Daftar isi
Apa Itu Sindrom Bayi Biru?
Sindrom bayi biru (blue baby syndrome) merupakan sebuah kondisi yang juga disebut dengan infant methemoglobinemia atau metheglobinemia pada bayi [1,2,3].
Kondisi ini adalah membirunya kulit bayi yang disebabkan oleh kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah bayi mengalami penurunan.
Hemoglobin atau Hb merupakan protein di dalam sel darah merah yang mengandung zat besi.
Fungsi utama Hb adalah mengedarkan oksigen ke seluruh jaringan serta sel tubuh.
Ketika darah tak lagi bekerja secara normal dalam membawa oksigen ke jaringan dan sel-sel tubuh, maka tubuh otomatis akan kekurangan oksigen untuk berfungsi normal.
Tak hanya orang dewasa, bayi pun dapat mengalami hal ini di mana kondisi ditandai dengan perubahan kulit yang menjadi biru.
Tinjauan Sindrom bayi biru (blue baby syndrome) atau methemoglobinemia pada bayi merupakan kondisi ketika kadar hemoglobin dalam darah menurun sehingga proses penyebaran oksigen oleh darah ikut terhambat sehingga warna kulit bayi menjadi biru karena kekurangan oksigen.
Fakta Tentang Sindrom Bayi Biru
- Bukti epidemiologi sindrom bayi biru pada suatu penelitian tahun 1999 menyatakan bahwa ada kemungkinan bahwa kondisi ini berkaitan dengan penyakit menular [1].
- Sebuah hasil survei yang dilakukan di Jerman menunjukkan bahwa dari 306 kasus sindrom bayi biru, terdapat 53% bayi yang mengalami diare [1].
- Pada bayi yang mengalami intoleransi protein ditemukan bahwa kadar methemoglobin-nya mencapai 35% lebih [1].
- Pada bayi yang sebelumnya sudah pernah menderita methemoglobinemia karena diberi minum air berkandungan nitrat tinggi, hal ini akan meningkatkan kadar methemoglobin di dalam tubuhnya dalam waktu 3 hari sebanyak 11-12% [1].
- Menurut hasil survei nasional oleh American Public Health Association (APHA), ditemukan adanya 39 kematian dari 278 kasus methemoglobinemia bayi karena kadar nitrat yang tinggi di dalam tubuh penderitanya [2].
- Hunter Comly adalah seorang dokter di Iowa City yang pertama kali menjelaskan tentang kaitan antara sindrom bayi biru dengan air sumur yang terkontaminasi nitrat pertama kali. Pada tahun 1940-an awal, dirinya jugalah yang sempat mengobati dua orang bayi yang mengalami sianosis [2].
- Setelah publikasi penemuan dan penjelasan Comly, kemudian muncul sejumlah kasus serupa, salah satunya adalah data dari Walton dengan 278 kasus sindrom bayi biru di 14 negara bagian yang berbeda pada tahun 1951 [2].
- Prevalensi sindrom bayi biru secara global maupun di Indonesia sendiri belum diketahui karena belum tersedianya data yang spesifik.
Penyebab Sindrom Bayi Biru
Penyebab umum terjadinya sindrom bayi biru adalah orang tua yang memberikan air berkandungan nitrat tinggi pada bayi [1,2,3].
Susu formula yang dibuat menggunakan air dengan kandungan nitrat tinggi berbahaya bagi bayi karena tubuhnya kemudian akan mengubah nitrat menjadi nitrit [1,2].
Hemoglobin di dalam tubuh bayi diikat oleh nitrit tersebut dan hal ini memicu terbentuknya methemoglobin.
Bila methemoglobin mulai muncul, oksigen dalam darah tak lagi secara maksimal dapat diedarkan ke seluruh tubuh.
Nitrat sendiri umumnya terdapat pada air sumur, sehingga bayi-bayi yang lahir di negara berkembang khususnya di wilayah pedesaan dengan kondisi suplai air yang sulit memiliki risiko lebih tinggi terkena sindrom bayi biru [1,2].
Air sumur dengan nitrat tinggi merupakan hasil kontaminasi dari pupuk yang digunakan di area pertanian.
Selain wilayah tempat tinggal yang menentukan tinggi rendahnya risiko sindrom bayi biru, beberapa faktor di bawah ini pun merupakan peningkat risiko [1,2,4,5,6,7].
- Kondisi kesehatan ibu selama mengandung yang meningkatkan potensi bayi memiliki kelainan jantung bawaan, yaitu seperti diabetes tipe 2.
- Down syndrome.
- Usia bayi di bawah 3 bulan.
- Pemberian anestesi atau antibiotik tertentu.
- Paparan oksida nitrat.
- Penyakit jantung bawaan (kelainan jantung kongenital pada bayi dapat meningkatkan risiko berkurangnya oksigen yang dibawa oleh darah ke seluruh tubuh). Salah satu contoh kondisi kelainan jantung bawaan ini adalah TOF (Tetralogy of Fallot).
TOF merupakan sebuah kondisi langka, namun pada kebanyakan kasus sindrom bayi biru sendiri, TOF merupakan penyebab yang tergolong umum [7].
Kondisi ini adalah adanya kelainan bentuk pada empat bagian jantung yang berakibat pada ketidaklancaran aliran darah ke paru-paru dan kembali ke jantung.
Dampak dari aliran darah yang tidak lancar adalah oksigen yang juga tak terdistribusi secara optimal sehingga bayi tidak memperoleh cukup oksigen untuk tubuhnya bekeja maksimal.
Tinjauan Sindrom bayi biru umumnya terjadi karena pemberian air berkandungan nitrat kepada bayi yang usianya bahkan di bawah 3 bulan. Susu formula yang dibuat dengan air sumur tinggi nitrat mampu menyebabkan penyebaran oksigen oleh darah terganggu.
Gejala Sindrom Bayi Biru
Gejala sindrom bayi biru paling umum adalah perubahan warna kulit bayi menjadi kebiruan.
Hal ini akan sangat nampak terutama pada kulit area kaki, tangan dan mulut.
Selain gejala utama tersebut, beberapa kondisi lain berikut juga merupakan gejala sindrom bayi biru [1,2] :
- Muntah
- Rewel
- Sulit bernapas
- Tubuh lesu
- Tidak mau makan
- Kejang-kejang
- Produksi air liur meningkat
- Diare
- Detak jantung lebih cepat
- Penurunan kesadaran
- Membulatnya jari-jari bayi
- Kehilangan kesadaran
Pemeriksaan Sindrom Bayi Biru
Ketika orang tua memutuskan membawa anak ke dokter untuk diperiksakan, beberapa metode pemeriksaan yang umumnya diterapkan oleh dokter antara lain :
- Pemeriksaan Fisik : Dokter segera mengecek kondisi fisik pasien dan melihat adanya perubahan warna kebiruan pada kulitnya. Tidak hanya pengecekan kulit, dokter juga akan mencoba mendengarkan paru dan jantung pasien [8].
- Pemeriksaan Riwayat Kesehatan : Dokter akan bertanya kepada orang tua bayi mengenai adanya riwayat medis anak maupun orang tuanya. Dokter juga perlu tahu apa saja gejala yang dialami bayi, kondisi lingkungan di sekitar anak, serta bagaimana orang tua menerapkan pola makan anak [2,3].
- Rontgen Dada : Tes penunjang satu ini diperlukan karena dapat membantu dokter mengidentifikasi kondisi jantung serta paru pasien [8].
- Saturasi Oksigen : Tes ini membantu dokter dalam menentukan kadar oksigen di dalam darah pasien, memadai atau tidak [5,8].
- Ekokardiogram : Tes ini bertujuan utama mengetahui seberapa baik fungsi jantung dan mendeteksi adanya kelainan pada organ ini [8].
- Tes Darah [8]
Tinjauan Pemeriksaan sindrom bayi biru dilakukan dengan beberapa metode, yaitu melalui pemeriksaan riwayat medis, pemeriksaan fisik, rontgen dada, saturasi oksigen, ekokardiogram, dan tes darah.
Pengobatan Sindrom Bayi Biru
Pada dasarnya metheglobinemia ketika dialami oleh orang dewasa, tidak ada penanganan khusus untuk kasus yang bersifat ringan [10].
Jika pun kondisi penderita tergolong parah, maka biasanya dokter memberikan methylene blue sebagai solusinya.
Obat ini mampu meningkatkan kadar oksigen dalam darah pasien yang sebelumnya sempat menurun drastis.
Namun untuk kasus methemoglobinemia pada bayi, penanganannya akan berbeda walau disesuaikan dengan penyebab sindrom ini.
Beberapa metode yang umumnya digunakan untuk menangani sindrom bayi biru antara lain meliputi :
- Operasi
Prosedur operasi adalah salah satu tindakan medis yang akan direkomendasikan oleh dokter kepada orang tua pasien [7,8].
Jika penyakit jantung bawaan terkait dengan timbulnya kondisi sindrom bayi biru, maka operasi perbaikan kelainan jantung sangat diperlukan.
Operasi umumnya dianjurkan untuk ditempuh sebelum usia bayi genap 1 tahun.
Pada beberapa kasus, ada pula bayi yang dapat menempuh prosedur bedah sekitar usia 6 bulan, tergantung dari kondisi kesehatan bayi dan keputusan dokter.
Orang tua sebaiknya berkonsultasi dengan dokter lebih jauh mengenai kapan waktu terbaik menempuhnya.
Orang tua juga sebaiknya mencari tahu efek samping apa saja yang berpotensi terjadi bila sang anak menempuh operasi.
Jika operasi berhasil, maka itu artinya tubuh bayi akan kembali normal karena telah memperoleh cukup oksigen.
Perubahan positif pun akan nampak, sebab kulitnya tak lagi berwarna kebiruan.
- Menghindari Kontaminasi Nitrat
Untuk kasus sindrom bayi biru yang disebabkan oleh kadar nitrat tinggi pada air yang dikonsumsi, dokter biasanya akan merujukkan ke toxicologist.
Mendatangi ahlinya mampu membantu orang tua memahami apa yang dapat dilakukan untuk menolong si kecil.
Umumnya, dokter akan menyarankan orang tua untuk menghindari penggunaan air dengan kandungan kontaminasi nitrat tinggi [2].
Air sumur adalah sumber air bernitrat tinggi yang perlu dihindari demi perkembangan normal dan sehat bayi.
- Injeksi Methylene Blue
Pada kasus sindrom bayi biru yang lebih parah, obat methylene blue dapat diberikan oleh dokter.
Pemberian obat ini akan dilakukan melalui metode injeksi atau suntikan, begitu juga dengan bikarbonat oral dan cairan intravena [2].
Orang tua perlu mengonsultasikan lebih dulu mengenai apa saja manfaat serta efek samping dari penggunaan obat ini.
- Pemantauan
Bila bayi mengalami sindrom bayi biru ringan, dokter juga tetap akan melakukan pemantauan.
Pemantauan ini bertujuan untuk memastikan bahwa bayi tidak mengalami gejala dan masalah kesehatan yang lebih buruk.
Perkembangan kondisi pasien akan terus diawasi oleh dokter supaya bila terjadi sesuatu, penanganannya pun dapat segera diberikan.
Tinjauan Pengobatan sindrom bayi biru disesuaikan dengan penyebabnya dan secara umum penanganannya meliputi operasi, menghindari air maupun makanan yang terkontaminasi nitrat tinggi, injeksi methylene blue, dan pemantauan.
Komplikasi Sindrom Bayi Biru
Sindrom bayi biru yang gejalanya tidak segera ditangani dapat menyebabkan peningkatan kadar nitrat.
Bila kadar nitrat terus bertambah dan bahkan mencapai angka lebih dari 50%, komplikasi paling mengerikan adalah terjadinya koma hingga kematian [2].
Pencegahan Sindrom Bayi Biru
Sindrom bayi biru tidak selalu dapat dicegah karena pada beberapa kasus hal ini terjadi secara bawaan [10].
Hanya saja, beberapa langkah pencegahan ini dapat dilakukan dalam beberapa kasus sindrom bayi biru :
- Menghindari Zat Kimia Berbahaya saat Hamil
Bagi para ibu hamil yang ingin melahirkan anak yang sehat dan normal, kandungan sebaiknya dijaga dengan baik.
Menghindari penggunaan obat terlarang, alkohol, dan aktivitas merokok merupakan upaya pencegahan gangguan kesehatan dan kelainan apapun pada bayi saat lahir.
Penggunaan obat apapun juga sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter serta dilakukan di bawah pengawasan dokter.
Zat-zat kimia tersebut mampu meningkatkan risiko anak lahir dengan kelainan jantung bawaan.
Bagi ibu hamil penderita penyakit diabetes, pastikan tetap rutin mengontrol kesehatan dan penggunaan obat juga sesuai dengan anjuran dokter.
- Tidak Menggunakan Air Sumur
Para orang tua pastikan untuk tidak membuat susu formula bagi bayi menggunakan air sumur atau bahkan memberikan air sumur langsung kepada bayi [2,9].
Setidaknya, tunggu hingga usia bayi lebih dari 1 tahun untuk mengonsumsi minuman apapun yang dibuat dari air sumur.
Para orang tua juga perlu tahu bahwa memasak air sumur (merebusnya) tidak akan menghilangkan kadar nitrat sehingga akan tetap berbahaya bagi si kecil.
- Membatasi Asupan Makanan Berkandungan Nitrat
Makanan-makanan yang mengandung nitrat tinggi sebaiknya tidak diberikan kepada anak dalam jumlah banyak [2,9,10].
Wortel, bayam, bit dan brokoli merupakan makanan-makanan sehat dan kaya serat namun bisa berbahaya bagi bayi jika belum berusia 6-7 bulan.
Jika memang orang tua ingin memberikan makanan-makanan ini pada si kecil, pastikan tidak menggunakan yang segar melainkan yang beku saja.
Tinjauan Upaya pencegahan dapat berupa menjaga kehamilan dengan baik bagi para ibu hamil agar anak lahir normal dan sehat. Selain itu, tidak memberikan air dan makanan berkandungan nitrat pada bayi setidaknya sebelum usianya genap 1 tahun juga perlu diperhatikan.