakukan analisis semen. Tes ini dapat digunakan untuk pemeriksaan produksi sperma, motilitas dan viabilitas sperma, kondisi dari saluran genital pria, sekresi organ-organ aksesori, serta ejakulasi dan emisi sperma[4].

Untuk memeriksa kualitas sperma dengan analisis semen, diperlukan periode pantang seksual selama 3 sampai 5 hari untuk mengumpulkan sampel. Dapat dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dan ketiga untuk mengkonfirmasi kondisi[5].

National Institute of Health di Amerika mendefinisikan hipospermia sebagai volume semen lebih rendah dari 2 ml pada setidaknya dua kali analisis semen[6].

Pengobatan Hipospermia

Tidak terdapat pengobatan khusus untuk meningkatkan kuantitas semen. Akan tetapi, untuk kasus infeksi dianjurkan pengobatan dengan antibiotik. Sementara untuk kasus ejakulasi retrograde atau obstruksi saluran ejakulatoris, penanganan dengan prosedur operasi lebih dianjurkan[2, 5].

Pemberian Obat

Pada kasus infeksi, antibiotik dapat digunakan untuk pengobatan. Hipospermia dapat diperbaiki dengan bantuan suplemen, seperti pil Prosolution, Semenax, Volume Pills; atau dengan pengobatan herbal seperti kapsul Spermac dan VitalM-40[2].

Pada kasus ejakulasi retrograde, ejakulasi normal dapat diinduksi pada pria dengan lesi neurologis parsial (seperti diabetes melitus) dengan ephedrine, diminum 30-60 menit sebelum melakukan hubungan seksual atau simpatomimetik terus menerus[2].

Prosedur Bedah

Pada kasus ejakulasi retrograde, perbaikan secara bedah leher kandung kemih dapat dilakukan. Untuk mengatasi kondisi infertilitas pria obstruktif (seperti obstruksi saluran ejakulatoris) dapat dilakukan prosedur TURED (transurethral resection of the ejaculatory ducts)[2].

TURED termasuk metode operasi invasif dengan kemungkinan komplikasi berat dan kerugian, seperti pembukaan saluran ejakulatori ke dalam uretra dan aliran urin yang berbalik ke dalam vesikula seminalis.

Risiko tersebut telah mengarah pada terjadinya kehamilan alami pasangan dalam sekitar 20% kasus pria yang terdampak[2].

Teknik Reproduksi Berbantu

Jika pengobatan tidak cukup membantu atau tidak dapat dilakukan, teknik reproduksi berbantu dapat menjadi solusi untuk menghasilkan kehamilan[5].

Pada kasus ejakulasi retrograde, biasanya diperlukan untuk dilanjutkan dengan IUI (intraurine insemination) berjangka waktu dengan sperma diperoleh dari urin pasca orgasmik atau diambil menggunakan kateter. Cairan semen juga dapat diperoleh dengan elektro stimulasi rektal[2].

Pembatasan cairan, sodium bikarbonat, asupan cairan bertahap atau penanaman larutan penyangga ke dalam kandung kemih digunakan untuk mengontrol pH uriner dan osmolaritas untuk meminimalkan efek toksik urin terhadap spermatozoa. Jika spermatozoa yang dihasilkan tidak berkualitas baik, dapat diusulkan IVF atau ICSI[2, 5].

IVF (in vitro fertilization) dapat dianjurkan oleh dokter jika penanganan medis konservatif tidak dapat menghasilkan kehamilan. IVF dan ART umumnya dimulai dengan menstimulasi ovarium untuk meningkatkan produksi sel telur, misalnya dengan menggunakan hormon gonadotropin[2].

Setelah itu, dokter akan mengekstrak satu atau lebih sel telur melalui operasi dan menyatukannya dengan sperma di dalam laboratorium. Penyatuan sel telur dan sperma bertujuan untuk menghasilkan embrio, yang selanjutnya akan dimasukkan ke dalam saluran reproduksi wanita melalui prosedur transfer embrio[2].

ICSI (intracytoplasmic sperm injection) dapat menguntungkan dalam kasus infertilitas faktor pria di mana jumlah sperma sangat rendah atau fertilisasi gagal terjadi dalam percobaan IVF sebelumnya. Prosedur ICSI meliputi penginjeksian sperma tunggal ke dalam pusat sel telur menggunakan jarum mikro[2, 5].

Terapi Mandiri Hipospermia

Stimulasi prostat rektal selama berhubungan seksual dapat membantu. Umumnya, dianjurkan juga pembiasaan gaya hidup sehat[2, 5].

Pencegahan Hipospermia

Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah hipospermia[2, 7]:

  • Membiasakan penerapan gaya hidup sehat, dengan konsumsi makanan seimbang dan berolahraga secara teratur
  • Menghindari rokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat berbahaya
  • Menghindari paparan zat berbahaya baik dari daerah industri atau tempat kerja dengan menerapkan prosedur keamanan dan mengenakan alat pelindung diri.
  • Mengatasi stres dan menghindari masalah psikologis
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment