Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Idealnya, seorang wanita harus mengetahui panduan vaksin terbaru sebelum memasuki masa kehamilan. Vaksinasi adalah langkah penting untuk menjaga kesehatan ibu maupun bayi. Selama kehamilan, ibu akan membagi... semuanya dengan bayinya, termasuk perlindungan dari vaksin. Vaksin juga dapat mencegah penyakit berbahaya yang dapat timbul selama kehamilan, seperti rubella, yang dapat menyebabkan keguguran dan cacat pada janin. Semua vaksin yang direkomendasikan sebelum memasuki masa kehamilan telah dinyatakan aman pada semua trimester, dan tidak ada bukti yang menyatakan bahwa vaksin berpengaruh/menyebabkan keguguran dan cacat janin. Konsultasikan kepada dokter mengenai vaksinasi yang dapat Anda lakukan jika Anda merencanakan pernikahan maupun kehamilan. Read more
Sebelum menikah, bagi calon pengantin sangat dianjurkan untuk melakukan vaksinasi terlebih dahulu. Vaksin diperlukan untuk mencegah timbulnya beberapa penyakit baik pada calon orang tua maupun anaknya kelak.
Vaksinasi terhadap campak, gondongan, rubella, hepatitis B, dan varicella disarankan untuk dilakukan sebelum melakukan konsepsi. Jika riwayat infeksi atau riwayat vaksinasi tidak diketahui, dapat digunakan serologi untuk memeriksa imunitas terhadap penyakit-penyakit tersebut[1].
Berikut jenis-jenis vaksin yang sebaiknya didapatkan sebelum pasangan menikah:
Daftar isi
1. Vaksin HPV (Human Papillomavirus)
Vaksin HPV berfungsi untuk mencegah infeksi HPV dan penyakit terkait HPV, termasuk kanker serviks. Genital HPV merupakan virus yang umum ditularkan melalui kontak kulit selama hubungan seksual[2, 3].
Sebagian besar orang yang aktif secara seksual tertular HPV, meski tidak menimbulkan gejala. Infeksi paling umum terjadi pada usia akhir remaja dan awal 20-an tahun[2, 3].
Sebagian besar jenis HPV tidak menyebabkan gejala dan menghilang dengan sendirinya. Namun beberapa jenis dapat menyebabkan kanker serviks pada wanita dan jenis kanker lain seperti kanker pada anus, penis, vagina, dan vulva & oropharynx[3].
Vaksin HPV terbukti efektif dan aman. Pemberian dianjurkan pada usia remaja dan orang dewasa usia 26 tahun, tapi penggunaan pada orang berusia 27-45 juga dapat membantu[2, 4].
Wanita yang sedang mengandung atau mereka yang memiliki penyakit sedang hingga berat tidak dianjurkan melakukan vaksinasi HPV. Vaksin HPV juga tidak boleh diberikan pada orang yang memiliki alergi terhadap lateks, yeast, atau komponen dalam vaksin[4].
2. Vaksin Influenza
Flu merupakan penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza. Flu berpotensi mengakibatkan sakit parah yang mengarah pada opname, bahkan kematian[5].
Selama kehamilan, terjadi perubahan dalam fungsi imun, jantung dan paru-paru, sehingga ibu hamil memiliki risiko tinggi mengalami komplikasi terkait flu. Flu juga dapat meningkatkan risiko janin dalam kandungan mengalami masalah jantung serius[3, 4].
Vaksin influenza akan membantu melindungi kesehatan selama musim flu dan dianjurkan bagi wanita yang menanti kehamilan[2].
Orang dewasa di bawah usia 49 tahun dapat menerima vaksin flu jenis LAV (live attenuated vaccine). Akan tetapi bagi wanita yang menanti kehamilan atau berencana hamil dianjurkan menggunakan vaksin flu inaktif alih-alih vaksin jenis LAV[2, 4].
Untuk mendapatkan vaksinasi, dapat mengunjungi dokter atau fasilitas kesehatan. Konsultasikan dengan dokter sebelum menerima vaksin influenza jika memiliki reaksi alergi terhadap suntikan flu, atau telur, atau mengalami sindrom Guillain-Barr[4].
3. Vaksin Varicella
Wanita pada usia produktif yang tidak sedang mengandung dan tidak memiliki imunitas (kekebalan) terhadap varicella (virus penyebab cacar air) dianjurkan untuk mendapatkan vaksinasi varicella. Pemeriksaan imunitas terhadap cacar sebelum berhubungan seksual sangat dianjurkan karena cacar dapat membahayakan bagi ibu hamil dan janinnya[2, 4].
Infeksi cacar selama 20 minggu pertama kehamilan mengakibatkan janin berisiko mengalami kecacatan bawaan berat yang disebut sindrom varisela kongenital.
Kecacatan bawaan sangat langka ketika ibu hamil terinfeksi setelah minggu ke-20 kehamilan. Akan tetapi, janin berisiko mengalami gangguan pada sistem saraf pusat jika ibu hamil terinfeksi pada trisemester ketiga kehamilan[6].
Selain itu, jika ibu hamil terinfeksi setelah minggu ke-20 kehamilan, bayi berisiko mengalami ruam saraf (shingles) selama usia kurang dari dua tahun. Penyakit ruam saraf disebabkan oleh virus yang sama dengan penyebab cacar, yaitu varicella zoster[6].
Untuk mendapatkan vaksin varicella dapat dikonsultasikan dengan dokter, terutama bagi wanita yang belum pernah terkena cacar air atau pernah menerima hanya satu atau dua dosis vaksin varicella[4].
Vaksin varicella tidak boleh digunakan pada orang yang mengalami reaksi alergi terhadap vaksin varicella, Neomycin, atau gelatin. Vaksin ini juga tidak dianjurkan untuk ibu hamil[4].
4. Vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)
Vaksinasi MMR juga dianjurkan bagi pasangan yang hendak menikah untuk mencegah penyakit campak, penyakit gondok, dan rubella[2, 4].
Campak
Campak (measles) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang menginfeksi hidung dan lapisan mukus tenggorokan. Campak dapat menyebabkan[5]:
- Demam tinggi
- Ruam
- Batuk
- Hidung tersumbat
- Mata merah
- Diare
- Infeksi telinga.
- Campak juga dapat mengarah pada infeksi paru-paru, kerusakan otak, ketulian, dan kematian
Ibu hamil termasuk dalam kelompok yang memiliki risiko mengalami komplikasi campak. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, campak pada ibu hamil yang tidak menerima vaksin MMR dapat menyebabkan kelahiran prematur, atau bayi dengan berat badan di kurang[6].
Penyakit Gondok
Penyakit gondok/gondongan (mumps) disebabkan oleh virus yang menular melalui batuk dan bersin. Biasanya menyebabkan demam, sakit kepala, sakit otot, kelelahan, dan pembengkakan kelenjar saliva. [5]
Gondok umumnya bersifat ringan, tapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan ketulian, meningitis, dan pembengkakan otak, testis, ovarium, atau payudara[5].
Rubella
Rubella merupakan penyakit menular yang dapat bersifat sangat berbahaya bagi ibu hamil dan janinnya. Infeksi rubella pada ibu hamil dapat menyebabkan[6]:
- Keguguran
- Bayi lahir mati
- Kelahiran prematur
- Kecacatan bawaan seperti masalah jantung, kehilangan pendengaran dan penglihatan
- Disabilitas intelektual
- Kerusakan hati atau limpa (disebut sindrom rubella kongenital)
Wanita pada usia produktif disarankan melakukan pemeriksaan imunitas terhadap campak dan rubella. Bagi yang tidak memiliki kekebalan, belum divaksinasi, dan tidak sedang hamil sebaiknya menerima vaksinasi[2, 4].
Menurut anjuran Centers for Disease Control and Prevention, setelah menerima vaksin sebaiknya pasangan menunggu 4 minggu sebelum mengusahakan kehamilan untuk menghindari risiko teoretis terhadap janin[2].
Bagi orang yang mengalami reaksi terhadap Neomycin, gelatin, atau pernah menerima vaksin MMR, tidak perlu dilakukan vaksinasi[4].
5. Vaksin Tetanus, Difteri, Pertusis (Td/Tdap)
Tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani yang biasanya memasuki tubuh melalui retakan pada kulit. Bakteri penyebab tetanus menghasilkan racun yang mengakibatkan kekakuan otot yang terasa menyakitkan dan penyakit kejang mulut. Tetanus dapat berakibat fatal[5, 7].
Difteri merupakan infeksi serius yang diakibatkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Difteri menyebabkan lapisan mukus tebal pada bagian belakang hidung dan tenggorokan. Difteri dapat mengarah pada kesulitan bernapas, gagal jantung, kelumpuhan, bahkan kematian[5, 7].
Pertusis (batuk rejan) merupakan penyakit pernapasan menular yang dapat berakibat fatal pada bayi. Pertusis disebabkan oleh infeksi bakteri Bordetella pertussis. Infeksi pertusis paling berat terjadi pada bayi usia di bawah 3 bulan[1, 5].
Vaksin DPT dapat mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksinasi dianjurkan pada wanita pada usia produktif dan wanita yang akan hamil[4].
Wanita yang sedang hamil dan belum mendapatkan vaksinasi DPT selama 10 tahun terakhir dapat memerlukan vaksin selama kehamilan. Pada wanita hamil, vaksin diberikan selama trisemester ketiga[2, 4].
Vaksin ini dapat mencegah pertusis pada ibu hamil yang dapat menurunkannya pada bayi selama kelahiran. Vaksin juga dapat melindungi bayi selama beberapa bulan awal kehidupan ketika pertusis dapat berisiko fatal[2].
Vaksinasi pada ibu hamil memungkinkan terbentuknya antibodi maternal yang kemudian dikirimkan ke bayi dalam kandungan melalui plasenta. Antibodi maternal menunjukkan lebih dari 90% perlindungan terhadap infeksi pertusis selama tiga bulan pertama kehidupan[1].
Waktu optimal untuk vaksinasi yaitu pada minggu 28-32 kehamilan, yang mana menunjukkan kadar antibodi paling tinggi pada bayi saat kelahiran[1].
Selain itu, vaksin juga dianjurkan pada siapa pun yang belum menerima vaksin dan akan melakukan kontak dekat dengan bayi berusia kurang dari 1 tahun, seperti kakek, nenek, atau tenaga kesehatan[2].
Vaksin tidak boleh diberikan pada orang yang mengalami reaksi alergi terhadap vaksin. Bagi orang yang pernah mengalami sindrom Guillain-Barr, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum menerima vaksin[4].
6. Vaksin Hepatitis
Hepatitis A
Virus hepatitis A termasuk jenis picornavirus RNA. Infeksi virus ini menyebabkan demam, mual, sakit perut, dan penyakit kuning akibat infeksi akut hati.[7]
Virus hepatitis A ditularkan melalui rute fekal-oral setelah kontak dengan individu teinfeksi atau makanan atau minuman yang terinfeksi[7].
Vaksin hepatitis A (HAV/hepatitis A virus) diberikan dalam dua dosis tunggal seri antigen pada bulan ke 0 dan 6 atau tiga dosis kombinasi vaksin hepatitis A dan hepatitis B, Twinrix, pada bulan 0, 1, dan 6[8].
Hepatitis B
Virus hepatitis B berupa virus DNA. Infeksi virus ini menyebabkan infeksi hati akut dengan inflamasi, muntah, dan penyakit kuning.
Hepatitis B dapat membatasi diri atau menimbulkan kondisi carrier kronik yang berkaitan dengan konsekuensi jangka panjang meliputi sirosis, kanker hati, gagal hati, dan kematian[7].
Hepatitis B ditularkan melalui kontak dengan darah dan cairan tubuh dari individu terinfeksi. Seri tiga vaksin terbukti efektif untuk pencegahan hepatitis B dengan menghasilkan respon antibodi protektif lebih besar dari 90% pada individu yang divaksinasi[7].
Vaksin hepatitis B (HBV/hepatitis B virus) diberikan dalam tiga dosis seri primer pada bulan ke-0, 1-2 dan 4-6. Bayi yang mendapatkan infeksi HBV secara perinatal (sebelum atau setelah kelahiran) memiliki risiko sangat tinggi mengalami HBV kronis yang dapat mengarah pada penyakit hati kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler primer pada awal masa dewasa[8].