Sindrom Larsen : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sindrom Larden adalah suatu kelainan yang mempengaruhi perkembangan tulang di seluruh tubuh. Pasien biasanya lahir dengan adanya dislokasi pada panggul, lutut, atau siku. Gangguan bentuk pergelangan kaki... juga merupakan hal yang umum. Penyakit ini merupakan penyakit yang diturunkan dan disebabkan oleh mutasi genetik. Terapi disesuaikan dengan masalah dan gejala yang ada, seperti pembedahan untuk dislokasi panggul, stabilisasi tulang belakang, atau mengoreksi bibir sumbing. Selain itu fisioterapi juga biasanya dibutuhkan oleh sebagian besar kasus. Read more

Apa Itu Sindrom Larsen?

Sindrom Larsen merupakan sebuah kondisi kelainan genetik langka yang ditandai dengan berbagai macam gejala berbeda-beda, seperti malformasi tulang, dislokasi sendi besar, hingga kelainan pada bentuk tubuh serta wajah [1,2,3,6,7].

Sindrom Larsen juga ditandai dengan lengkung tulang belakang yang abnormal, perawakan tubuh yang lebih pendek dari normalnya, hingga masalah pada pernapasan [1,2].

Tinjauan
Sindrom Larsen adalah kelainan genetik langka yang ditandai dengan dislokasi sendi besar, bentuk tubuh serta bentuk wajah, hingga pembentukan tulang yang tak sempurna.

Fakta Tentang Sindrom Larsen

  1. Dr. Loren Larsen adalah yang pertama kali mendeskripsikan sindrom Larsen pada tahun 1950 pada literatur medis; oleh sebab itu, sindrom ini kemudian disebut dengan sindrom Larsen [1,2].
  2. Pada bentuk klasik sindrom Larsen, mutasi gen FLNB menjadi penyebab utama dengan prevalensi kasus 1 dari 100.000 populasi umum [1,2].
  3. Laki-laki maupun perempuan memiliki risiko sama besar untuk mengalami atau menderita sindrom Larsen [1].
  4. Gen yang mengalami mutasi sebagai penyebab sindrom Larsen berbeda-beda pada sejumlah kasus [1].
  5. Meski kasus sindrom Larsen langka, para dokter meyakini bahwa ada lebih banyak kasus yang tak terdata. Beberapa dokter menganggap bahwa kondisi sindrom Larsen lebih umum, hanya saja penyakit ini kemungkinan kerap didiagnosa secara salah karena memiliki kemiripan gejala dengan beberapa kondisi kelainan genetik lain [1].

Penyebab Sindrom Larsen

Sindrom Larsen adalah sebuah kelainan genetik langka yang diwarisi oleh seseorang dari orang tuanya dengan sifat dominan autosomal [1,2,3].

Kelainan genetik dengan sifat tersebut menandakan bahwa satu saja salinan gen abnormal yang ada di dalam tubuh seseorang mampu menimbulkan gejala dari kelainan itu [1].

Gen abnormal itu sendiri dapat seseorang peroleh dari orang tua atau bahkan karena mutasi baru atau perubahan gen secara spontan [1,2].

Pada setiap kehamilan, terdapat 50% risiko untuk gen abnormal diturunkan dari orang tua yang memiliki kelainan serupa maupun orang tua yang membawa gen abnormal tersebut ke calon anaknya [1].

Dalam hal ini, gen abnormal dapat memengaruhi baik calon anak perempuan maupun laki-laki [1,3].

Mutasi gen FLNB atau Filamin B merupakan penyebab utama dari timbulnya kondisi sindrom Larsen klasik [1].

Gen FLNB sendiri terdapat pada kromosom 3 (3p14) dan gen ini berperan vital di dalam tubuh manusia untuk mendukung perkembangan sitoskeleton atau pertumbuhan tulang saat bayi di dalam kandungan [1,3].

Karena terjadi perubahan atau mutasi pada gen FLNB, akibatnya protein yang seharusnya gen ini hasilkan secara normal justru terganggu karena adanya disfungsi pada gen [1,2,3].

Pada beberapa kasus sindrom Larsen, peneliti menemukan bahwa somatic mosaicism dapat terjadi [1,3].

Pada kasus seperti ini, mutasi pada gen FLNB yang menjadi penyebab sindrom Larsen terjadi bukan karena diturunkan oleh orang tua kepada anak, melainkan terjadi usai pembuahan [1].

Hanya beberapa sel dalam tubuh saja yang menjadi lokasi terjadinya mutasi, sementara sel-sel lainnya tidak [1,3].

Tingkat keparahan sindrom Larsen kasus somatic mosaicism ditentukan dari seberapa banyak sel yang terpengaruh oleh mutasi gen [1,3].

Tinjauan
Mutasi gen FLNB atau Filamin B menyebabkan timbulnya kondisi sindrom Larsen klasik di mana risiko penyakit ini sama besarnya baik pada anak laki-laki maupun perempuan.

Gejala Sindrom Larsen

Gejala yang ditimbulkan oleh sindrom Larsen bervariasi, begitu pula dengan tingkat keparahannya.

Gejala yang umumnya dijumpai pada penderita sindrom Larsen antara lain adalah [1,2,3] :

  • Langit-langit sumbing
  • Beberapa dislokasi sendi besar
  • Tulang jari tangan dan tulang jari kaki yang lebih pendek dari normalnya
  • Perawakan tubuh yang pendek

Mutasi gen yang terjadi berulang umumnya ditandai dengan beberapa dislokasi sendi besar dan langit-langit sumbing [1].

Sementara itu, gejala lebih ringan seperti tulang yang tumbuh pendek terjadi pada beberapa kasus lain.

Kurang lebih 70% kasus sindrom Larsen penderitanya memiliki pergelangan kaki pendek yang disertai dengan tumbuhnya tulang ekstra pada pergelangan tangan [1].

Untuk sindrom Larsen klasik dengan sifat dominan autosomal umumnya ditandai dengan tanda-tanda keabnormalan pada sendi, tulang dan fitur wajah [1].

Bayi yang lahir dengan kondisi sindrom Larsen secara umum mengalami gejala berupa dislokasi sendi besar, yaitu 65% pada siku, 80% pada lutut dan 80% pada pinggul [1].

Selain beberapa gejala yang telah disebutkan di atas, tanda-tanda lain dari sindrom Larsen adalah [1,2,3] :

  • Clubfoot, kondisi ini dapat timbul pada sebagian besar penderita sindrom Larsen; sekitar 75% penderita mengalami gejala ini.
  • Hipermobilitas, di mana kondisi ini adalah ketika sendi mengalami pengenduran berlebihan sehingga risiko jauh lebih besar untuk mengalami dislokasi.
  • Tulang tumbuh berlebih pada pergelangan kaki maupun pergelangan tangan.
  • Kelainan pada jari, terutama jempol tangan dan kaki yang lebih lebar namun juga lebih pendek dari normalnya.
  • Skoliosis, di mana gejala ini terjadi pada sekitar 84% penderita sindrom Larsen.
  • Kifosis serviks, di mana gejala ini terjadi pada 50% kasus sindrom Larsen.
  • Hipertelorisme, yakni dua organ berpasangan yang memiliki jarak terlampau berlebihan; pada kasus sindrom Larsen, antar kedua mata penderita memiliki jarak yang terlalu jauh.
  • Batang hidung yang tidak menonjol dan tampak seperti tertekan ke dalam.
  • Dahi lebih menonjol.
  • Bibir sumbing
  • Ketulian yang biasanya diawali dengan kondisi telinga berdengung atau tinnitus; hal ini juga dapat berkaitan dengan telinga bagian tengah yang tidak terbentuk secara sempurna (hal ini terjadi pada sekitar 21% penderita sindrom Larsen).
  • Trakeomalasia atau trakea yang mengalami kelemahan karena gangguan kartilago atau atrofi serat elastic longitudinal pars membranasea; hal ini melemahkan jalan pernapasan dan mampu berakibat kehilangan kesadaran pada penderitanya.
Tinjauan
Gejala sindrom Larsen pada umumnya meliputi langit-langit sumbing, beberapa dislokasi sendi besar, tulang jari tangan dan tulang jari kaki yang lebih pendek dari normalnya, serta perawakan tubuh yang lebih pendek dari normalnya.

Pemeriksaan Sindrom Larsen

Untuk memastikan bahwa gejala yang timbul pada pasien (terutama bayi baru lahir) adalah tanda-tanda sindrom Larsen, beberapa metode pemeriksaan berikut sangat diperlukan.

  • Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan

Seperti pada umumnya, dokter akan mengawali pemeriksaan dengan mengecek kondisi gejala fisik pasien [1,2,4].

Sindrom Larsen dapat terdeteksi setidaknya dengan melihat secara detail gejala fisik apa saja yang terjadi [1,2,4].

Selain itu, dokter juga akan mengajukan pertanyaan kepada keluarga pasien terkait riwayat kesehatan keluarga [1,2].

Dokter perlu mengetahui apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki kondisi kelainan genetik atau penyakit serupa [1,2].

  • Tes Pemindaian

Pemeriksaan MRI, rontgen, dan CT scan adalah rangkaian pemeriksaan yang penting untuk pasien tempuh agar dokter dapat mendeteksi adanya kelainan pada tulang dan sendi serta organ tubuh lainnya [1,2,5].

Tes pemindaian juga akan membantu dokter mengetahui tingkat keparahan kelainan tersebut.

  • Tes Genetik Molekular

Tes genetik molekular merupakan tes penunjang yang umumnya dokter terapkan untuk mengonfirmasi adanya mutasi pada gen FLNB [1,3].

  • Pemeriksaan Pranatal

USG pranatal adalah salah satu metode pemeriksaan yang paling dianjurkan bagi para ibu hamil, terutama para ibu hamil yang memiliki keluarga dengan riwayat kelainan genetik [1,4].

USG pranatal digunakan untuk mengetahui kondisi perkembangan janin pada masa awal kehamilan sehingga adanya kelainan dapat terdeteksi sejak dini [1,4].

Bila pemeriksaan pranatal dilakukan dan didapati bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelainan pada perkembangan janin di dalam kandungan, dokter dapat memberikan solusi bagi proses persalinan [1,4].

Jika hasil diagnosa menunjukkan bahwa bayi di dalam kandungan mengalami mutasi gen FLNB, dokter biasanya menyarankan agar ibu hamil mengambil opsi bedah caesar untuk persalinannya [1].

Melahirkan dengan prosedur bedah caesar akan menurunkan risiko tinggi cedera pada anggota tubuh dan tulang serviks pada prosedur persalinan normal [1].

Tinjauan
Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan, tes pemindaian, tes genetik molekular, serta pemeriksan pranatal adalah metode-metode pemeriksaan yang umumnya perlu ditempuh oleh pasien dalam memastikan sindrom Larsen.

Pengobatan Sindrom Larsen

Penanganan sindrom Larsen disesuaikan dengan gejala-gejala yang dialami oleh pasien, sehingga hal ini membutuhkan peran dari dokter bedah tulang, dokter anak, hingga ahli genetik dan dokter spesialis kraniofasial [1].

Beberapa metode penanganan sindrom Larsen yang dapat pasien tempuh antara lain adalah [1,2,6] :

  • Pemasangan gips untuk memperbaiki tulang pasien yang disertai dengan manipulasi sendi.
  • Bedah ortopedi untuk memperbaiki dislokasi dan kelainan tulang yang masih memiliki peluang untuk diperbaiki.
  • Terapi fisik dan/atau terapi okupasi untuk membantu agar sendi-sendi yang terpengaruh menjadi lebih kuat. Terapi untuk tulang dan sendi biasanya perlu pasien tempuh dalam jangka panjang dan dapat pasien jalani baik sebelum maupun sesudah operasi.
  • Bedah rekonstruktif untuk pasien yang mengalami bibir serta langit-langit sumbing serta pertumbuhan hidung dan sistem pernapasan yang abnormal.
  • Terapi bicara.
  • Penggunaan alat bantu makan, alat bantu nafas, dan terapi fisik dada bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas dan makan.
Tinjauan
Pemasangan gips, bedah ortopedi, terapi okupasi, terapi fisik, bedah rekonstruktif, terapi bicara dan penggunaan alat bantu medis dapat membantu mengatasi sindrom Larsen.

Komplikasi Sindrom Larsen

Pada beberapa penderita sindrom Larsen, risiko komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah [7] :

  • Apnea atau kondisi berhentinya pernapasan sementara atau sebentar.
  • Infeksi pernapasan yang dapat terjadi secara berulang.
  • Gangguan ginjal.
  • Gangguan jantung.

Umumnya penderita sindrom Larsen dengan kondisi-kondisi tersebut memiliki harapan hidup cukup panjang dan dapat bertahan hingga usia dewasa [7].

Pencegahan Sindrom Larsen

Belum diketahui cara mencegah agar sindrom Larsen tidak terjadi.

Namun untuk mendeteksi dan menanganinya sejak dini, para ibu hamil dapat melakukan pemeriksaan pranatal.

Pemeriksaan pranatal biasanya adalah dalam bentuk USG yang akan mengetahui kondisi perkembangan janin dan mendeteksi adanya kelainan genetik.

Tinjauan
Belum ada cara pencegahan sindrom Larsen, namun para ibu hamil sebaiknya memeriksakan kandungan awal saat hamil agar sindrom Larsen dapat terdeteksi sejak dini.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment