Sindrom Hunter : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Sindrom Hunter?

Sindrom Hunter atau Mucopolysaccharidosis tipe II merupakan sebuah kondisi kelainan genetik di mana tubuh tidak mampu menghasilkan enzim pemecah gula glycosaminoglycans yang disebut dengan yang disebut dengan enzim iduronate 2-sulfatase [1,3].

Karena molekul gula tersebut tak dapat dipecah di dalam tubuh, alhasil terjadi akumulasi atau penumpukan glycosaminoglycans [1,4].

Penyakit ini hanya dialami oleh anak laki-laki di mana penumpukan glycosaminoglycans tersebut kemudian menimbulkan sejumlah masalah kesehatan [1,3,4,5,6].

Tinjauan
Sindrom Hunter atau Mucopolysaccharidosis tipe II adalah kelainan genetik di mana enzim iduronate 2-sulfatase yang berfungsi sebagai pemecah gula glycosaminoglycans tidak terproduksi memadai oleh tubuh.

Fakta Tentang Sindrom Hunter

  1. Sindrom Hunter adalah penyakit metabolik kongenital yang langka dan pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Kanada, Charles Hunter di tahun 1917 [1].
  2. Prevalensi sindrom Hunter adalah 1 dari 162.000 kelahiran bayi laki-laki [1].
  3. Sindrom Hunter termasuk sebagai satu dari beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia, namun prevalensinya belum diketahui secara pasti [2].
  4. Kasus sindrom Hunter adalah 1,3 per 100.000 kelahiran bayi laki-laki menurut data laporan dari The Netherlands and Germany [4].

Penyebab Sindrom Hunter

Kromosom cacat yang diwarisi oleh seorang anak dari ibunya akan menyebabkan timbulnya kondisi sindrom Hunter [1,3,4].

Kelainan kromosom tersebut membuat enzim pemecah molekul glycosaminoglycans menjadi hilang atau tidak berfungsi [1,3,4].

Sebagai akibatnya, gula kompleks glycosaminoglycans menumpuk pada jaringan ikat, darah dan sel-sel tubuh karena tak dapat terpecah [1,4].

Jika dibiarkan, lama-kelamaan kerusakan jaringan tubuh terjadi secara perlahan dengan dampak permanen [4].

Faktor Risiko Sindrom Hunter

Terdapat dua faktor yang mampu memperbesar peluang seseorang mengalami sindrom Hunter, yaitu :

  • Jenis Kelamin

Sindrom Hunter diketahui selalu dijumpai pada penderita laki-laki di mana itu artinya risiko pada perempuan jauh lebih rendah atau justru hampir tidak ada [1,3,4,5,6].

Ini karena anak perempuan mewarisi dua buah kromosom X sehingga bila satu kromosom X mengalami kecacatan, masih ada kromosom X lainnya yang berkondisi normal [1,4].

Kromosom X normal tersebut akan menjadi penyedia gen yang berfungsi dengan baik [4].

Berbeda halnya pada laki-laki yang hanya memiliki satu kromosom X yang ia warisi di dalam tubuhnya [5].

Jadi ketika kromosom X ini mengalami kecacatan, tidak ada kromosom X lain yang menutupi kelainan kromosom X yang lain [5].

  • Riwayat Kesehatan Keluarga

Kromosom cacat yang seorang anak warisi dari sang ibu adalah penyebab kemunculan sindrom Hunter [1,3,4].

Sindrom Hunter sendiri pun dikenal dengan istilah X-linked recessive disease yang menandakan bahwa wanita membawa kromosom cacat dan menurunkannya kepada sang anak [1,3,4,5].

Namun, para ibu biasanya hanya menjadi pembawa kromosom tersebut dan menurunkannya ke sang anak tanpa mengalami sindrom Hunter [3,5].

Para ibu dengan kromosom X cacat tersebut tidak menderita keluhan apapun dan bahkan mereka tidak menyadari bahwa mereka memiliki kromosom tersebut [3,5].

Tinjauan
Kelainan kromosom yang diturunkan dari seorang ibu ke anaknya dapat embuat enzim pemecah molekul glycosaminoglycans menjadi hilang atau tidak berfungsi maksimal. Selain itu, beberapa faktor jenis kelamin (di mana sindrom Hunter terjadi pada laki-laki) turut menjadi salah satu peningkat risiko.

Gejala Sindrom Hunter

Gejala yang ditimbulkan oleh sindrom Hunter bermacam-macam, begitu pula dengan tingkat keparahan yang beragam.

Gejala sindrom Hunter dapat bersifat ringan hingga berat di mana umumnya tidak terjadi pada saat bayi lahir, namun saat anak menginjak usia 2-4 tahun [1,5].

Gejala baru akan nampak saat molekul-molekul glycosaminoglycans mulai berakumulasi karena tak dapat terpecah secara alami.

Berikut ini adalah sejumlah gejala umum sindrom Hunter yang perlu dikenali [1,3,4,5] :

  • Bibir tebal disertai dengan lidah yang lebih besar.
  • Kepala lebih besar dari ukuran kepala anak-anak seusianya.
  • Hidung lebar.
  • Pipi lebih bulat dan lebih besar.
  • Kulit lebih keras dan tebal.
  • Alis yang tampak lebih tebal.
  • Tangan lebih pendek namun lebih lebar.
  • Jari-jari tangan melengkung dan kaku.
  • Mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembangnya (terlambat bisa bicara maupun berjalan)
  • Bentuk dan ukuran tulang abnormal.
  • Suara lebih dalam dan parau.
  • Diare kronik.
  • Pembesaran organ dalam yang berdampak pada perut yang tampak lebih buncit.
  • Perilaku agresif.
  • Kekakuan sendi.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Meskipun sindrom Hunter adalah salah satu jenis kelainan genetik langka, para orang tua yang mendapati adanya perubahan pada fisik dan mental anak sebaiknya segera periksakan anak ke dokter.

Perubahan pada bentuk wajah, kemampuan belajar, dan gejala-gejala lain yang sudah disebutkan di atas dapat menjadi panduan bagi orang tua.

Jika memang dokter anak merasa anak perlu mendapat penanganan dari dokter spesialis, dokter akan merujukkan ke dokter spesialis yang tepat.

Tinjauan
Gejala-gejala yang umumnya sindrom Hunter dapat timbulkan ketika glycosaminoglycans terakumulasi di dalam tubuh antara lain : bibir tebal, lidah lebih besar, kepala lebih besar, hidung lebar, pipi lebih bulat dan lebih besar, kulit lebih keras dan tebal, alis yang tampak lebih tebal, tangan lebih pendek namun lebih lebar, jari-jari tangan melengkung dan kaku, hingga keterlambatan tumbuh kembang.

Pemeriksaan Sindrom Hunter

Ketika orang tua membawa anak yang dicurigai menderita sindrom Hunter ke dokter, beberapa metode diagnosa yang dokter akan terapkan antara lain :

  • Tes Prenatal

Para wanita yang mengharapkan memiliki anak namun di dalam keluarga terdapat riwayat kelainan genetik tertentu sebaiknya melakukan tes genetik [1,3,4,5,6].

Salah satu tes genetik yang penting dilakukan adalah tes prenatal ketika hamil.

Pada tes ini, dokter akan mengambil sampel jaringan plasenta atau sampel cairan yang mengelilingi bayi (amniosentesis) [3,5,6].

Sampel kemudian dokter analisa untuk memastikan apakah janin dalam kandungan membawa salinan gen abnormal yang kemungkinan diwarisi dari orang tuanya.

  • Pemeriksaan Fisik

Bayi dengan kondisi sindrom Hunter rata-rata lahir dalam kondisi yang normal dan sehat [6].

Perubahan fisik baru terjadi saat usia bertambah (yakni sekitar 2-4 tahun) karena perkembangan gejala berjalan lambat [1,5].

Jika karakteristik fisik anak mulai mengalami perubahan, para orang tua dapat membawa anak ke dokter untuk pemeriksaan fisik dan beberapa tes penunjang [6].

  • Tes Urine dan Tes Darah

Salah satu tes penunjang yang diperlukan adalah pengambilan sampel urine pasien [1,3,4,5,6].

Dokter akan menganalisa sampel urine tersebut untuk memastikan apakah pasien benar mengalami kekurangan enzim.

Melalui tes urine, dokter juga dapat mengetahui apakah telah terjadi penumpukan molekul glycosaminoglycans.

Analisa genetik (DNA) melalui pengambilan sampel darah pasien lebih dulu akan membantu proses penegakan diagnosa [1,3,5,6].

Tinjauan
Tes prenatal atau pemeriksaan sebelum bayi lahir dapat dilakukan oleh para calon ibu dalam mendeteksi adanya kelainan genetik seperti sindrom Hunter. Jika bayi sudah lahir dan terdapat tanda-tanda fisik abnormal, maka pemeriksaan fisik, tes urine dan tes genetik (melalui pemeriksaan darah) sangat diperlukan.

Pengobatan Sindrom Hunter

Pengobatan untuk pasien sindrom Hunter bukan bertujuan menyembuhkan karena hingga kini belum terdapat metode penyembuhan sindrom Hunter secara total.

Pengobatan medis yang diberikan oleh dokter hanya akan mengurangi gejala dan mengembalikan enzim yang hilang.

  • Terapi Penggantian Enzim

Terapi pengganti enzim iduronate 2-sulfatase perlu ditempuh oleh anak dengan sindrom Hunter sebelum berusia 6 tahun [1,3,4,5,6].

Pemberian enzim pengganti ini dilakukan melalui intravena di mana cara ini telah terbukti mampu meningkatkan kondisi pasien menjadi lebih baik secara signifikan [1].

Salah satu gejala somatis seperti kontraktur sendi, fitur wajah, mobilitas sendi serta frekuensi infeksi saluran pernapasan yang tinggi dapat diatasi dengan terapi ini [1].

  • Terapi Gen

Prosedur terapi gen umumnya hanya perlu pasien tempuh sekali karena memiliki tingkat keamanan dan efektivitas yang baik [1,3,4,5].

Melalui terapi gen, gen iduronate 2-sulfatase normal akan diberikan ke dalam tubuh pasien melalui intravena, intratekal atau intracistenal [1].

  • Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid

Penumpukan glycosaminoglycans dapat terjadi pada tendon di sendi, matriks ekstraseluler dan kartilago artikular yang bila tak segera ditangani mampu memicu kondisi peradangan atau inflamasi [1,7].

Dalam hal ini, peradangan tersebut kemudian berakibat pada timbulnya osteoarthritis [1,7].

Osteoarthritis pada penderita sindrom Hunter akan diikuti dengan deformasi struktural serta rentang gerak tubuh yang berkurang karena sendi sedang bermasalah [1].

Dokter kemungkinan meresepkan obat anti-inflamasi non-steroid untuk menghambat perubahan sendi degeneratif serta menghambat terhasilkannya mediator inflamasi [1,7].

  • Transplantasi Sel Induk Hematopoietik

Prosedur medis ini adalah metode pengobatan sindrom Hunter yang perlu pasien tempuh sekali dan lebih efektif dalam hal biaya [1].

Transplantasi sel induk hematopoietik terbukti mampu mengurangi risiko neurodegenerasi dan meningkatkan fungsi neurokognitif pasien [1,3,5,6].

Pasien dengan kondisi penebalan katup mitral dan aorta serta hepatosplenomegali dapat kembali normal berkat terapi ini [1].

Tak hanya itu, gerakan sendi, elastisitas sendi, kemampuan bicara dan fungsi jantung pasien diketahui dapat menjadi lebih baik pasca penerapan metode ini [1].

Prognosis Sindrom Hunter

Tingkat keparahan sindrom Hunter menentukan seberapa baik prognosisnya.

Tingkat keparahan yang lebih tinggi akan meningkatkan risiko kematian pada penderitanya [1,3,4].

Rata-rata penderita sindrom Hunter meninggal memasuki usia 20-an karena kelainan katup jantung, disfungsi paru, atau bahkan kombinasi kondisi keduanya [1,3,4].

Jika kondisi sindrom Hunter yang dialami tergolong ringan, maka harapan hidup penderita bisa sampai usia 50 tahun [1].

Tinjauan
Pengobatan sindrom Hunter meliputi terapi gen, terapi penggantian enzim, penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid, dan transplantasi sel induk hematopoietik.

Komplikasi Sindrom Hunter

Beberapa risiko komplikasi yang dapat terjadi karena kondisi penumpukan glycosaminoglycans yang tak tertangani dengan cepat dan tepat adalah [1,3,4,5,6] :

  • Kontraksi sendi, terutama pada sendi panggul sehingga mengakibatkan pasien harus menggunakan kursi roda untuk beraktivitas.
  • Hidrosefalus
  • Miopati jantung
  • Stenosis aorta dan mitral
  • Hepatomegali
  • Obstruksi saluran pernapasan karena dinding trakea menebal
Tinjauan
Hidrosefalus, kontraksi sendi, miopati jantung, stenosis mitral dan aorta, hepatomegali, dan obstruksi jalan napas adalah serangkaian risiko komplikasi yang perlu diwaspadai.

Pencegahan Sindrom Hunter

Karena merupakan kelainan genetik, belum diketahui cara mencegah sindrom Hunter sepenuhnya [8].

Hanya saja bagi para pasangan suami istri yang berencana memiliki anak namun memiliki riwayat kelainan genetik di keluarga, pastikan untuk melakukan tes dan konseling genetik [8].

Bagi para calon ibu yang merasa menjadi pembawa gen abnormal, tes genetik dapat ditempuh.

Jika sudah pernah punya anak dan anak mengalami sindrom Hunter, sebelum merencanakan kehamilan berikutnya konsultasikan hal ini dengan dokter [8].

Tinjauan
Belum ada cara mencegah sindrom Hunter karena kondisi ini merupakan sebuah kelainan genetik. Namun para calon ibu yang memiliki riwayat kelainan genetik di keluarganya atau merasa membawa gen abnormal, sangat dianjurkan untuk menempuh tes genetik saat berencana memiliki anak.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment