Anak dapat mengalami keterlambatan dalam perkembangannya dan hal ini terdiri dari 5 jenis kondisi [1].
Keterlambatan perkembangan dibagi menjadi 5 kondisi yang meliputi kognitif, motorik, sosial emosional, komunikasi (bicara dan bahasa), serta kemampuan belajar [1,2,3].
Perkembangan anak dapat terlambat karena sejumlah faktor di mana faktor yang paling umum mendasari adalah kondisi down syndrome atau gangguan kehamilan pada sang ibu saat masih mengandung maupun saat melahirkan [4].
Meski demikian, masih banyak kasus keterlambatan perkembangan anak yang belum diketahui penyebab pastinya.
Terlepas dari faktor yang menyebabkan atau mendasari, berikut ini adalah 5 jenis keterlambatan perkembangan pada anak yang para orang tua perlu kenali.
Daftar isi
1. Keterlambatan Perkembangan Motorik (Gerak)
Keterlambatan dalam perkembangan motorik atau gerak pada anak biasanya adalah ketika anak merasa kesulitan mengoordinasikan otot-otot besar maupun kecilnya [1,3,5].
Otot besar meliputi otot tungkai dan otot lengan, sedangkan otot kecil meliputi otot tangan [1].
Sejumlah tanda yang menunjukkan anak mengalami keterlambatan motorik atau gerak antara lain adalah [1,2,5] :
- Kekakuan pada otot-otot tubuhnya sehingga tampak kesulitan untuk berjalan.
- Kesulitan dalam menelan.
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan leher dan kepalanya.
- Kesulitan memegang suatu benda di tangannya.
- Kejang otot.
- Kesulitan berlari.
- Kesulitan dalam berbicara.
- Kesulitan naik dan turun tangga.
- Postur tubuh tampak kurang tepat atau kurang baik.
- Bayi yang sudah saatnya bisa merangkak dan berguling belum bisa melakukannya.
Faktor penyebabnya pun bisa bermacam-macam untuk jenis keterlambatan anak satu ini, seperti proses persalinan yang sangat lama, perdarahan intrakranial dan hipoksia bayi, gangguan/kelainan struktur tubuh bayi, cerebral palsy, atau distrofi otot [1,2].
2. Keterlambatan Perkembangan Kognitif
Keterlambatan perkembangan kognitif adalah ketika kemampuan anak dalam berpikir, belajar dan memecahkan masalah lebih lambat, tidak seperti anak-anak seusianya [1,2,3,6].
Sejumlah tanda bahwa anak mengalami keterlambatan kognitif yang perlu diwaspadai para orang tua adalah [1,2,3,6] :
- Keterlambatan kemampuan bayi untuk duduk, merangkak hingga berjalan.
- Keterlambatan kemampuan bicara.
- Ketidakmampuan menyelesaikan masalah yang sederhana.
- Ketidakmampuan memerhatikan suatu hal dalam waktu yang lama.
- Perilaku masih cenderung seperti bayi (ketika sudah beranjak balita atau usia yang lebih besar).
- Ketidakmampuan berpikir secara logis.
- Ketidakmampuan dalam memahami aturan sosial.
- Gangguan daya ingat.
- Ketidakmampuan dalam menyelesaikan tugas kecil dan sederhana.
Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti cedera pada waktu sang ibu hamil yang memengaruhi kondisi janin, kelainan genetik, hipoksia bayi, perdarahan intrakranial, gangguan kejang, meningitis, paparan merkuri/zat kimia berbahaya lainnya, atau sindrom bayi terguncang [1,2,6].
3. Keterlambatan Kemampuan Adaptif
Anak dengan jenis keterlambatan perkembangan seperti ini akan mengalami kesulitan dalam belajar kemampuan dasar dalam hidup sesuai dengan usianya [1,7].
Tanda-tanda anak mengalami keterlambatan perkembangan kemampuan adaptif adalah [1,7] :
- Ketidakmampuan untuk makan sendiri, menyikat gigi sendiri, dan memakai pakaian sendiri (hal-hal dasar dalam kehidupan sehari-hari yang anak seusianya sudah bisa lakukan).
- Kemampuan yang kurang dalam menyelesaikan tugas atau rutinitas yang berhubungan dengan pengaturan diri.
- Kesulitan bicara dan berkomunikasi.
- Kesulitan dalam memecahkan masalah.
Kelahiran prematur, Down syndrome, keterlambatan perkembangan kognitif dan motorik, autisme, serta gangguan saraf dan otot mampu menjadi sebab jenis keterlambatan kemampuan adaptif anak [1,7].
4. Keterlambatan Perkembangan Sosial Emosional
Keterlambatan perkembangan sosial emosional juga kerap terjadi pada anak, yang artinya mereka memiliki kesulitan lebih banyak dan besar untuk mengomunikasikan perasaan dan pikiran mereka [1,2,3,8].
Berikut ini adalah beberapa tanda anak mengalami jenis keterlambatan perkembangan sosial emosional yang para orang tua perlu ketahui [1,2,3,8].
- Gerakan tubuh yang sama berulang.
- Tantrum yang berkepanjangan.
- Ketidakmampuan untuk merasa tenang.
- Ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.
- Kesulitan dalam memulai percakapan dengan orang lain.
- Takut terhadap orang-orang baru.
- Tidak mampu menciptakan interaksi sosial.
- Tidak mampu melakukan kontak mata.
- Pada bayi, biasanya tidak merespons terhadap senyuman atau lambaian tangan orang yang mengajaknya berinteraksi.
Gangguan kecemasan, ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) dan autisme adalah kondisi-kondisi yang kerap menjadi faktor dasar keterlambatan perkembangan sosial emosional anak [1,2,8].
5. Keterlambatan Kemampuan Berbahasa dan Bicara
Anak dengan jenis keterlambatan kemampuan berbahasa dan berbicara cenderung kesulitan berkomunikasi dengan orang lain [1,2,3,9].
Anak-anak ini biasanya kurang memahami konsep dan kata-kata sehingga komunikasi dengan orang di sekitarnya tidak selancar anak-anak seusianya [1,2,3,9].
Beberapa tanda bahwa anak mengalami jenis keterlambatan perkembangan ini adalah [1,2,3,9] :
- Ketidakmampuan membentuk sekaligus mengucapkan kalimat-kalimat yang sesuai dengan pengetahuan anak seusianya.
- Memiliki keterbatasan diksi atau kosa kata.
- Tidak atau jarang berbicara.
- Keterlambatan dalam hal mengekspresikan apa yang ada di dalam pikirannya.
- Keterlambatan dalam mengucapkan kata-kata sederhana di usia awalnya, seperti memanggil ayah dan ibu.
Biasanya, lahir kembar, memiliki masalah motorik (kelemahan otot pada mulut dan lidah), dan tinggal di lingkungan yang menggunakan dua bahasa atau lebih (bilingual) merupakan faktor umum yang meningkatkan risiko anak menjadi terlambat berbahasa dan berbicara daripada anak-anak seusianya [1].
Selain itu, faktor lain yang dapat menjadi penyebab adalah kelainan genetik, kerusakan otak seperti cerebral palsy, ganggan gerakan rahang dan lidah, serta gangguan/kehilangan fungsi pendengaran [1,2,3].
Jenis-jenis keterlambatan perkembangan pada anak tersebut sebenarnya dapat dicegah dengan para ibu melakukan pemeriksaan kehamilan rutin serta memenuhi nutrisi yang dibutuhkan janin selama kehamilan [1,3,4].
Saat anak lahir, penting untuk menjaga kebersihan di sekitarnya, memberi ASI, sekaligus memberikan kasih sayang serta stimulasi mental yang benar [1,3,4].