Kariotipe: Fungsi, Prosedur dan Hasilnya

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Fungsi Kariotipe

Kariotipe adalah proses pemeriksaan kromosom dalam sampel sel seseorang. Jumlah kromosom yang tidak biasa, susunan kromosom yang salah, atau bentuk kromosom yang abnormal dapat menjadi indikasi dari suatu kondisi genetik.

Dokter akan melakukan pemeriksaan terhadap tiga hal tersebut untuk menentukan ada tidaknya kromosom yang hilang atau rusak.[1,2]

Fungsi dari tindakan medis ini adalah untuk membantu mengetahui masalah genetik sebagai penyebab suatu kelainan atau penyakit.[1]

Dokter akan merekomendasikan kariotipe pada pasien yang dengan kondisi medis sebagai berikut:[1]

  • Wanita hamil
  • Memiliki riwayat keguguran
  • Anak atau bayi yang memiliki tanda-tanda keterlambatan perkembangan

Dokter juga dapat meminta pasien yang tengah hamil untuk melakukan tes kromosom saat memasuki masa trimester pertama dan lalu berlanjut pada trimester kedua.

Tindakan ini sebagai pemeriksaan prenatal untuk mencari kelainan genetik dan kromosom tertentu. Dokter akan memeriksa cairan ketuban yang mengandung sel-sel untuk memberi petunjuk mengenai kondisi janin.[3]

Tes ini juga dilakukan untuk mengidentifikasi kromosom Philadelphia. Memiliki kromosom ini dapat menandakan leukemia myelogenous kronis (CML).[2]

Persiapan Kariotipe

Persiapan yang perlu dilakukan tergantung dari metode pengambilan sel darah untuk pengujian. Sampel sel darah dapat diambil dengan beberapa cara yaitu:[4]

  • Pengambilan darah menggunakan jarum
  • Biopsi sumsum tulang, yang melibatkan pengambilan sampel jaringan spons di dalam tulang tertentu
  • Amniosentesis, yang melibatkan pengambilan sampel cairan ketuban dari rahim
  • Chorionic villus sampling (CVS), yang melibatkan pengambilan sampel sel bayi dari jaringan di plasenta yang disebut vili korionik

Prosedur Kariotipe

Langkah pertama dari prosedur kariotipe adalah mengambil sampel sel. Metode yang digunakan ada empat, antara lain:

Pengambilan sel darah dari vena menggunakan jarum

  • Mula-mula dokter akan membalut lengan bagian atas pasien dengan pita perekat (tourniquet), agar pembuluh darah dibawah tourniquet tampak jelas sehingga mempermudah jarum untuk masuk ke pembuluh darah.
  • Area yang akan disuntik kemudian dibersihkan dengan alkohol
  • Kemudian, dokter menyuntikkan jarum ke dalam pembuluh darah vena. Sebuah tabung dipasang di belakang jarum suntik untuk menampung darah yang keluar
  • Ketika sampel yang diambil dirasa cukup, jarum dikeluarkan dari pembuluh darah vena dan tourniquet dilepas
  • Dokter akan menekan area bekas penyuntikkan menggunakan kasa untuk menghentikan pendarahan[5]

Biopsi sumsum tulang

  • Dokter akan memberikan anestesi lokal di sekitar pinggul pasien
  • Kemudian, dokter menyuntikkan jarum ke tengah tulang pinggul.
  • Dokter akan menarik jarum keluar ketika telah mendapatkan cukup sampel yang dibutuhkan
  • Bekas area penyuntikkan akan ditutup dengan kasa [4]

Amniosentesis, dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam perut untuk mendapatkan sejumlah cairan ketuban dari rahim. Prosedur ini dilakukan dengan panduan USG untuk menghindari bahaya pada janin. Amniosentesis dilakukan antara minggu ke 15 dan 20 kehamilan.[4]

Chorionic villus sampling (CVS), metode ini juga dilakukan dengan cara memasukkan jarum ke perut untuk mengambil sampel sel dari jaringan plasenta. Biasanya dilakukan antara minggu ke 10 dan 13 kehamilan.[4]

Setelah sampel yang diinginkan terkumpul, selanjutnya sel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dianalisis oleh ahli sitogenetik. Sampel ditumbuhkan di media yang diperkaya nutrisi. Sel-sel tersebut kemudian ditempatkan pada kaca objek, diwarnai dengan pewarna fluoresen, dan ditempatkan di bawah lensa mikroskop elektron.[2,4]

Ahli sitogenetik dapat melihat bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom. Informasi ini penting untuk menentukan apakah ada kelainan genetik.[2]

Setelah melakukan prosedur, umumnya pasien dapat pulang ke rumah pada hari yang sama. Pasien butuh waktu 1-2 hari untuk istirahat total sebelum mulai beraktifitas seperti biasa.[3]

Risiko Kariotipe

Risiko terkait dengan prosedur yang digunakan untuk mendapatkan sampel.

  • Pengambilan sel darah dari vena menggunakan jarum, memiliki risiko rasa menyengat saat jarum dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena, pendarahan, nyeri, bengkak, dan infeksi di area bekas penyuntikkan[3,4]
  • Biopsi sumsum tulang, memiliki risiko nyeri, bengkak, dan infeksi di area bekas penyuntikkan[3,4]
  • Amniosentesis, meskipun relatif aman, amniosentesis dikaitkan dengan satu dari 200 risiko keguguran[4]
  • Chorionic villus sampling (CVS), berpotensi menjadi 1 dari 100 risiko keguguran[4]

Hasil Kariotipe

Normal

Hasil tes normal menunjukkan 46 kromosom. Dua dari 46 kromosom ini adalah kromosom seks, yang menentukan jenis kelamin pasien yang diuji, dan 44 di antaranya adalah autosom. [2]

Autosom tidak terkait dengan penentuan jenis kelamin pasien yang diuji. Wanita memiliki dua kromosom X, sedangkan pria memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y.[2]

Hasil yang normal juga menyatakan bahwa ukuran, bentuk, dan struktur normal bagi setiap kromosom.

Abnormal

Ukuran, bentuk, atau struktur kromosom ada yang rusak atau hilang. Kelainan yang muncul dalam sampel tes dapat disebabkan oleh sejumlah sindrom atau kondisi genetik.[1,2]

Kondisi genetik yang dapat menyebabkan hasil menjadi abnormal antara lain:[2]

  • Sindrom Down, kondisi dimana seseorang lahir dengan kromosom yang berlebih. Hal ini mempengaruhi cara kerja tubuh dan otak dalam berkembang, sehingga mengakibatkan kelainan fisik dan mental bagi penderitanya.[6]
  • Sindrom Klinefelter, kondisi genetik dimana seorang laki-laki dilahirkan dengan salinan kromosom X yang berlebih. Penderitanya, seringkali mengalami depresi, kelemahan dalam belajar menulis dan membaca, serta mandul.[7]
  • Kromosom Philadelphia, terbentuk ketika kromosom 9 dan kromosom 22 pecah dan bertukar bagian. Kondisi ini menyebabkan perkembangan leukemia mielogenous kronis.[8]
  • Trisomi 18, kondisi dimana seseorang memiliki tiga salinan kromosom 18 yang menyebabkan organ-organ tubuh berkembang secara tidak normal.[9]
  • Sindrom Turner, kondisi dimana seorang wanita kehilangan gen tertentu yang ada dalam kromosom X (wanita memiliki 2 kromosom X, laki-laki memiliki X dan Y). Hal ini menyebabkan masalah mulai dari pertumbuhan tinggi badan yang lambat hingga cacat jantung.[10]
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment