Daftar isi
Apa Itu Gangguan Konversi?
Gangguan konversi merupakan sebuah kondisi ketika fungsi sistem saraf terganggu namun bukan karena penyakit saraf atau penyakit lainnya [1,3,4,5,7,11,12].
Gangguan konversi berkaitan dengan tekanan emosional dan mental sehingga kemudian berakibat pada timbulnya gejala fisik tanpa adanya gangguan kondisi fisik yang benar-benar terjadi.
Pada gangguan konversi, penderita sulit dalam mengendalikan respon fisiknya, seperti halnya paralisis atau kelumpuhan pada kaki atau lengan maupun terjadinya tremor [1,3].
Kondisi-kondisi ini terjadi sebagai respon terhadap kejadian traumatis ataupun stres yang dialami.
Gejala fisik yang dimaksud bukanlah berupa luka ataupun keluhan yang begitu nampak secara fisik, melainkan gejala yang kelihatan secara fisik akibat trauma emosional maupun tekanan berat.
Tinjauan Gangguan konversi merupakan gangguan pada sistem saraf yang berakibat pada timbulnya gejala fisik namun bukan disebabkan oleh penyakit saraf atau penyakit medis lainnya.
Fakta Tentang Gangguan Konversi
- Prevalensi kasus gangguan konversi secara global diketahui sekitar 4-12 per 100.000 setiap tahun, tergantung dari faktor geografis [1].
- Terdapat sekitar 5,6% kasus gangguan konversi yang dijumpai pada 3.781 pasien neurologi rawat jalan menurut laporan hasil The Scottish Neurologic Symptoms Study [1].
- Terdapat sekitar 4% kasus gejala gangguan konversi konsisten yang dijumpai pada 7.836 pasien neurologi rawat jalan dari hasil data analisis yang dilakukan oleh Perkin [1].
- Risiko gangguan konversi lebih tinggi terjadi pada wanita dewasa daripada pria dewasa dengan perbandingan 2:1 hingga 10:1 [1].
- Gangguan konversi jauh lebih rentan dialami oleh orang-orang dengan kelas sosial ekonomi yang rendah, hal ini juga ditambah dengan tingkat edukasi yang rendah [1].
- Ras tidak termasuk sebagai faktor yang mampu meningkatkan risiko gangguan konversi [1].
- Usia remaja jauh lebih berpotensi mengalami gangguan konversi daripada anak-anak; kasus gangguan konversi terutama pada anak usia di bawah 5 tahun sangat jarang [1].
- Usia remaja jauh lebih rentan karena terbukti bahwa anak perempuan dengan usia di atas 10 tahun memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi mengalami gangguan konversi daripada anak laki-laki [1].
- Menurut sebuah hasil studi yang dilakukan di Jerman, tingkat kasus gangguan konversi pada populasi anak adalah 0,2%, sedangkan menurut hasil studi yang dilakukan di Australia, tingkat kasus gangguan konversi pada populasi anak adalah 2,3-4,2 per 100.000 setiap tahunnya [1].
- Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, di Indonesia 1-2 orang dari 1.000 penduduk menderita gangguan jiwa berat di mana salah satunya adalah gangguan konversi, meski prevalensi untuk gangguan konversi sendiri belum diketahui rinci [2].
Penyebab Gangguan Konversi
Gangguan konversi utamanya dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang berkaitan dengan stres [1,3].
Depresi dan trauma emosional adalah dua faktor yang tergolong sebagai stres ekstrem sehingga mampu menyebabkan gangguan konversi [1,3,4].
Ketika dua kondisi tersebut terjadi, tubuh akan merespon terhadap tekanan tersebut dan menganggapnya sebagai sebuah bahaya atau ancaman.
Selain kejadian menegangkan, trauma fisik dan trauma emosional, perubahan fungsi otak juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab gangguan konversi [1,3,5].
Perubahan baik yang terjadi pada sel-sel, struktur, maupun reaksi kimia pada tubuh mampu memicu gejala gangguan konversi [1,3,5].
Gejala atau bentuk respon dari tubuh seseorang yang mengalami stres ekstrem dapat pula dianggap sebagai sebuah cara untuk menghindari atau meredakan penyebab stres tersebut.
Seperti halnya beberapa tentara atau petugas kepolisian yang dapat mengalami kelumpuhan pada tangan mereka karena trauma secara mental akibat menembak atau membunuh seseorang.
Faktor Risiko Gangguan Konversi
Gangguan konversi dapat terjadi pada siapa saja, namun terdapat beberapa faktor yang mampu meningkatkan risiko gangguan konversi, seperti :
- Memiliki gangguan kepribadian, yaitu sebuah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan dalam mengelola perilaku dan perasaan pada situasi sosial [6].
- Memiliki gangguan kecemasan [1,2,3,4].
- Memiliki kelainan disosiatif, yaitu gangguan identitas, gangguan memori, hingga gangguan persepsi [1,2,3,4,5,6].
- Memiliki riwayat penyakit saraf, seperti migrain atau epilepsi [1,4].
- Memiliki riwayat pengalaman traumatis, seperti penganiyaan atau pelecehan seksual [1,3].
Tinjauan Faktor stres ekstrem dapat menjadi penyebab gangguan konversi, seperti ketika seseorang mengalami depresi maupun trauma emosional.
Gejala Gangguan Konversi
Gangguan konversi mampu menimbulkan gejala yang berbeda-beda pada masing-masing penderitanya.
Tak hanya kondisi gejala, tingkat keparahan gejala pun tidak sama antar penderita.
Gejala dapat terjadi satu waktu, namun kemudian gejala dapat timbul kembali dan bahkan cenderung berulang saat penderita teringat pemicu atau mengalaminya.
Beberapa gejala umum dari gangguan konversi antara lain adalah [1,3,4] :
- Paralisis atau kelumpuhan di bagian kaki atau lengan
- Tremor
- Mati rasa dan kelemahan pada kaki dan lengan
- Keseimbangan tubuh terganggu
- Kehilangan pendengaran (sebagian atau total)
- Bicara tidak jelas dan ketidakmampuan untuk bicara
- Kehilangan suara
- Sulit menelan atau disfagia (seperti terdapat ganjalan atau benjolan di tenggorokan)
- Gangguan penglihatan (penglihatan ganda hingga kebutaan)
- Kejang
- Kehilangan kesadaran atau pingsan
Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?
Ketika beberapa gejala yang telah disebutkan dialami, maka sudah saatnya untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Pemeriksaan dini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab sehingga penanganan juga lebih cepat diperoleh pasien.
Tinjauan Gejala gangguan konversi umumnya berupa paralisis, tremor, mati rasa dan kelemahan pada otot, gangguan keseimbangan tubuh, kehilangan pendengaran (sebagian atau total), gangguan bicara, kehilangan suara, sulit menelan, gangguan penglihatan, kejang, dan kehilangan kesadaran atau pingsan.
Pemeriksaan Gangguan Konversi
Tidak terdapat metode diagnosa khusus untuk memastikan kondisi gangguan konversi.
Ini karena metode diagnosa yang digunakan adalah yang secara umum digunakan pada pemeriksaan medis lain.
- Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan
Pemeriksaan fisik adalah metode diagnosa awal yang dokter umumnya terapkan untuk mengecek kondisi fisik pasien [1,3].
Selain itu, dokter juga akan menerapkan pemeriksaan riwayat kesehatan dengan menanyakan seputar riwayat gejala, riwayat medis, serta riwayat pengobatan pasien sekaligus riwayat kesehatan keluarga pasien.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, dokter dapat mengeliminasi berbagai kemungkinan kondisi medis yang dapat menyebabkan gejala serupa dengan gangguan konversi.
- Tes Pemindaian
Rontgen dan CT scan merupakan metode tes pemindaian yang dapat menjadi tes penunjang [7].
Dokter kerap menggunakan kedua metode pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah pasien mengalami penyakit neurologis tertentu.
Melalui pemeriksaan ini, biasanya dokter juga dapat mengidentifikasi adanya cedera atau luka yang berkaitan dengan saraf pasien.
Untuk pasien dengan kondisi kejang, dokter perlu menggunakan metode elektroensefalogram agar dapat mengetahui adanya masalah saraf dalam tubuh pasien [1,7].
Kejang dapat menjadi tanda adanya penyakit saraf tertentu, maka untuk memastikan apakah kejang berkaitan dengan penyakit saraf atau tidak.
- Tes Rutin
Tes rutin yang dimaksud adalah tes refleks sekaligus tes tekanan darah yang akan membantu dokter dalam menegakkan diagnosa [1,3].
Ini karena gejala gangguan konversi hampir mirip dengan sejumlah penyakit lainnya, maka diperlukan serangkaian tes penunjang untuk memastikan.
Dalam upaya memastikan apakah gejala yang selama ini dialami adalah gangguan konversi, terdapat kriteria diagnostik yang digunakan oleh para ahli medis.
Proses diagnosa biasanya berdasar pada panduan kriteria diagnositik DSM atau Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.
Beberapa kriteria yang dimaksud dan kerap digunakan sebagai panduan antara lain adalah [1,3] :
- Gejala yang dialami pasien berupa tidak terkendalinya gerakan tubuh tubuh dan gejala tidak dapat dikendalikan.
- Gejala yang dialami pasien selalu timbul setiap setelah mengalami kejadian traumatis, terutama trauma emosional atau kejadian yang menyebabkan stres.
- Gejala yang dialami tidak dapat dijelaskan secara fisik maupun medis.
- Gejala yang dialami pasien berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari secara negatif.
Tinjauan Beberapa metode diagnosa yang digunakan dalam memastikan kondisi gangguan konversi antara lain meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan riwayat kesehatan, tes pemindaian, tes rutin dan elektroensefalogram.
Pengobatan Gangguan Konversi
Gangguan konversi dapat diatasi sesuai dengan gejala yang pasien alami selama ini, begitu juga dengan faktor risiko yang menjadi alasan kondisi ini terjadi.
Perawatan yang dokter berikan kepada pasien lebih bertujuan untuk mengelola stres maupun trauma.
Berikut ini adalah sejumlah metode pengobatan gangguan konversi secara umum :
- Terapi Wicara
Salah satu gejala gangguan konversi adalah kesulitan bicara dengan jelas karena artikulasi yang memburuk [8].
Oleh sebab itu, untuk mengatasi gangguan komunikasi saat pasien bicara, pasien perlu menempuh terapi wicara.
- Terapi Okupasi / Terapi Fisik
Karena gangguan konversi berpengaruh pada keseimbangan tubuh pasien, terapi fisik dan okupasi merupakan metode penanganan yang dibutuhkan oleh pasien [1,8].
Terapi fisik atau okupasi adalah metode penanganan untuk menangani kelumpuhan, gangguan sistem gerak tubuh, dan kelemahan otot.
Kemampuan fisik pasien akan meningkat bertahap melalui terapi ini karena pasien akan dilatih secara fisik melalui program olahraga tertentu.
- Hipnoterapi
Hipnoterapi kini merupakan metode yang kerap digunakan, khususnya bagi penderita fobia spesifik dan gangguan mental tertentu lainnya [9].
Pada prosedur terapi ini, penanaman sugesti dilakukan oleh terapis profesional ke dalam pikiran bawah sadar pasien.
Melalui hipnotis semua ini dapat dilakukan dan pasien otomatis akan menerima sugesti yang berhubungan dengan gejala untuk menangani gejala gangguan konversi.
- Obat-obatan
Jika memang diperlukan, dokter akan memberikan resep obat-obatan yang sesuai dengan kondisi pasien.
Bila diketahui bahwa pasien merupakan penderita insomnia, gangguan kecemasan, dan depresi, obat anticemas, antidepresi dan obat tidur dapat diresepkan [1,3,4].
Pemberian obat biasanya dilakukan bersama dengan terapi yang sedang dijalani oleh pasien.
- Terapi Perilaku Kognitif
Gangguan konversi yang terjadi karena kejadian traumatis seringkali membutuhkan penanganan berupa terapi perilaku kognitif [3,10].
Terapis melalui terapi ini membantu pasien dalam mengubah pikiran dan perilaku negatif pasien menjadi lebih positif.
Dengan perubahan pandangan dan perilaku menjadi positif, pasien diharapkan mampu menghadapi pengalaman penyebab trauma dan mengatasi gejala gangguan konversi.
Tinjauan Terapi wicara, terapi fisik/okupasi, terapi perilaku kognitif, hipnoterapi dan pemberian obat-obatan merupakan cara utama yang biasanya digunakan dalam mengatasi gangguan konversi.
Prognosis Gangguan Konversi
Prognosis umum gangguan konversi sebenarnya tergolong cukup buruk.
Namun, baik tidaknya prognosis gangguan konversi tergantung dari beberapa hal seperti [1] :
- Seberapa cepat kondisi terdiagnosa
- Kapan onset terjadi
- Seberapa panjang durasi gejala yang terjadi
- Pemicu yang teridentifikasi atau tidak
- Baik tidaknya hubungan pasien dengan dokter yang menanganinya
Jika sejak awal pasien diketahui memiliki sejumlah gangguan kesehatan dan kondisi kesehatan menyeluruh tidak begitu baik, prognosis gangguan konversi dapat begitu buruk.
Komplikasi Gangguan Konversi
Risiko komplikasi utama yang dapat terjadi pada gangguan konversi yang terlambat ditangani adalah kecacatan [1,5].
Gejala yang terus memburuk dapat terjadi di mana disabilitas ini serupa dengan kecacatan yang kondisi medis (penyakit saraf pada umumnya) sebabkan.
Disabilitas yang dialami pasien gangguan konversi sebagai salah satu bentuk komplikasi kurang lebih sama dengan yang diakibatkan oleh penyakit multiple sclerosis dan penyakit Parkinson [1].
Pencegahan Gangguan Konversi
Pencegahan terbaik agar gangguan konversi tidak terjadi adalah dengan meredakan stres serta mengelola stres dengan cara-cara yang positif.
Sebisa mungkin, menghindari trauma emosional juga sangat dianjurkan agar tidak berakibat pada kondisi mental tertentu sekaligus gangguan konversi.
Beberapa upaya yang juga dapat meminimalisir risiko gangguan konversi antara lain adalah [12] :
- Menjaga keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan dengan baik.
- Mengatasi depresi atau segala bentuk gangguan emosional maupun mental secara dini.
- Memiliki lingkungan yang positif.
- Menciptakan dan menjaga hubungan baik dan positif dengan keluarga, teman dan orang lain.
Tidak selalu mudah untuk mengatasi berbagai tekanan serta berbagai hal negatif yang berasal dari lingkungan sekitar.
Namun bila dapat memilah pergaulan dan menjaga hal-hal sekaligus orang-orang yang membawa pengaruh positif, gangguan konversi maupun gangguan mental tertentu dapat diminimalisir.
Untuk meminimalisir risiko komplikasi disabilitas pada pasien gejala gangguan konversi, terapi fisik dapat dilakukan [11].
Tinjauan Pengelolaan stres yang baik dan positif serta berada di lingkungan positif mampu meminimalisir hal-hal negatif dan depresi yang berakibat pada timbulnya gangguan konversi.