Pengaruh Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Media sosial telah menjadi kebutuhan bagi dunia modern. Media sosial dapat menjadi sarana untuk berkomunikasi dengan banyak orang, membantu membangun dan mengembangkan bisnis, menyebarkan berita dengan... cepat, dan masih banyak keuntungan lainnya. Media sosial membuat dunia menjadi lebih kecil. Namun bagaimana dengan pengaruh media sosial terhadap kesehatan mental? Berbagai studi telah melaporkan bahwa ada hubungan antara peningkatan gangguan mental dengan penggunaan media sosial, terutama pada remaja dan dewasa muda. Studi menunjukkan bahwa waktu yang dihabiskan untuk media sosial ternyata berhubungan dengan gejala seperti depresi dan cemas. Sosial media juga dapat mengganggu kualitas tidur, lebih sering terbangun di malam hari untuk mengecek ponsel atau membalas pesan. Read more

Saat ini sebagian besar orang sudah tidak bisa lepas dari media sosial. Meskipun bisa memberikan dampak positif dengan membuat orang tetap saling terhubung, penggunaan media sosial secara berlebihan justru bisa menyebabkan kecemasan, depresi, hingga bunuh diri.

Bagaimana media sosial menyebabkan ketergantungan

Saat ini, kebanyakan dari kita mengakses sosial media melalui smartphone atau tablet. Tentu saja ini jadi sangat memudahkan kita untuk tetap terhubunga dengan teman dan keluarga. Tapi, ini juga berarti sosial media menjadi platform bisa diakses setiap saat, 24 jam sehari, 7 hari seminggu.

Konektivitas yang luar biasa dan terus menerus ini bisa memicu masalah pengendalian diri. Notifikasi yang terus menerus muncul di layar bisa mempengaruhi konsentrasi dan fokus, menganggu waktu tidur, bahkan membuat orang menjadi budak bagi smartphone-nya.

Platform media sosial memang dirancang untuk menjaring perhatian penggunanya, membuat mereka ingin terus online, dan secara berulang memeriksa gawai atau gadget-nya untuk melihat ada update apa.

Tanpa disadari, sama seperti keinginan untuk berjudi atau kecanduan terhadap nikotin, alkohol, atau obat-obatan, penggunaan media sosial juga bisa menyebabkan ketergantungan psikologis. [1, 4]

Saat seseorang mendapat respon yang diharapkannya atas konten atau post yang ia buat, otaknya akan terpicu untuk melepaskan dopamine, suatu zat kimia yang sama yang muncul ketika seseorang memenangkan perlombaan, makan coklat, atau merokok, misalnya. [1]

Semakin banyak seseorang mendapat penghargaan di media sosial, semakin banyak waktu yang ingin ia habiskan untuk mengaksesnya, meskipun sampai mengorbankan aspek-aspek kehidupan lainnya.

Manfaat media sosial

Meskipun interaksi virtual di media sosial tidak memiliki keuntungan yang sama dengan kontak langsung, namun ia bisa tetap membantu banyak orang untuk saling terhubung dan mendapatkan dukungan positif dan pertolongan yang mereka butuhkan.

Berikut adalah beberapa manfaat dari media sosial: [1, 2, 3, 4]

  • Membantu orang untuk berkomunikasi dan tahu kabar tentang keluarga dan teman-temannya dari manapun di seluruh dunia.
  • Membantu orang menemukan teman dan komunitas baru, membangun jejari dengan orang lain dengan hobi dan ketertarikan yang sama.
  • Memudahkan orang untuk membangun atau mendukung kesadaran positif tentang suatu hal.
  • Membantu orang memberi dan mendapatkan dukungan emosional saat mereka sedang mengalami masa sulit.
  • Membantu mereka yang berada di daerah terpencil untuk mendapatkan dukungan sosial yang bersifat vital.
  • Memberikan ruang bagi seseorang untuk menyalurkan kreativitas dan mengekspresikan diri.
  • Menjadi tempat untuk menampung dan memberikan informasi dan pembelajaran penting.

Pengaruh negatif media sosial terhadap kesehatan mental

Riset yang dilakukan atas penggunaan media sosial dan pengaruhnya terhadap kesehatan mental, terutama penggunanya yang masih berusia anak-anak dan remaja, semakin banyak dilakukan.

Penelitian-penelitian ini berhubungan dengan semakin meningkatnya penggunaan media sosial serta hubungannya dengan berbagai gangguan kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, kesepian, menyakiti diri sendiri, bahkan pemikiran untuk bunuh diri. [1, 2, 3, 4]

1. Menimbulkan perasaan tidak cukup atau kurang dalam soal kehidupan atau penampilan

Meskipun kita sudah tahu bahwa apa yang kita lihat di sosial media seringkali adalah hasil manipulasi, namun tetap bisa membuat kita merasa insecure atau tidak percaya diri.

Kita juga tahu bahwa kebanyakan orang cenderung hanya membagikan hal-hal yang menarik dan menyenangkan tentang kehidupan mereka, dan jarang sekali tentang masa-masa sulit yang sesungguhnya dialami semua orang. Tapi, tetap saja, bisa menimbulkan rasa cemburu dan ketidakpuasan akan kehidupan diri sendiri.

2. Menyebabkan rasa takut ketinggalan jaman (FOMO – Fear Of Missing Out)

Meskipun istilah FOMO sudah ada jauh sebelum sosial media ada, namun perasaan ini menjadi semakin sering dialami orang-orang sejak meledaknya penggunaan media sosial.

FOMO membuat orang takut dirinya tidak cukup trendy atau keren ketika melihat teman-teman atau bahkan orang yang tidak dikenal pergi ke tempat-tempat yang sedang hits, atau memakai model baju paling baru.

Hal ini bisa mempengaruhi kepercayaan diri, memicu kecemasan, dan membuat orang malah semakin sering menggunakan media sosial supaya ia tetap tahu apa yang sedang populer di sekelilingnya dan tidak dianggap ketinggalan jaman.

FOMO bisa membuat orang terus menerus memeriksa smartphone-nya untuk melihat notifikasi, atau cepat-cepat membalas semua pesan yang masuk. Kadang-kadang hal ini tetap dilakukan meskipun sedang membawa kendaraan, harus kehilangan waktu tidur dan istirahat, atau lebih mendahulukan interaksi sosial media dibanding hubungan di dunia nyata.

3. Kesepian

Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Pennsylvania menemukan bahwa penggunaan Facebook, Snapchat, dan Instagram justru meningkatkan rasa kesepian. Studi ini juga menemukan bahwa mengurangi penggunaan media sosial sebenarnya akan mengurangi rasa kesepian dan memperbaiki kesehatan diri secara keseluruhan. [1]

4. Depresi dan kecemasan

Manusia membutuhkan kontak face-to-face agar bisa merasa sehat secara mental. Tidak ada yang bisa menurunkan stres dan meningkatkan mood lebih cepat atau lebih efektif daripada pertemuan langsung dengan orang-orang yang perduli dan sayang pada kita.

Semakin seseorang mendahulukan interaksi media sosial dibanding interaksi langsung, semakin tinggi risikonya untuk mengalami gangguan mood seperti kecemasan dan depresi.

5. Perundungan cyber (cyberbullying)

Sekitar 10 persen remaja melaporkan bahwa mereka pernah di-bully di media sosial dan banyak pengguna media sosial yang pernah mendapat komentar yang bersifat menghina. [2, 3]

Platform media sosial semacam Twitter bisa menjadi lahan untuk menyebarkan gosip yang bertujuan menyakiti, menyebarkan kebohongan, dan pelecehan yang bisa meninggalkan luka emosional yang dalam bagi korbannya.

6. Kecenderungan untuk bunuh diri

Berhubungan dengan cyberbullying yang disebutkan diatas, korban-korban dari kekerasan dan pelecehan virtual yang kondisi mentalnya tidak stabil kemudian terpapar konten yang berisiko seperti tentang melukai diri sendiri dan bunuh diri bisa terpicu untuk terdorong melakukannya.

Sebuah studi atas 400 remaja yang dirawat kerena gangguan psikiatris yang melibatkan tindakan melukai diri sendiri ataupun orang lain, menunjukkan bahwa sejumlah kecil dari mereka pernah menonton konten online tentang bunuh diri (14.8%) atau melukai diri sendiri (16.6%) dalam dua minggu sebelum mereka dirawat. [2, 3]

7. Menumbuhkan sikap mementingkan diri sendiri

Membagikan selfie tanpa akhir, segala macam kegiatan pribadi, dan semua yang ada di dalam pikiran di media sosial bisa menyebabkan timbulnya sifat egois dan menjauhkan diri dari hubungan di dunia nyata.

Bila terus berlangsung, hal ini bisa membuat orang kehilangan empati dan tidak perduli akan kondisi sekitarnya.

Tips mencegah dan mengurangi ketergantungan terhadap media sosial

Keputusan untuk mengurangi atau menjauh dari pengaruh buruk media sosial, pertama-tama, harus datang dari diri sendiri. [1, 2]

  • Tentukan waktu di malam hari dimana Anda berjanji untuk tidak memeriksa ponsel, dan jika mungkin, charge ponsel di luar kamar saat waktu tidur.
  • Gunakan alarm analog, bukan alarm ponsel, untuk membangunkan Anda di pagi hari. Ini untuk mencegah Anda langsung memeriksa ponsel dan melihat-melihat media sosial begitu terbangun.
  • Pilih satu hari dalam seminggu dimana Anda berjanji untuk tidak menggunakan media sosial samasekali dan berfokus pada hal-hal dan kegiatan lainnya.
  • Matikan notifikasi selama setidaknya beberapa jam setiap hari. Pasang ponsel di mode airplane atau do not disturb.
  • Tentukan batasan atau waktu tertentu saja dimana Anda boleh memeriksa notifikasi yang masuk dari media sosial.
  • Hentikan penggunaan aplikasi yang Anda rasa membuat Anda merasa tidak nyaman dengan diri sendiri atau merasa tidak cukup. Ganti dengan aplikasi yang memang dibuat untuk membuat penggunanya merasa lebih positif tentang diri sendiri.
  • Gunakan aplikasi yang bisa memberikan laporan ‘screen time’ atau seberapa banyak Anda menggunakan media sosial dalam satu hari. Ini bisa meningkatkan kesadaran Anda tentang seberapa banyak waktu Anda digunakan untuk menggunakan ponsel dan kehilangan waktu untuk melakukan aktivitas lainnya.
  • Mulai membiasakan diri untuk tidak membawa ponsel ke meja makan atau ke ruang keluarga. Lakukan bersama dengan anggota keluarga atau teman agar bisa saling memotivasi. Ini akan membuat semua orang lebih sering berinteraksi secara langsung dan tidak sibuk dengan ponsel masing-masing ketika sedang berkumpul.

Orangtua harus rutin memastikan anak-anaknya yang sudah punya ponsel sendiri tetap bersikap pantas di media sosial. Meskipun orangtua sering tergoda untuk terus menerus memeriksa isi ponsel anaknya, sebaiknya hindari cara ini karena akan membuat anak malah kehilangan rasa percaya dan menyembunyikan banyak hal. [2, 3]

Bangun komunikasi yang baik dengan anak tentang penggunaan media sosial yang sehat agar mereka merasa nyaman untuk bercerita jika mengalami masalah dengan interaksi online. Anak-anak yang kepercayaannya terbangun dengan baik juga tidak akan menghalangi orangtuanya berada di lingkaran media sosial mereka.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment