Daftar isi
Apa Itu Sindrom Turner?
Sindrom Turner merupakan sebuah kondisi kelainan genetik yang terjadi pada wanita ditandai dengan tubuh yang lebih pendek dari normalnya dan mengalami ketidaksuburan [1,2,3,6,7].
Seringkali anak perempuan dengan kondisi sindrom ini akan mengalami tinggi badan yang tidak normal begitu juga penyakit jantung bawaan hingga ovarium yang tidak dapat berkembang.
Tinjauan Sindrom Turner adalah kelainan genetik pada perempuan yang menyebabkan tinggi badannya lebih pendek dari perempuan seusianya dan juga ditandai dengan ketidaksuburan.
Fakta Tentang Sindrom Turner
- Sindrom Turner merupakan sebuah kondisi yang kasusnya hanya kurang lebih 1 dari 2.000-2.500 kelahiran anak perempuan di dunia [1,3].
- Meski demikian, prevalensi yang lebih detail dan jelas belum diketahui hingga kini [1].
- Di Indonesia menurut laporan sensus penduduk tahun 2010, terdapat 59.000 penderita sindrom Turner dari 118.010.413 penduduk perempuan [2].
- Hanya saja menurut data FKUI-RSCM bagian Endokrinologi Anak, terdapat sekitar 54 orang saja yang menderita sindrom Turner [2].
- Hingga kini, diduga masih sangat banyak anak perempuan hingga wanita dewasa yang sebenarnya mengalami sindrom Turner namun belum terdeteksi [2].
Penyebab Sindrom Turner
Penyebab utama sindrom Turner adalah salah satu kromosom X pada wanita yang mengalami kelainan.
Normalnya, kromosom yang diturunkan dari kedua orang tua adalah kromosom berpasangan di mana pada pria di dalam tubuhnya ada satu kromosom X dari ibu dan Y dari ayah.
Sementara pada wanita, kromosom X yang ia warisi ada dua dari masing-masing orang tuanya untuk disebut normal.
Namun pada kasus sindrom Turner, di dalam tubuh penderita terdapat kelainan kromosom X seperti [1,6,7] :
- Tiap sel hanya memiliki satu kromosom X.
- Hanya terdapat satu salinan kromosom X pada sebagian sel yang bercampur dengan unsur kromosom Y.
- Sebagian sel mempunyai satu kromosom X dan sebagian sel lainnya mempunyai sepasang kromosom X.
- Setiap atau sebagian sel hanya membawa satu kromosom X yang abnormal.
Terjadinya ketidaklengkapan kromosom X yang seharusnya berpasangan pada setiap sel di dalam tubuh terjadi secara acak.
Pada beberapa kasus, hal ini terjadi ketika masa awal kehamilan (masa awal perkembangan janin).
Sedangkan pada kasus lainnya, ketiadaan kromosom X disebabkan oleh gangguan sel telur atau sperma.
Riwayat sindrom Turner di dalam keluarga tidak menjadi faktor risiko yang kuat dan cukup tinggi.
Maka hal ini tidak lantas menjadikan seseorang lahir dengan kelainan kromosom X ketika orang tuanya memiliki kelainan tersebut.
Tinjauan Bayi perempuan lahir dengan kromosom X tunggal pada setiap atau sebagian sel tubuh merupakan penyebab utama kelainan genetik seperti sindrom Turner terjadi. Namun, faktor genetik berperan kecil dalam hal ini.
Gejala Sindrom Turner
Gejala atau ciri sindrom Turner dapat berbeda-beda pada masing-masing penderitanya.
Gejala dapat timbul tanpa terlalu kelihatan, namun ada pula kasus di mana gejala berkembang semakin nampak secara lambat namun signifikan.
Gejala Sebelum Lahir
Sindrom Turner dapat terdeteksi bahkan sebelum bayi lahir. Hasil skrining DNA tanpa sel prenatal dengan mengambil sampel darah dari sang calon ibu dapat menjabarkan kondisi janin.
USG prenatal juga merupakan metode yang sering digunakan untuk memeriksa kondisi kelainan pada janin.
Bila memang terdapat kondisi sindrom Turner dari hasil pemeriksaan, tanda-tandanya antara lain adalah [1,3] :
- Kelainan pada jantung.
- Akumulasi cairan yang cukup besar pada bagian leher belakang.
- Kelainan ginjal.
Gejala pada saat Lahir
Sederet ciri bayi yang lahir dengan kondisi sindrom Turner antara lain adalah [1,2,3] :
- Kedua telinga memiliki posisi yang tampak tidak normal, sebab terlihat lebih rendah.
- Leher pendek dan lebar.
- Bentuk kuku abnormal, sebab tampak melengkung ke atas.
- Jari tangan dan kaki tampak sangat kecil.
- Rahang bagian bawah tampak lebih kecil.
- Langit-langit mulut bila diperiksa secara seksama maka akan nampak sempit dan lebih tinggi.
- Lengan bengkok keluar pada bagian siku.
- Kaki dan tangan membengkak.
- Dada tampak lebih lebar dari normalnya sehingga saat dilihat jarak antara puting terlampau jauh.
Gejala pada Anak, Remaja dan Orang Dewasa
Ciri utama sindrom Turner pada anak yang sudah lebih besar, remaja dan wanita dewasa adalah perawakan yang pendek tidak seperti normalnya.
Beberapa tanda yang perlu dikenali lainnya antara lain adalah [1,2,3] :
- Pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat lambat.
- Bila pada usia kanak-kanak terdapat masa tumbuh kembang yang cukup pesat, maka anak dengan kelainan sindrom Turner tidak mengalaminya.
- Siklus menstruasi yang berakhir lebih cepat dan awal meski masih dalam usia produktif (bukan karena faktor kehamilan).
- Di masa pubertas tidak mengalami perubahan secara seksual.
- Tinggi seorang perempuan dewasa jauh lebih pendek dari perempuan dewasa seusianya dan bahkan termasuk di antara para perempuan anggota keluarganya.
- Tidak dapat hamil atau memiliki anak tanpa bantuan terapi khusus (seperti terapi hormon).
Kapan sebaiknya memeriksakan ke dokter?
Bila pemeriksaan dilakukan sedari masa kehamilan, maka sindrom Turner pada janin dapat terdeteksi bahkan sebelum bayi lahir.
Hal ini menjadi alasan bagi para ibu hamil muda untuk memeriksakan rutin kondisi kehamilan dan bahkan melakukan konsultasi secara detail dengan dokter kandungan.
Namun pada beberapa kasus, gejala sindrom Turner baru sangat nampak ketika bayi sudah lahir.
Apabila tampak adanya tanda-tanda abnormal pada fisik bayi yang baru lahir, segera beri tahu dokter untuk segera memeriksanya.
Deteksi dan penanganan dini setidaknya dapat membantu anak untuk menjalani hidup normal sekaligus mencegah komplikasi berbahaya.
Tinjauan Gejala umum sindrom Turner adalah perawakan penderitanya yang nampak lebih pendek dari normalnya, pubertas yang tidak normal, kemungkinan besar pun memiliki kelainan ginjal dan jantung, mengalami edema, hingga ketidaksuburan.
Pemeriksaan Sindrom Turner
Pemeriksaan untuk mendeteksi sindrom Turner dapat dilakukan pada dua jenis kondisi, yaitu pada waktu kehamilan awal serta pasca bayi lahir dan menunjukkan adanya ketidaknormalan fisik.
Beberapa metode pemeriksaan prenatal yang dapat dijalani oleh seorang ibu hamil untuk mendeteksi sindrom Turner lebih awal adalah :
- Tes Darah
Dokter perlu mengambil sampel darah dari sang calon ibu untuk dianalisa apakah terdapat risiko sindrom Turner pada calon bayi.
Jika ada beberapa tes lain yang diperlukan, maka biasanya meliputi tes air ketuban dan tes vilus korionik.
Tes sampel vilus korionik adalah prosedur di mana dokter mengambil sedikit jaringan dari plasenta untuk diperiksa lebih jauh [1,4].
Plasenta sendiri mengandung materi genetik yang sebenarnya dapat digolongkan sama dengan bayi.
Bahkan pengambilan sampel vilus korionik dapat kemudian dikirimkan ke laboratorium genetik untuk dipelajari lebih dalam pada studi kromosom.
Tes air ketuban atau amniocentesis adalah salah satu tes yang juga dapat ditempuh oleh ibu hamil [4].
Tes ini akan membantu dokter dalam mendeteksi adanya tanda sindrom Turner pada bayi.
- Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung seperti metode MRI, ekokardiografi, dan elektrokardiografi adalah yang paling umum dapat ditempuh untuk memeriksa fungsi jantung bayi atau anak [1,3].
Beberapa metode pemeriksaan ini jugalah yang akan mendeteksi perkembangan kelainan jantung bawaan pada anak.
- Rontgen Tulang
Bila memang diperlukan, dokter akan merekomendasikan prosedur rontgen tulang [5].
Foto rontgen akan sangat membantu dalam mengecek tingkat kepadatan tulang serta mendeteksi keberadaan kelainan tulang pada anak.
- Tes Pendengaran dan Penglihatan
Penerapan metode pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui seberapa baik fungsi pendengaran dan penglihatan anak [6].
Keberadaan kelainan atau gangguan pada fungsi pendengaran atau penglihatan yang berkaitan dengan sindrom Turner juga akan dapat terdeteksi melalui pemeriksaan ini.
Tinjauan Metode pemeriksaan yang umumnya diterapkan untuk mendeteksi sindrom Turner antara lain adalah tes darah, pemeriksaan jantung, rontgen tulang, serta tes pendengaran dan penglihatan.
Pengobatan Sindrom Turner
Pada penderita sindrom Turner, ciri atau gejalanya sangat beragam dan berbagai bentuk perawatan dapat diberikan sesuai dengan kondisi penderitanya.
Pengawasan dan evaluasi berkala terhadap kondisi pasien oleh dokter cukup membantu dalam membantu dalam mengatasi gangguan kesehatan secara dini.
Beberapa penanganan yang umumnya diberikan kepada pasien dengan sindrom Turner antara lain adalah :
- Terapi Hormon Pertumbuhan
Salah satu terapi yang dibutuhkan khususnya oleh penderita usia anak (5-6 tahun sampai dengan 15-16 tahun) adalah terapi hormon pertumbuhan [1,3,6,7].
Terapi ini dilakukan oleh dokter dengan memberikannya dalam bentuk suntikan sehingga pada masa tumbuh kembangnya, tulang dapat tumbuh secara lebih normal.
Untuk mendorong agar pertumbuhan tinggi usia anak hingga remaja berjalan dengan baik, suntik hormon pertumbuhan perlu dijalani setiap hari oleh pasien.
- Terapi Hormon Estrogen
Pada masa pra remaja, pasien sindrom Turner mulai dari usia 11 atau 12 tahun, terapi estrogen paling dibutuhkan selain terapi hormon pertumbuhan [1,3,6,7].
Agar pertumbuhan fisiknya terjadi secara lebih normal, seperti perkembangan rahim dan buah dada, hormon estrogen perlu ditambahkan.
Tak hanya membantu perkembangan fisik pasien sindrom Turner, hormon estrogen berguna dalam memineralisasi tulang dengan mengombinasikannya bersama terapi hormon pertumbuhan.
Dengan kombinasi kedua terapi, pertumbuhan tinggi badan anak dapat didukung lebih sempurna.
Hanya saja untuk kasus terapi hormon estrogen, pasien perlu memperolehnya seumur hidup hingga pada masa menopause.
Ini karena pada usia produktif, seorang wanita memerlukan hormon estrogen untuk meningkatkan kesuburan khususnya juga jika ingin hamil dan memiliki anak.
- Terapi Hormon Progesteron
Sama halnya dengan terapi hormon pertumbuhan dan terapi estrogen yang diberikan melalui suntikan [7].
Terapi hormon progesteron juga dibutuhkan oleh pasien sindrom Turner untuk bekerja sama dengan hormon estrogen agar menstruasi dapat terjadi pada pasien.
- Bayi Tabung
Pada pasien sindrom Turner yang kesulitan untuk memiliki anak, prosedur bayi tabung adalah tindakan yang direkomendasikan oleh dokter [8].
Bagi penderita sindrom Turner usia produktif dan telah menikah, konsultasikan lebih lanjut mengenai prosedur ini dengan dokter sebelum memutuskan untuk benar-benar menjalaninya.
- Psikoterapi
Terapi lainnya yang juga kemungkinan besar dibutuhkan oleh pasien sindrom Turner adalah terapi psikologis [1,3].
Psikoterapi dalam bentuk terapi perilaku kognitif dapat ditempuh oleh pasien yang rasa rendah dirinya cukup tinggi karena kondisinya yang berbeda dari wanita lainnya.
Walaupun telah mendapatkan sebuah atau beberapa penanganan seperti yang telah disebutkan, penting bagi pasien untuk tetap ke dokter untuk check-up secara rutin.
Check-up rutin bertujuan untuk mengetahui adanya perkembangan positif terkait kondisi kesehatan dan kualitas hidup pasien.
Tinjauan Terapi hormon pertumbuhan, terapi hormon estrogen dan progesteron pengganti, psikoterapi, dan program bayi tabung adalah sejumlah metode pengobatan sindrom Turner yang umum diterapkan.
Komplikasi Sindrom Turner
Risiko komplikasi pada tiap individu penderita sindrom Turner berbeda-beda dan berikut ini adalah sejumlah bentuk komplikasi yang perlu diwaspadai [1,6] :
- Gangguan Penglihatan
Penderita sindrom Turner berpotensi mengalami strabismus atau pengendalian gerakan mata yang rendah karena lemahnya otot mata.
Rabun jauh dan berbagai masalah penglihatan lainnya pun berpotensi terjadi.
- Kehilangan Pendengaran
Fungsi pendengaran hilang adalah risiko komplikasi lainnya yang perlu diwaspadai.
Ini karena pada beberapa kasus, fungsi saraf dapat menurun secara bertahap, termasuk juga timbulnya infeksi telinga bagian tengah yang terjadi berulang.
- Gangguan Autoimun
Pasien sindrom Turner memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan autoimun tiroiditis Hashimoto yang kemudian menjadi penyebab hipotiroid.
Penyakit Celiac, radang usus besar hingga diabetes dapat pula terjadi sebagai komplikasinya.
- Gangguan Ginjal
Beberapa pasien sindrom Turner mengalami malformasi ginjal yang kemudian dapat berkembang menjadi lebih serius dan mampu berakibat pada infeksi saluran kencing hingga tekanan darah tinggi.
- Ketidaksuburan/Infertilitas
Jika tidak ditangani dengan pemberian terapi hormon estrogen dan progesteron secara rutin, maka komplikasi berupa infertilitas sangat tinggi risikonya.
Jumlah pasien sindrom Turner yang berhasil hamil dan memiliki anak sungguh sangat kecil.
Pada beberapa kasus lainnya, pasien sindrom Turner dapat mengalami kehamilan karena mendapatkan terapi kesuburan.
- Gangguan Kesehatan Mental
Pasien dengan sindrom Turner juga berisiko tinggi mengalami gangguan pada kesehatan mentalnya.
Dalam situasi sosial, rasa tidak percaya diri atau rendah diri pasien akan menguasainya sehingga lebih sulit untuk bersosialisasi.
Sementara itu, risiko ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) pada anak penderita sindrom Turner juga cukup besar.
- Kemampuan Belajar yang Rendah
Tingkat kecerdasan pasien sindrom Turner biasanya cukup normal, namun beberapa kekurangan dalam kemampuan belajar tetap ada.
Pasien akan menjadi lebih sulit dalam mempelajari Matematika, konsep spasial, mengingat, hingga memerhatikan.
- Gangguan Tulang
Jika tidak mendapatkan penanganan yang seharusnya (terapi hormon), komplikasi yang juga memungkinkan terjadi adalah gangguan pada pertumbuhan tulang.
Mulai dari kifosis, osteoporosis, dan skoliosis adalah masalah-masalah tulang yang dapat terjadi.
- Gangguan Kehamilan
Pasien sindrom Turner sangat mudah mengalami diseksi aorta dan hipertensi.
Oleh sebab itu, sebelum merencanakan kehamilan ada baiknya para wanita dengan tanda-tanda sindrom Turner perlu memeriksakan diri ke ahli jantung.
- Hipertensi dan Gangguan Jantung
Tekanan darah tinggi dan masalah jantung tak hanya dapat terjadi pada pasien sindrom Turner yang hamil.
Pada beberapa pasien sindrom Turner, mereka lahir dengan kondisi masalah jantung bawaan sehingga ke depannya sangat berpotensi mengalami komplikasi serius yang mengancam jiwa.
Tinjauan Risiko komplikasi sindrom Turner meliputi masalah penglihatan, kehilangan pendengaran, gangguan autoimun, gangguan ginjal, ketidaksuburan, gangguan kesehatan mental, kemampuan belajar yang rendah dan terhambat, masalah tulang, hipertensi, gangguan jantung, hingga gangguan kehamilan.