10 Penyebab Anak Kasar dan Pemarah

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Menjadi orang tua memang tidak mudah dan seringkali orang tua bahkan kurang menyadari bahwa sifat mereka bisa menurun ke anak.

Orang tua memiliki tanggung jawab lebih besar ketika memilih untuk mempunyai anak.

Selain sifat bisa diturunkan ke anak, anak juga sangat suka menirukan perilaku orang tuanya.

Oleh karena itu, orang tua perlu memerhatikan dan memberi kasih sayang cukup bagi anak-anaknya supaya tumbuh kembang berjalan dengan baik.

Namun jika anak tumbuh menjadi kasar dan mudah marah, orang tua perlu mulai mengidentifikasi apa saja faktor yang menyebabkannya.

1. Temperamen Secara Genetik

Karakter dan watak anak antara satu dengan lainnya bisa sangat beragam, sebab hal ini tergantung dari karakter dan watak orang tua anak itu sendiri.

Jika anak mudah frustrasi, marah dan cenderung kasar, hal ini bisa didasari oleh faktor genetik [1,2,4].

Bahkan sifat anak tersebut sudah bisa terlihat sedari bayi dengan reaksi yang lebih dari bayi-bayi lainnya [2,4].

Anak dengan temperamen genetik biasanya sulit untuk berkonsentrasi dan memiliki tingkat aktivitas tinggi karena tidak bisa tenang dalam waktu lama dan tidak sabaran [2,4].

2. Faktor Keturunan Sifat Ibu

Sebuah studi menunjukkan bahwa anak yang tumbuh memiliki sifat pemarah dan kasar bisa disebabkan oleh faktor keturunan [1,2,5].

Hal ini bisa terlihat sejak anak berusia balita dengan mudahnya anak ini marah, rewel, dan kasar [1,2,5].

Studi ini pun membuktikan bahwa jika sang ibu memiliki tingkat kemarahan tinggi, anaknya pun berpeluang lebih besar untuk memiliki karakter yang sama [5].

3. Penyakit Autoimun Tertentu

Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcal Infections atau PANDAS merupakan salah satu kondisi yang mampu mendasari anak mudah marah dan berperilaku kasar [2,6].

Penyakit ini menunjukkan gejala-gejala seperti berikut [6] :

  • Kondisi yang menyerupai gejala gangguan obsesif kompulsif (OCD/Obsessive Compulsive Disorders)
  • Tics atau gerakan-gerakan abnormal
  • Perubahan suasana hati yang ekstrem
  • Depresi
  • Mudah marah dan tersinggung
  • Gangguan tidur
  • Mudah lelah
  • Halusinasi visual
  • Sensitivitas meningkat terhadap sentuhan, suara dan cahaya

Terkadang gejala-gejala demikian timbul setelah anak terpapar infeksi Streptococcus dan mengalami demam berdarah atau sakit tenggorokan [2,6].

Jika hal-hal ini yang terjadi, maka sebaiknya orang tua segera membawa anak ke dokter spesialis anak untuk diperiksakan.

Orang tua juga perlu memastikan bahwa dokter memahami kondisi PANDAS karena belum ada metode pemeriksaan yang mampu mendeteksi PANDAS [2].

4. Gangguan Perkembangan Saraf

Anak tumbuh kembang dengan perilaku kasar dan mudah marah juga dapat berkaitan dengan beberapa jenis kondisi mental [1,2,3].

Beberapa jenis kondisi gangguan kesehatan mental yang dimaksud antara lain [1,2,3] :

Sindrom Tourette merupakan kondisi ketika penderita melakukan gerakan di luar kendalinya, termasuk juga ucapan [7].

Hal ini akan terjadi berulang kali dan gerakan tersebut disebut dengan istilah tic; balita hingga remaja usia 15 tahun paling berisiko mengalami kondisi ini [7].

  • Gangguan obsesif kompulsif

Gangguan obsesif kompulsif atau OCD (obsessive compulsive disorders) adalah jenis gangguan kesehatan mental ketika pendeirtanya melakukan suatu hal berulang kali agar rasa cemasnya berkurang [8].

Tanda seorang anak mengalami gangguan obsesif kompulsif antara lain mudahnya stres ketika berada di tempat yang benda-bendanya tidak simetris [8].

Penderita OCD juga cendeurng cemas dan takut terhadap banyak hal, salah satunya seperti takut tertular penyakit secara berlebihan [8].

Anak perlu segera diperiksakan ke dokter bila ia sama sekali tidak merasa puas dan senang setelah melakukan tindakan tertentu.

Autisme juga dapat berkaitan dengan perilaku anak yang kasar dan mudah marah karena anak dengan kondisi ini ditandai dengan gangguan perilaku maupun interaksi sosial [2,9].

Perkembangan saraf anak yang mengalami kelainan menjadikan anak memiliki gangguan perilaku dan gangguan komunikasi di saat yang sama [9].

Namun selain itu, penderita autisme juga mengalami gangguan suasana hati atau gangguan reaksi emosional sehingga berpengaruh terhadap perilaku kasar dan pemarahnya [9].

  • ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder)

ADHD termasuk sebagai gangguan kesehatan mental yang dialami oleh anak; kondisi ini ditandai dengan anak yang tak mampu berkonsentrasi dengan mudah [10].

Selain itu, anak dengan kondisi ADHD memiliki perilaku hiperaktif dan cenderung impulsif [10].

Walau umumnya terjadi saat masa kanak-kanak, ADHD pada beberapa penderitanya berpotensi terbawa sampai anak tumbuh dewasa [10].

Sindrom Asperger termasuk sebagai kondisi autisme, sehingga dengan kata lain sindrom ini adalah gangguan perkembangan saraf maupun mental anak [11].

Selain gangguan interaksi sosial, anak dengan sindrom ini tidak mudah dalam mengendalikan emosinya [2,11].

Anak dengan sindrom ini biasanya dapat tiba-tiba marah hingga bertindak agresif [11].

5. Kekurangan Perhatian dari Orang Tua

Anak yang mudah marah dan berperilaku kasar dapat juga disebabkan oleh kurangnya mendapat perhatian orang tua [3].

Biasanya, remaja adalah usia yang patut diwaspadai oleh orang tua karena pada masa-masa itu anak paling membutuhkan perhatian utuh dari orang tua.

Tidak sekadar penyebab remaja menjadi pendiam, keacuhan orang tua bisa membuat anak tumbuh berperilaku agresif [12].

Anak yang memasuki usia remaja atau sedang pada masa itu akan mudah merasa tak diinginkan oleh orang tuanya saat orang tua memilih melakukan hal lain daripada memerhatikannya.

Emosi anak pun akhirnya akan terpengaruh secara negatif karena tak memperoleh rasa kasih sayang dan perhatian cukup dari kedua orang tua.

6. Faktor Pubertas

Anak beranjak remaja atau masa pubertas seringkali menjadi faktor utama dibalik anak menjadi mudah marah dan bahkan berperilaku kasar [13].

Perubahan fisik dan hormon adalah alasan mengapa remaja memiliki emosi yang labil sehingga salah satu tandanya adalah mudah marah [13].

Bahkan sang anak sendiri umumnya tak terlalu memahami dirinya sendiri karena perubahan tersebut pun membuatnya tak nyaman.

Hanya saja, emosi dalam masa pubertas tak jarang sulit untuk dikendalikan, terutama bila anak tak memperoleh perhatian cukup dari orang tua.

Di masa pubertas, perubahan fisik, emosi dan hormon diikuti juga dengan perubahan hubungan dengan orang tua [1,2,3,13].

Pendampingan dan perhatian orang tua sangat vital bagi masa remaja anak supaya tidak salah jalan dan anak mampu menemukan jati dirinya.

Orang tua yang memosisikan diri mereka sebagai teman anak mereka jauh lebih baik dalam membangun hubungan dengan anak.

7. Pertengkaran Orang Tua

Interaksi antar anggota keluarga yang tidak terlalu harmonis juga dapat menjadi faktor utama dibalik pertumbuhan emosi anak yang kurang baik [1,2,14].

Orang tua adalah teladan bagi anak, namun jika orang tua tidak akur dan lebih sering bertengkar, hal ini turut memengaruhi emosi anak secara negatif [1,2,14].

Sekalipun orang tua tidak berinteraksi secara negatif dengan anak, lingkungan penuh pertengkaran, perilaku kasar dan amarah akan berpengaruh pada anak [1,2,14].

8. Perlakuan Tak Menyenangkan

Baik oleh orang tuanya sendiri maupun lingkungan di sekolah dan tempat lain, perlakuan tidak adil mampu menjadikan anak berperilaku agresif.

Orang tua, pengasuh, atau guru yang menganiaya anak baik secara fisik maupun verbal, mengabaikan, meremehkan, menolak kehadirannya hingga sering mengritik apapun yang anak lakukan bisa membuat anak beremosi negatif [1,2,15].

Tidak hanya orang dewasa, teman sepergaulan atau sebaya yang memperlakukannya dengan kasar seperti merundung (fisik maupun verbal), mengucilkan, dan juga mengacuhkannya akan memengaruhi emosi anak secara negatif [1,3].

Anak akan merasa dirinya buruk, tidak dicintai, dan tidak diinginkan oleh siapapun [2].

Citra diri negatif pun mulai timbul karena interaksi yang tidak baik antara dirinya dengan orang-orang di sekitarnya [2].

Karena merasa disakiti, anak dapat menjadi lebih pendiam dan tertutup atau justru mengekspresikan emosinya dengan kemarahan dan perilaku kasar [2].

9. Reaksi Emosional Orang Tua

Anak-anak yang masih kecil, terutama yang tidak sabaran dapat mudah marah ketika bereaksi terhadap hal yang tak seperti diharapkannya [2,16].

Namun bila orang tua justru merespon kemarahan anak dengan kemarahan juga, hal ini adalah salah satu faktor besar yang mendasari anak tumbuh dengan perilaku membangkang [2,16].

Anak akan cenderung mudah marah, melawan, dan kasar terhadap orang tua maupun orang-orang di sekitar mereka [2,16].

10. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua yang terlalu otoriter, protektif berlebihan dan cenderung mengontrol anak sejak balita mampu membuat anak tumbuh dengan kemarahan dan perilaku kasar [1,2,17].

Saat anak mulai tumbuh semakin besar, pola asuh mengekang dan terlalu membatasi anak bisa menjadi penyebab remaja tidak betah di rumah [1,2,17].

Untuk tipe pola asuh seperti ini, ketika anak mengatakan secara terbuka tentang perasaannya, biasanya orang tua tidak merespon dengan baik [1,2,17].

Namun saat anak mulai memrotes atau membangkang, perilaku mengontrol pada orang tua pun akan meningkat [1,2,18].

Hal ini kemudian menjadi pemicu siklus paksaan terhadap anak yang tidak baik bagi perkembangan emosionalnya [1,2,18].

Bagaimana cara membantu anak mengatasi sifat pemarah dan perilaku kasarnya?

Jika orang tua mengetahui bahwa terdapat salah satu dari faktor penyebab anak kasar dan pemarah seperti di atas, orang tua dapat segera membantu anak agar merasa lebih baik.

Bila memang diperlukan, menemui ahli kesehatan mental profesional seperti psikiater akan sangat membantu.

Dengan bantuan tenaga profesional, orang tua dapat memahami sekaligus mengatasi penyebab dibalik sifat dan perilaku anak tersebut.

Tenaga profesional juga akan membantu orang tua dalam mengendalikan kemarahan dan perilaku kasar anak.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment