Waspadai ! 8 Bahaya Obesitas Pada Ibu Hamil

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Mengandung merupakan dambaan hampir setiap wanita yang telah menikah. Bukan hanya asal mengandung, namun juga mengandung dengan sehat. Artinya dalam semua sisi, baik sang ibu maupun janin, berstatus sehat dan perkembangannya baik. Akan tetapi, ada pula salah satu masalah pada ibu hamil yang sulit untuk dihindari[1].

Masalah tersebut adalah obesitas, baik obesitas pada ibu sebelum mengandung maupun obesitas karena kenaikan berat badan ibu selama mengandung. Apabila ibu hamil mengalami obesitas, tentu saja ada konsekuensi atau bahaya tersendiri, baik untuk ibu maupun janin. Berikut adalah beberapa bahaya obesitas pada ibu hamil [2].

1. Keguguran

Keguguran adalah suatu kondisi di mana janin tiba-tiba hilang atau gugur yang bisa disebabkan oleh banyak faktor, termasuk berat badan sang ibu. Keguguran ini biasanya terjadi pada kandungan dengan usia janin di bawah 20 minggu. Tanda-tanda keguguran sangat beragam dan sering pula disalahartikan sebagai komplikasi kehamilan biasa. Namun, biasanya, sang ibu akan merasakan keram pada panggul dan perut, dengan atau tanpa pendarahan [3].

Perawatan terhadap keguguran terdiri dari perawatan dengan obat-obatan maupun tindakan operasi. Perawatan dengan obat-obatan dapat dilakukan dengan syarat tidak ada kontraindikasi pada sang ibu, seperti anemia, pendarahan, maupun infeksi[3].

Tenaga medis mungkin saja akan memberikan Misoprostol yang harus dikonsumsi sekali atau dua kali dalam sehari. Obat ini digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa kehamilan pada rahim. Biasanya, sisa-sisa kehamilan tersebut dapat keluar dari tubuh sang ibu dalam waktu tiga hari dan tidak memerlukan tindakan kuretase [3].

Operasi merupakan alternatif lain bagi ibu yang keguguran dengan kondisi yang lebih parah, misalnya ada pendarahan atau infeksi. Begitu pula dengan ibu dengan kondisi medis seperti anemia dan penyakit kardiovaskular. Operasi ini disebut dengan kuretase dan keberhasilan operasi ini mencapai 99% [3].

2. Diabetes selama kehamilan

Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh manusia tidak bisa mengubah gula dan pati menjadi energi. Hal ini disebabkan karena tubuh tidak memproduksi insulin atau memproduksi insulin dengan jumlah yang terlampau sedikit. Akibatnya, gula tersebut menjadi menumpuk di dalam darah [4].

Ada 3 jenis diabetes yang umum dialami [4]:

Diabetes selama kehamilan biasanya terjadi pada ibu yang sebelumnya tidak menderita diabetes. Diabetes yang terjadi selama kehamilan ini tentu saja akan mempengaruhi kesehatan ibu dan perkembangan bayi dalam kandungan. Apabila tidak ditangani dengan benar, bayi akan mengalami cacat lahir [4].

Penanganan dan perawatan untuk ibu dengan diabetes selama kehamilan sebenarnya cukup mudah. Biasanya, diabetes tipe ini dapat ditangani dengan cara makan makanan yang sehat serta berolahraga rutin. Namun, terkadang sang ibu juga perlu mendapatkan suntikan insulin [4].

Ada 2 kemungkin yang dapat terjadi setelah bayi tersebut lahir. Diabetes ini akan sembuh dengan sendirinya atau dapat pula berubah menjadi diabetes tipe 2. Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian ibu. Ibu dianjurkan untuk tetap menjalani pola hidup sehat, makan makanan yang baik, dan rutin berolahraga walaupun sudah didiagnosa sembuh dari diabetes tersebut. Perlu juga untuk rutin memeriksakan kadar gula dalam darah setiap 1 – 3 tahun sekali untuk mencegah terjadinya diabetes tipe 2 [4].

3. Janin terlalu besar

Janin yang terlalu besar biasanya disebabkan oleh ibu yang menderita diabetes atau adanya kesalahan penanggalan kehamilan. Ukuran janin ini dapat dideteksi melalui kunjungan rutin ke dokter kandungan. Namun, biasanya ukuran janin yang besar belum bisa diketahui apabila usia janin kurang dari 20 minggu. Apabila ukunan janin terlalu besar, tentu saja dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangannya. Ketika dilahirkan, janin atau bayi tersebut akan mengalami kelambatan perkembangan, tumor, dll [5].

Janin yang berukuran besar dapat pula mengalami bermacam-macam sindrom. Sindrom yang paling umum terjadi adalah sindrom Beckwith-Wiedemann (BWS). Janin atau bayi dengan BWS mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita tumor Wilm, hepatoblastoma, neuroblastoma, rhabdomyosarcoma, dan adrenocortical carcinoma. Sangat penting bagi sang bayi untuk melakukan screening di bagian perut secara rutin setiap 3 bulan sekali sampai usianya mencapai 8 tahun. Selain itu, pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi, tingkat alphafetoprotein (AFP) dalam tubuh juga harus diperiksa secara rutin [5].

4. Tekanan darah tinggi dan pre-eklampsia

Ibu hamil yang obesitas beresiko pula mengalami tekanan darah tinggi dan pre-eklampsia selama kehamilan. Belum lagi apabila ibu juga menderita diabetes, resiko penyakit ini pun akan semakin meningkat. Tekanan darah tinggi dan pre-eklampsia intinya hampir sama, yaitu adanya kenaikan tekanan darah ibu setelah usia janin mencapai 20 minggu. Bedanya, tekanan darah tinggi biasanya tidak terlalu membahayakan ibu dan bayi, dan akan sembuh dengan sendirinya setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pre-eklampsia dapat bertahan hingga pasca melahirkan, serta dapat mempengaruhi kondisi kesehatan hati, ginjal, otak dan sistem peredaran darah sang ibu [8].

Selain itu, pre-eklampsia juga dapat menyebabkan [8]:

  • plasenta terpisah dari uterus
  • pertumbuhan janin yang buruk
  • kelahiran prematur
  • bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang
  • bayi meninggal dalam kandungan
  • resiko penyakit jantung bagi ibu
  • eklampsia
  • Hellp sindrom

5. Resiko operasi caesar semakin besar

Operasi caesar adalah sebuah tindakan medis untuk mengeluarkan bayi dalam kandungan dengan cara membuat sayatan pada bagian perut dan rahim sang ibu. Operasi caesar biasanya dilakukan hanya apabila tindakan inilah satu-satunya pilihan yang paling baik untuk ibu dan bayi. Sebab-sebab dilakukannya operasi caesar antara lain [6]:

  • posisi bayi sungsang
  • terjadi kondisi placenta praevia
  • ibu mengalami tekanan darah tinggi (pre-eklampsia)
  • ibu mengalami infeksi
  • bayi kehabisan oksigen dan tidak mempunyai nutrisi yang cukup
  • proses kelahiran vaginal tidak lancar
  • terjadi pendarahan pada ibu

Selain meningkatkan resiko diabetes dan pre-eklampsia selama kehamilan, ibu yang obesitas juga berresiko mendapatkan tindakan operasi caesar ketika akan melahirkan. Sebuah studi bahkan menunjukkan bahwa obesitas meningkatkan resiko tindakan operasi caesar hingga mencapai 47.4%. Disebutkan pula bahwa tenaga medis akan mengalami kesulitas dalam hal pembedahan dan anestesi kepada ibu yang obesitas [7].

6. Penggumpalan darah

Penggumpalan darah merupakan suatu kondisi yang mengancam ibu hamil, terutama ketika adanya kenaikan berat badan saat hamil, saat melahirkan dan pada 3 bulan sesudah melahirkan. Apalagi, kenyataannya, ibu hamil memiliki resiko penggumpalan darah 5 kali lebih besar daripada wanita yang tidak sedang hamil[9].

Biasanya, penggumpalan darah ini terjadi pada betis, panggul atau lengan. Ketika penggumpalan ini tidak segera teratasi, maka darah akan tidak bisa mengalir sampai ke paru-paru dan ini akan sangat membahayakan nyawa ibu. Selain kehamilan, faktor-faktor berikut juga dapat menjadi penyebab terjadinya penggumpalan darah [9]:

  • mempunyai riwayat keluarga dengan kondisi penggumpalan darah
  • melahirkan dengan tindakan operasi caesar
  • jarang menggerakkan anggota tubuh
  • adanya komplikasi saat kehamilan maupun kelahiran
  • adanya kondisi medis lain, seperti diabetes

7. Kesulitan menyusui

Ibu yang sedang menyusui dengan berat badan berlebih atau obesitas akan mengalami kesulitan dalam proses menyusui. Biasanya, ibu menyusui yang obesitas akan hanya dapat menyusui bayinya dalam waktu 1 minggu – 4 bulan saja (berdasarkan penelitian dari LSE dan Universitas Auckland) [10].

Sebuah studi lain juga menyatakan bahwa ASI dari ibu yang obesitas mengandung leptin dan insulin yang lebih tinggi. Hal ini akan berpengaruh pada keterlambatan pertumbuhan bayi pada usia 6 bulan. Tubuh si bayi juga akan menjadi lebih kecil daripada bayi dengan usia yang sama [11].

8. Depresi

Masalah kesehatan selanjutnya yang bisa saja terjadi pada ibu yang mengalami obesitas adalah depresi. Depresi yang dialami dikenal dengan sebutan postpartum depression atau depresi pasca melahirkan. Setidaknya, 1 dari 9 ibu akan mengalami depresi pasca melahirkan. Depresi ini dapat dialami ibu selama 2 minggu atau lebih dengan ciri-ciri atau tanda-tanda sebagai berikut [12]:

  • suasana hati yang tertekan
  • anhedonia
  • perubahan nafsu makan
  • perubahan pola tidur
  • lemas atau tidak bertenaga
  • merasa bersalah atau tidak berharga
  • kesulitan berkonsentrasi
  • adanya gejala psikomotor
  • terlintas untuk bunuh diri

Cara mengurangi resiko bahaya obesitas pada masa kehamilan

Kenaikan berat badan selama kehamilan memang suatu keharusan. Namun tetap ada batas normalnya. Pastikan untuk selalu memantau kesehatan dan berat badan ibu dan bayi. Ketika ibu mengalami obesitas pada saat kehamilan, sangat tidak dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Yang harus dilakukan adalah rutin memeriksakan kandungan setiap bulannya agar tenaga kesehatan dapat membantu ibu untuk menghadapi masalah yang akan dialami [2].

Yang tidak kalah penting, ibu hamil harus sangat menjaga pola makan sehat dan berolahraga setiap hari. Apabila diperlukan, dapat juga mengunjungi ahli gizi untuk meminta saran dan panduan akan diet ibu. Olahraga yang paling baik untuk ibu hamil yang obesitas adalah berjalan atau berenang, namun harus tetap berkonsultasi terlebih dahulu dengan tenaga kesehatan [2].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment