Secara umum, kebanyakan dari perempuan menganggap bahwa semua tanda-tanda menjelang menstruasi seperti kram, pegal-pegal, dan perubahan mood sebagai PMS atau premenstrual syndrome. Padahal, perubahan kondisi tubuh mendekati waktu haid bisa dibagi menjadi dua, yaitu PMS dan dismenore.
Lalu, apa perbedaan diantara keduanya?
Daftar isi
Pengertian PMS (Premenstrual Syndrome)
PMS adalah suatu kelompok gejala yang timbul dalam fase luteal siklus menstruasi, yaitu antara 2 hingga 12 hari menjelang terjadinya haid, dan akan hilang dalam 24 jam pertama sejak keluarnya darah mens. [1, 4]
Gejala-gejala PMS bisa berbeda serta beragam intensitas dan durasinya. Sekitar 70 hingga 90% wanita yang mengalami menstruasi mendapatkan gejala PMS yang berulang, dengan 20 hingga 40% dari mereka mengalami keluhan yang cukup berat. [4]
PMS disebabkan oleh fluktuasi atau berubahnya kadar hormon dalam tubuh. Fluktuasi hormon ini, bersama dengan faktor-faktor lainnya seperti gaya hidup dan kondisi kesehatan secara umum, bisa menyebabkan timbulnya gejala-gejala seperti kelelahan, sensitif, keinginan untuk menyantap makanan tertentu, payudara terasa kencang, rasa nyeri di seputar pinggul, kembung, dan kecemasan hingga mood swing. [1, 4]
Pengertian Dismenore
Sementara itu, dismenore (dysmenorrhea) merujuk pada rasa nyeri yang intens dan kram yang dialami oleh wanita menjelang, selama, dan setelah menstruasi.
Dismenore biasanya terjadi dua hari menjelang hari pertama haid. Gejala-gejala dan keluhan akan hilang dalam dua hingga empat hari setelah hari pertama haid, atau pada beberapa wanita bisa berlangsung terus hingga hari terakhir.
Tingkat keparahan dismenore bisa berbeda pada tiap wanita, sekitar 40-80% mengalami gejala ringan hingga sedang, sementara 5-10% merasakan nyeri yang sangat berat hingga membuat mereka tidak bisa beraktivitas seperti biasa. [4]
Dismenore terbagi menjadi primer dan sekunder: [ 2, 3, 4]
- Dismenore primer biasanya mulai muncul dalam 1 hingga 3 tahun setelah haid pertama terjadi dan gejalanya akan meningkat hingga pertengahan usia 30an, kemudian menghilang secara bertahap. Biasanya, rasa nyerinya tajam, hilang dan timbul, berpusat di bagian atas pubis dan menyebar ke bagian belakang dan paha. Efek samping dismenore primer termasuk sakit kepala, berkunang-kunang, mual, muntah, diare, dan/atau sakit di sekujur kaki. Dismenore primer adalah masalah yang sangat umum terjadi pada wanita.
- Dismenore sekunder menandakan adanya kondisi patologis seperti endometriosis, polip endometrium, adenomyosis, fibroid, atau radang panggul. Gejalanya berupa nyeri di perut bagian bawah yang konstan, tumpul, dan menyebar. Dismenore sekunder juga bisa mempengaruhi siklus menstruasi.
Hubungan Antara PMS dengan Dismenore
Beberapa gejala spesifik yang dilaporkan terjadi pada fase PMS dengan yang terjadi pada fase menstruasi memang ada yang berhubungan. Hal ini bisa dikarenakan beberapa wanita cenderung mengalami gejala-gejala PMS yang terus berlanjut hingga hari kedua menstruasi.
Penjelasan lainnya adalah, beberapa gejala umum seperti nyeri dan pegal, kecemasan, atau kelelahan bisa terjadi baik pada PMS ataupun dismenore, meskipun penyebabnya berbeda.
Kedua hal tersebut diatas kemudian, bagi kalangan umum, akan dirasa sebagai gejala-gejala dari kondisi yang sama, yaitu PMS. Ini karena istilah dismenore kurang dikenal secara luas.
Perbedaan Antara PMS dan Dismenore
Berikut adalah beberapa poin paling jelas mengenai perbedaan diantara kedua kondisi yang berhubungan dengan menstruasi ini: [1, 2, 3, 4]
- PMS adalah kombinasi dari faktor emosional dan fisikal yang dialami wanita menjelang terjadinya menstruasi, sementara dismenore adalah nyeri yang bersifat fisikal serta kram yang disebabkan oleh reaksi tubuh atas terjadinya menstruasi.
- PMS disebabkan oleh perubahan kadar hormon dalam tubuh menjelang haid, sementara dismenore terjadi karena sebab-sebab fisik dan bisa menjadi indikasi adanya kondisi patologis seperti endometriosis, radang panggul, dan lainnya.
- Gejala-gejala PMS akan hilang ketika haid dimulai, sementara dismenore bisa terus berlangsung hingga akhir masa haid bahkan sesudahnya. Jika termasuk pada dismenore sekunder, biasanya rasa sakitnya malah akan semakin meningkat ketika haid dimulai.
- PMS menyebabkan perubahan yang cenderung bersifat emosional seperti mood swing, kecemasan, lebih sensitif dan mudah marah, dan bila berhubungan dengan fisik maka akan berupa rasa kencang pada payudara atau kembung. Sementara dismenore menyebabkan keluhan yang bersifat fisik, seperti kram yang rasa nyerinya tajam, hilang dan timbul serta berpusat di bagian atas pubis yang kemudian menyebar ke bagian belakang dan paha.
- PMS biasanya bersifat ringan, sementara dismenore bisa sangat menyakitkan hingga membuat wanita yang mengalaminya tidak bisa beraktivitas seperti biasa.
Data menyebutkan bahwa wanita yang mengalami obesitas dengan gaya hidup yang kurang gerak memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami dismenore. Sebagai perbandingannya, riset menunjukkan bahwa perbaikan asupan nutrisi dan kebiasaan berolahraga bisa mengurangi tingkat keparahan dan/atau timbulnya PMS. [4]
Perbaikan terjadi pada beberapa wanita yang gejala-gejala PMS-nya termasuk kecemasan, edema atau pembengkakan yang sering terjadi pada kaki, atau mengidam makanan tertentu. Namun, wanita-wanita yang sama ini tidak mengalami perbaikan pada sisi dismenore meskipun telah mengubah gaya hidup.
Studi ini memperkuat indikasi bahwa PMS dan dismenore adalah dua hal yang berbeda, meskipun karakteristik personal dan gejala-gejalanya mungkin sama.