Benarkah Kurang Tidur Tingkatkan Risiko Demensia? Ini Faktanya

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Demensia adalah sebuah kondisi penyakit yang umumnya terjadi pada orang-orang lansia di mana daya ingat dan kemampuan berpikir mengalami penurunan [1].

Hal tersebut kemudian membuat aktivitas sehari-hari penderita menjadi terhambat karena tidak lagi bisa secara normal bersosialisasi [1].

Demensia vaskular adalah salah satu jenis demensia yang disebabkan oleh serangan stroke berulang kali sehingga kondisi ini berkaitan dengan pembuluh darah otak yang terganggu [1].

Meski demikian, terdapat faktor lain yang mampu menjadi penyebab atau peningkat risiko demensia, yakni [1] :

  • Tumor otak
  • Kelainan metabolisme
  • Efek penggunaan obat pereda nyeri dan obat penenang
  • Keracunan
  • Kebiasaan merokok
  • Pola diet tidak sehat (makan makanan tidak sehat, minum minuman beralkohol hingga kecanduan, dan jarang melakukan olahraga)
  • Pertambahan usia
  • Riwayat kesehatan anggota keluarga mengidap demensia

Meski faktor-faktor tersebut menjadi kondisi umum yang mendasari timbul serta berkembangnya demensia, kurang tidur disebut-sebut sebagai alasan lain penyebab demensia.

Benarkah kurang tidur tingkatkan risiko demensia?

Benar, sebab walaupun gejalanya tidak langsung nampak, gangguan tidur terus-menerus yang menurunkan kualitas tidur dapat menyebabkan demensia berkembang tanpa disadari [2,3].

Gejala demensia bisa baru dirasakan justru bertahun-tahun kemudian [2,3].

Para ahli sendiri belum terlalu yakin mana yang timbul lebih dulu antara gangguan dan kurang tidur dengan demensia karena keduanya saling memengaruhi [2].

Kurang tidur pada dasarnya disebabkan oleh jenis gangguan tidur tertentu; dan berikut ini adalah beberapa gangguan yang dimaksud dan berkaitan erat dengan demensia [2].

  • Gangguan Ritme Sirkadian

Ketika siklus tidur dan bangun tidak normal, hal ini bisa meningkatkan risiko demensia [ [2,4].

Pada orang-orang dengan gangguan ritme sirkadian, mereka akan merasa mengantuk justru di siang hari [2,4].

Saat malam hari, penderita justru merasa segar bugar, kebalikan dengan kondisi tubuh siang hari [2,4].

  • Gangguan Perilaku REM

Pada saat masuk fase tidur REM (Rapid Eye Movement) atau tidur bermimpi, normalnya tubuh tidak merasakan apapun atau “lumpuh” [5].

Namun ketika terjadi gangguan, otot tubuh akan bergerak yang seringkali bisa membuat seseorang terbangun [2,5].

Demensia dan penyakit Parkinson sangat berkaitan dengan kondisi gangguan perilaku REM ini [2].

Risiko demensia semakin tinggi apabila seseorang mengalami sleep apnea obstruktif, yakni gangguan pernafasan pada saat tidur [2,6].

Penderita sleep apnea obstruktif akan mengalami henti nafas sementara namun sering ketika tidur [6].

Otak tidak secara maksimal mendapatkan oksigen ketika pernafasan tidak lancar saat tidur, hal ini kemudian berdampak pada kesehatan [6].

Kurang tidur terus-menerus ditambah dengan otak yang tidak memperoleh cukup udara akan membuat kemampuan berkonsentrasi dan membuat keputusan menurun [2,6].

Risiko demensia pun semakin besar walaupun usia masih tergolong muda [2].

Gerakan motorik juga akan terpengaruh menjadi lebih lambat sekalipun saat melakukan aktivitas sederhana sehari-hari [2].

Tekanan darah tinggi, diabetes dan stroke adalah risiko kesehatan selain demensia yang bisa terjadi ketika seseorang memiliki kondisi sleep apnea tanpa segera ditangani [6].

  • Insomnia

Penyebab kurang tidur lainnya adalah insomnia, yakni kondisi sulit tidur di malam hari sehingga kualitas tidur menurun [7].

Ketika dibiarkan terus-menerus, gejala penyakit Alzheimer, termasuk demensia akan berkembang tanpa disadari [2,7].

Jika seseorang memeriksakan diri ke dokter dan didiagnosa dengan insomnia primer, risiko penyakit Alzheimer sebelum mencapai usia 40 tahun tergolong tinggi [2].

Cara Mengatasi Kurang Tidur Agar Mengurangi Risiko Demensia

Untuk mencegah atau setidaknya memperlambat perkembangan demensia, penting untuk mengatasi lebih dulu penyebabnya, yakni kurang tidur [8].

Untuk menangani kurang tidur, berikut ini adalah beberapa rekomendasi upaya yang bisa coba dilakukan [8].

  • Membuat jadwal tidur, sebab jadwal tidur tetap dan mengikutinya secara konsisten akan membantu agar jam tidur kembali normal; hal ini berlaku bagi gangguan ritme sirkadian dan insomnia.
  • Matikan ponsel pintar, komputer, televisi, dan barang elektronik lainnya yang sekiranya mampu mendistraksi waktu tidur.
  • Menyamarkan suara bising (jika tempat tinggal ada di lingkungan yang cukup ramai) dengan menyalakan humidifier atau kipas angin.
  • Menggunakan bantal dan kasur yang nyaman supaya tidur lebih cepat, mudah dan nyenyak.
  • Menjaga temperatur ruang tidur tetap adem (tidak terlalu dingin maupun tidak terlalu panas).
  • Melakukan aktivitas sebelum tidur yang menenangkan pikiran dan tubuh, seperti membaca, berendam air hangat, meditasi, atau peregangan tubuh.
  • Menghindari konsumsi minuman beralkohol sebelum tidur.
  • Menghindari konsumsi kopi, teh atau minuman berkafein lainnya setelah siang atau sore.
  • Melakukan olahraga secara rutin, setidaknya 20-30 menit setiap hari atau 3 kali dalam seminggu apabila tidak bisa melakukan setiap hari.
  • Berjemur pagi di bawah sinar matahari untuk mendapatkan vitamin D; sebab vitamin D adalah asupan penting bagi tubuh agar terhindar dari stres maupun depresi di mana kedua faktor ini sering berada dibalik kurangnya tidur seseorang.
  • Menghindari konsumsi  minuman soda, makanan asam, makanan pedas, makanan berlemak, dan makanan berat sebelum tidur agar pencernaan tidak diberatkan dengan proses pencernaan saat sudah waktunya tidur.

Bila cara-cara tersebut tidak juga mempan dalam meningkatkan kualitas tidur, segera ke dokter untuk berkonsultasi lebih lanjut.

Temui dokter apabila sering terbangun setiap malam, sulit terlelap, nafas terhenti, dan merasa kelelahan sekalipun sudah tidur cukup.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment