Tes mononucleosis spot (monospot) adalah tes darah yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi virus Epstein-Barr, yang juga dikenal sebagai human herpesvirus4, salah satu anggota keluarga virus herpes penyebab penyakit menular mononucleosis (mono). [1, 3]
Daftar isi
Fungsi Tes Monospot
Tes monospot digunakan untuk mendeteksi keberadaan protein di dalam darah yang disebut antibodi heterophile yang dihasilkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respon atas terjadinya infeksi virus Epstein-Barr (EBV), penyebab mono paling umum. [1, 2, 3, 4, 5]
Mono adalah penyakit menular dan EBV dalah penyebab paling umum dari penyakit ini, walaupun beberapa jenis virus lain juga bisa menjadi penyebabnya. [4]
Tes monospot biasanya dilakukan bersama dengan hitung darah lengkap (HDL). HDL digunakan untuk menentukan apakah jumlah sel darah putih naik dan apakah sejumlah limfosit reaktif ada dalam darah. Infeksi mono ditandai oleh munculnya sel darah putih dalam jumlah yang tidak wajar. [2]
Jika tes monospot awal hasilnya negatif tetapi dokter masih mencurigai adanya infeksi mono, maka tes mungkin akan diulang seminggu kemudian untuk melihat apakah antibodi sudah terbentuk. Jika kemudian hasilnya masih negatif, maka tes antibodi khusus untuk EBV mungkin juga dibutuhkan untuk memastikan benar ada atau tidaknya infeksi EBV.
Siapa yang Membutuhkan Tes Monospot?
Tes monospot biasanya dilakukan jika pasien, terutama remaja atau dewasa muda, mengalami gejala-gejala yang dicurigai sebagai infeksi mononucleosis. Tanda-tanda penyakit ini kadang bisa tertukar dengan selesma atau flu, termasuk: [2, 3]
- Demam
- Sakit kepala
- Sakit tenggorokan
- Pembengkakan kelenjar di leher dan/atau ketiak
- Kelelahan atau rasa lemas yang sangat
Beberapa orang juga mungkin mengalami beberapa gejala tambahan seperti:
- Sakit perut
- Pembengkakan hati dan/atau limpa
- Bercak-bercak merah di kulit
- Jaundice (kulit menguning)
Jika gejala-gejala diatas berlangsung seminggu atau lebih, maka ini bisa jadi infeksi mono, dan dokter akan meminta pasien untuk melakukan tes monospot.
Infeksi mono adalah penyakit yang sangat umum di seluruh dunia. Hampir 90 hingga 95 persen populasi orang dewasa pernah mengalami infeksi ini pada satu waktu dalam hidupnya. Penyakit ini tidak membahayakan nyawa, namun gejala-gejalanya bisa mengganggu aktivitas harian pasien. [1]
Langkah-Langkah Tes Monospot
Tes ini paling sering dilakukan begitu pasien sudah mengalami gejala, biasanya 4 hingga 6 minggu setelah terpapar virus. Seperti kebanyakan tes darah, prosedur ini dilakukan oleh tenaga kesehatan yang akan mengambil sampel darah dari pembuluh darah, biasanya di bagian dalam siku atau punggung tangan. Namun, kadang-kadang bisa juga melalui tusuk jari. [1, 3, 5]
Persiapan
Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan pasien sebelum melakukan tes.
Namun, pasien bisa berkonsultasi bila merasa khawatir mengenai pelaksanaan tes, risikonya, atau apa yang bisa diharapkan dari hasil tesnya nanti. [5]
Pengambilan sampel darah
Bila sampel diambil dari ujung jari, maka: [1, 3, 5]
- Tangan pasien akan dibersihkan dengan sabun dan air hangat atau swab alkohol
- Kemudian tangan akan dipijat tanpa menyentuh bagian yang akan ditusuk
- Bagian samping jari tengah atau jari manis ajan ditusuk menggunakan alat kecil yang disebut lancet
- Tetes darah pertama yang keluar akan dilap
- Sebuah tabung kecil yang disebut tabung kapiler akan diletakkan di bagian yang ditusuk tadi, kemudian darah akan diteteskan ke dalamnya
- Perban atau kapas akan diletakkan di bekas tusukan setelah tabung diambil
- Perban atau kapas tadi akan ditekan, kemudian dibalut
Bila sampel diambil dari pembuluh darah: [1, 3, 5]
- Lengan bagian atas pasien akan diikat untuk menghentikan alirah darah. Ini dilakukan untuk membuat pembuluh darah di lengan bawah membesar sehingga lebih mudah untuk dimasuki jarum
- Bagian yang akan ditusuk dibersihkan dengan alkohol
- Jarum dimasukkkan ke pembuluh darah
- Tabung akan dipasang ke jarum untuk menampung darah
- Jarum dan ikatan akan dilepas bila jumlah sampel darahyang diambil sudah cukup
- Perban akan diletakkan di bagian bekas tusukan jarum
- Perban akan ditekan, kemudian dibalut
Sampel darah kemudian akan diperiksa, dan hasil tes biasanya keluar dalam 5 hingga 10 menit.
Hasil Tes
Hasil positif berarti antibodi yang bertugas menyerang virus Epstein-Barr terdeteksi dalam darah, dan pasien kemungkinan besar mengalami infeksi mono.
Pada kasus yang jarang, tes mungkin menunjukkan adanya antibodi meskipun pasien tidak terinfeksi. Hal ini bisa terjadi terutama bila pasien memiliki hepatitis, leukemia, rubella, atau penyakit menular lainnya serta beberapa jenis kanker. [1, 2]
Jika hasil tes negatif, maka interpretasi harus dilakukan dengan lebih hati-hati: [1, 2]
- Jika gejala dan limfosit reaktif ada tetapi hasil tes monospot negatif, maka mungkin masih terlalu awal untuk mendeteksi keberadaan antibodi heterophile. Tes mungkin akan diulang satu atau dua minggu kemudian dan/atau tes khusus untuk antibodi EBV akan dilakukan untuk membantu mengkonfirmasi terjadi atau tidaknya infeksi mononucleosis.
- Kebanyakan bayi dan anak-anak tidak akan menghasilkan antibodi heterophile, sehingga tes monospot mereka akan menunjukkan hasil negatif meskipun mereka terinfeksi EBV. Namun, populasi ini jarang dites karena biasanya tidak mengalami gejala infeksi mono.
- Pasien yang hasil tes monospotnya negatif mungkin terinfeksi mikroorganisme lain yang menyebabkan gejala yang mirip, seperti cytomegalovirus (CMV) atau toxoplasmosis. Jika infeksi terjadi saat masa kehamilan, maka penting untuk menentukan apa penyebab timbulnya gejala karena bisa menyebabkan cedera pada janin.
Hal-Hal yang Bisa Mempengaruhi Hasil Tes
Ada beberapa hal yang bisa mempengaruhi hasil tes monospot serta menyebabkan menurunnya tingkat sensitivitas dan spesifitas.
Berhubungan dengan sensitivitas tes, ada banyak faktor yang berkontribusi dalam menyebabkan tingginya hasil tes negatif. Yang pertama adalah usia pasien. Anak-anak berusia 4 tahun atau lebih muda akan mendapatkan hasil tes negatif yang salah (false negative) dengan angka yang sangat tinggi bila dibandngkan dengan tes antibodi khusus EBV. [3]
Alasan mengapa hasil tes pasien tidak bisa membantu pemeriksaan termasuk: [5]
- Melakukan tes antibodi EBV terlalu awal setelah terinfeksi. Ini bisa menyebabkan hasil negatif yang salah. Jika tes pertama tidak mengindikasikan terjadinya infeksi mono namun pasien masih menunjukkkan gejala, maka tes mungkin akan diulang.
- Ada infeksi lain dalam tubuh yang gejala-gejalanya mirip dengan mono.
- Kekebalan tubuh rendah.
Risiko dan Komplikasi yang Mungkin Terjadi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat tes monospot sangat jarang terjadi. Karena tes membutuhkan sampel darah, maka komplikasi yang umumnya terjadi berhubungan dengan rasa sakit atau memar di bagian masuknya jarum.
Pada kasus yang amat sangat jarang, infeksi bisa terjadi.
Pada kasus pengambilan darah melalui pembuluh darah, thrombophlebitis mungkin terjadi yang ditandai dengan pendarahan di bagian masuknya jarum atau pembuluh darah mengalami pembengkakan. [3, 5]