Akalasia : Penyebab – Gejala dan Penanganan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Akalasia?

Akalasia ( img : Medlife )

Akalasia merupakan suatu kondisi di mana kemampuan dan fungsi esofagus atau kerongkongan sebagai pendorong makanan atau minuman yang masuk dari mulut menuju lambung hilang [1,2,3,4,5,6,7,8].

Gangguan kesehatan ini tergolong sangat jarang namun dapat dialami oleh siapapun, anak maupun orang dewasa serta pria maupun wanita.

Apa itu esofagus?

Esofagus merupakan istilah untuk kerongkongan yang diambil dari bahasa Yunani.

Esofagus atau kerongkongan adalah sebuah tabung berotot penghubung tenggorokan dan perut yang ada pada vertebrata.

Fungsi utama esofagus ini adalah membantu agar makanan maupun minuman yang masuk melalui mulut dapat terdorong menuju lambung dengan sempurna.

Sementara itu, ketika akalasia terjadi maka sfingter esofagus bagian bawah atau LES (lower esophageal sphincter) tetap dalam kondisi menutup pada proses menelan.

Sfingter esofagus bagian bawah ini sendiri merupakan katup yang berada pada ujung kerongkongan yang bila kondisinya tertutup saat seseorang menelan, maka otomatis makanan akan menimbun tak mampu masuk ke lambung.

Inilah yang kemudian memicu berbagai kondisi gejala mulai dari makanan yang tidak tercerna dengan sempurna, memuntahkan makanan yang tak dapat masuk ke lambung, perut mulas, dada terasa nyeri, hingg berat badan turun cukup drastis.

Tinjauan
Akalasia adalah kondisi ketika esofagus kehilangan fungsinya sebagai pendorong makanan yang masuk ke mulut untuk sampai ke lambung.

Fakta Tentang Akalasia

  1. Akalasia tergolong gangguan kesehatan yang jarang ditemui dengan perkiraan kasus 1:100.000 per tahunnya, namun uuntuk di Indonesia sendiri belum ditemukan prevalensi yang jelas [1,5].
  2. Menurut laporan dari Cleveland Clinic, setiap tahun di Amerika Serikat terdapat kurang lebih 3.000 orang yang mengalami akalasia di mana mayoritas penderitanya adalah orang dewasa [4].
  3. Akalasia dapat terjadi tanpa memandang jenis kelamin, ras maupun usia, namun terdapat sebuah studi selama 16 tahun terakhir di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa pasien akalasia rata-rata berusia di bawah 65 tahun dengan ras minoritas [1].
  4. Di luar Amerika Serikat, kasus akalasia per tahun hanya kurang lebih 0,1 hingga 1 per 100.000 orang [1].
  5. Akalasia lebih berisiko dialami oleh orang berusia antara 30-60 tahun, sedangkan ditemukan hanya 2-5% kasus akalasia yang terjadi pada anak-anak dengan usia 16 tahun ke bawah [1].

Jenis Akalasia

Akalasia dibagi menjadi tiga jenis kondisi menurut pola manometrik, yaitu [3,7,8] :

Tipe I

Pada akalasia tipe I, kondisi ditandai dengan gangguan relaksasi pada esofagus.

Tak hanya itu, pada jenis akalasia ini jugalah esofagus mengalami pelebaran dengan tekanan yang sangat minimal.

Tipe II

Pada akalasia tipe II, tanda utama pada kondisi ini adalah pada seluruh esofagus mengalami tekanan.

Namun untuk kondisi tipe II, prognosis diketahui menjadi yang paling baik sebab kemungkinan diatasi secara efektif dengan terapi berupa LHM (Laparoscopi Heller Myotomy) atau PD (Pneumatic Dilatation) lebih besar dari pada tipe I dan III.

Tipe III

Pada akalasia tipe III, hal ini berfokus pada bagian esofagus distal yang mengalami kontraksi spastik.

Dan jika akalasia tipe II masih memungkinkan diatasi dengan beberapa terapi tertentu, diketahui bahwa akalasia tipe III dikaitkan dengan respon terhadap pengobatan yang cukup buruk.

Tinjauan
Akalasia terklasifikasi menjadi tiga tipe, tipe I, II dan III di mana tipe II lebih memungkinkan diatasi dengan pneumatic dilatation atau laparoscopi heller myotomy daripada akalasia tipe lainnya.

Penyebab Akalasia

Alasan mengapa sel-sel saraf esofagus tak berfungsi dengan baik sehingga esofagus gagal dalam membawa makanan menuju lambung belum diketahui secara jelas pada kondisi akalasia [4,5].

Saat sel-sel saraf esofagus mengalami penurunan fungsi, maka otot-otot lapisan esofagus tak bekerja secara normal dan LES atau sfingter esofagus bagian bawah tidak berfungsi.

Untuk proses menelan makanan berjalan dengan lancar, LES perlu dalam kondisi rileks sehingga makanan yang masuk dari mulut dan ditelan dapat langsung menuju lambung.

Saat makanan dari kerongkongan bergerak menuju lambung, maka normalnya ujung kerongkongan menutup saat otot LES berkontraksi.

Pada kasus akalasia, LES tidak dalam kondisi rileks dan justru berkontraksi secara terus-menerus sehingga makanan, minuman dan air liur tak dapat tertelan sempurna.

Sebagai akibatnya, penumpukan makanan dan minuman terjadi pada esofagus.

Meski begitu, terdapat beberapa dugaan faktor yang mampu meningkatkan risiko akalasia pada seseorang, yaitu [1] :

  • Predisposisi genetik (umumnya akalasia dapat diturunkan oleh orangtua dengan gangguan ini kepada anaknya)
  • Infeksi virus tertentu.
  • Gangguan imunitas tubuh atau penyakit autoimun
Tinjauan
Penyebab utama dari akalasia masih belum diketahui secara jelas, namun diduga bahwa akalasia dapat terjadi karena gangguan sistem imun, faktor keturunan/genetik, atau infeksi virus tertentu.

Gejala Akalasia

Akalasia bukanlah gangguan kesehatan yang terjadi sehari dua hari, karena gejala-gejalanya seperti di bawah ini dapat dialami selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun [1,2,4,5,6].

  • Disfagia atau sulit menelan
  • Nyeri pada bagian dada
  • Muntah-muntah karena penumpukan makanan/minuman pada esofagus
  • Heartburn (terasa sensasi panas, terbakar dan perih pada dada)
  • Sulit bersendawa
  • Terasa penuh pada bagian tenggorokan dan terasa seperti ada yang mengganjal di area tersebut
  • Berat badan mengalami penurunan
  • Sering cegukan
  • Batuk
  • Tenggorokan seperti tercekat

Hanya saja, penderita disfagia atau kesulitan menelan belum tentu dan tidak selalu menjadi penderita akalasia [4].

Penderita disfagia justru pada umumnya tak memiliki kelainan atau gangguan yang terlalu serius pada esofagusnya.

Penderita gejala akalasia dengan masalah sulit menelan di awal biasanya tidak terlalu memedulikannya dan baru akan memeriksakan kondisi ke dokter bila gejala sudah berkembang lebih serius [6].

Ketika mengalami gejala sulit menelan, penderita hanya mencoba mengatasinya sendiri dengan makan lebih lambat.

Atau, penderita akan mencoba mengangkat leher supaya mengurangi penumpukan makanan pada esofagus.

Tinjauan
Gejala utama akalasia adalah disfagia atau kesulitan menelan, namun kondisi ini juga dapat disertai dengan keluhan lain, seperti nyeri dada, batuk, cegukan, sulit bersendawa, hingga muntah-muntah. 

Pemeriksaan Akalasia

Ketika gejala sulit menelan disertai dengan keluhan lainnya mulai dirasakan, ada baiknya untuk segera memeriksakan diri ke dokter demi mengonfirmasi apakah gejala mengarah pada akalasia.

Di bawah ini adalah beberapa metode diagnosa yang umumnya diterapkan oleh dokter untuk mengonfirmasi diagnosa.

Pemeriksaan barium swallow adalah salah satu metode skrining atau pemindaian yang paling umum digunakan oleh dokter dalam mendiagnosa akalasia [1,2,3,4,5,7].

Saat dokter mengambil gambar melalui proses sinar-X, maka pasien diminta untuk menelan larutan barium kental.

Barium inilah yang akan memperjelas kondisi esofagus sekaligus sfingter esofagus bagian bawah.

Dengan pemeriksaan inilah dokter akan dapat mengetahui ujung kerongkongan serta aktivitas kontraksi pada area tersebut.

  • Endoskopi

Endoskopi adalah salah satu metode diagnosa yang dilakukan dokter untuk mendeteksi bagian dalam esofagus, perut, dan juga sfingter esofagus bagian bawah [1,2,3,4,5,6,7].

Metode ini diterapkan oleh dokter dengan memasukkan tabung tipis fleksibel yang dilengkapi dengan kamera.

Endoskopi tak hanya berguna dalam mendeteksi akalasia, tapi juga dapat digunakan dalam mendeteksi kondisi medis lain yang gejalanya mirip dengan akalasia, seperti kanker bagian perut atas.

Endoskopi juga dapat diandalkan oleh dokter dalam mendeteksi adanya kondisi infeksi jamur hingga peradangan pada esofagus pasien.

Bila ada kecurigaan mengenai kondisi kanker perut, maka pada proses endoskopi ini ada kemungkinan dokter akan menerapkan pula metode biopsi (pengambilan sampel jaringan) untuk menemukan sel-sel kanker di bagian bawah esofagus.

Prosedur biopsi yang diterapkan selama proses endoskopi berlangsung tergolong aman. Bahkan bagi yang khawatir, dua prosedur pemeriksaan dalam waktu yang sama ini tidak akan terasa menyakitkan.

  • Sinar-X Dada

Rontgen bagian dada dapat pula diterapkan oleh dokter untuk mengecek pelebaran esofagus [2,6].

Bahkan dengan sinar-X khusus bagian dada akan membantu dokter untuk mengetahui keberadaan udara di perut atau tidak.

Hanya saja, sinar-X dada ini hanya tes pelengkap dan bukan tes diagnosa inti yang secara langsung mampu mengonfirmasi akalasia.

  • Manometri Esofagus

Esofagus dapat mengalami perubahan tekanan akibat kontraksi dari otot-otot yang melapisinya, dan untuk mengukur perubahan tekanan tersebut, manometri sangat diperlukan [1,2,3,4,5,6,7,8].

Tes ini diterapkan oleh dokter dengan menggunakan tabung tipis yang dimasukkan ke mulut atau hidung yang kemudian dapat tembus hingga esofagus.

Untuk hasil terbaik, maka dokter biasanya akan meminta pasien sebelum menempuh tes ini untuk tidak makan dan minum selama 8 jam sebelum tes berlangsung.

Setelah berada di tempat pemeriksaan dan tabung telah dipasang, pasien akan diberi seteguk air untuk ditelan.

Manometri esofagus pada proses diagnosa akalasia dapat mendeteksi berbagai bentuk gangguan yang berkaitan dengan akalasia.

Gangguan yang dimaksud adalah LES yang bertekanan tinggi saat sedang dalam kondisi rileks, LES tak dapat rileks dan terus berkontraksi saat proses menelan, serta ketiadaan kontraksi peristaltik pada esofagus bagian bawah.

Tinjauan
Pemeriksaan yang umumnya dilakukan oleh dokter untuk mengonfirmasi akalasia meliputi barium swallow, endoskopi, manometri esofagus maupun sinar-X/rontgen dada.

Penanganan Akalasia

Dalam menangani akalasia, metode pemberian obat-obatan, pelebaran esofagus, serta operasi menjadi adalah yang paling umum pasien dapatkan.

  • Obat-obatan

Untuk merilekskan LES yang berkontraksi dan gagal rileks saat sesudah proses menelan, maka obat seperti calcium channel blockers dan nitrat adalah yang paling umum dibutuhkan oleh pasien akalasia [1,3,5].

Obat ini datang dalam bentuk pil yang penggunaannya cukup diletakkan di bawah lidah kurang lebih 10-30 menit setiap sebelum pasien makan.

Namun semakin ke sini, penggunaan calcium channel blockers nampaknya tidak lagi dilakukan mempertimbangkan keamanan bagi penggunanya.

  • Dilatasi Balon

Metode penanganan akalasia dengan balloon dilatasi atau dilatasi balon adalah metode untuk melebarkan esofagus/kerongkongan [1,2,4,5].

Alat menyerupai balon akan dimasukkan hingga bagian sfingter esofagus bagian bawah atau LES dalam keadaan kempis.

Proses penempatan alat ini akan sangat hati-hati dilakukan oleh dokter dengan memanfaatkan mesin sinar-X.

Bila posisi sudah tepat, dokter akan mengembangkan balon tersebut untuk membuat proses menelan menjadi lebih efektif.

Kurang lebih ada sekitar 60% penderita akalasia yang ditangani dengan metode ini mengalami pengurangan gejala sekitar setelah 1 tahun dan 25% penderita akalasia lainnya dengan metode ini mengalami pengurangan gejala setelah 5 tahun.

Meski tergolong efektif, ada baiknya penderita akalasia sebelum menempuh prosedur medis ini mengonsultasikan segala efek sampingnya dengan dokter.

Sebab sekitar 15% pasien akalasia yang ditangani dengan metode ini mengalami demam dan nyeri dada serius sebagai efeknya.

  • Botulinum Toxin Injection

Penanganan akalasia dengan metode ini adalah alternatif bagi pasien akalasia yang tak dapat menempuh prosedur dilatasi balon karena kondisi kesehatan yang kurang baik [1,3,4,5].

Pada tindakan ini, dokter akan menggunakan metode endoskopi untuk menyuntikkan botox langsung ke bagian LES untuk membuka dan mengendurkannya.

Tingkat keberhasilan metode penanganan ini dalam meredakan gejala adalah 65-90% dengan efek yang bertahan kurang lebih 3 bulan hingga 1 tahun.

Jadi bila gejala kemudian muncul kembali, maka pasien perlu datang kembali ke dokter untuk memperoleh injeksi tambahan.

Bagi penderita akalasia yang sudah cukup parah serta penderita akalasia yang sudah berusia 50 tahun ke atas, metode penanganan ini paling dianjurkan.

  • Operasi (Myotomy)

Myotomy adalah prosedur bedah dengan memotong serat otot LES di mana teknik bedah yang paling umum adalah Heller myotomy dengan tingkat keberhasilan 70-90% [1,2,3,4,5,7].

Sementara itu, ada pula prosedur peroral endoscopy myotomy yang diterapkan oleh dokter dengan tujuan memotong LES dengan memasukkan endoskop lewat mulut ke esofagus.

Tinjauan
Langkah penanganan untuk akalasia umumnya adalah berupa obat-obatan, pelebaran kerongkongan dengan metode dilatasi balon, botulinum toxin injection, atau operasi (myotomy) tergantung dari tingkat keparahan kondisi pasien.

Komplikasi Akalasia

Walaupun akalasia adalah kondisi kesehatan yang rata-rata dapat diatasi secara efektif dengan bantuan prosedur medis, bagi kondisi yang tidak diatasi secara tepat waktu dapat memicu beberapa bentuk komplikasi sebagai berikut [1,5].

  • Kanker esofagus (dokter biasanya akan merekomendasi endoskopi untuk pasien dapat mendeteksi kanker ini secara dini).
  • GERD (gastroesophageal reflux disease)
  • Perforasi esofagus
  • Perut kembung
  • Kondisi akalasia kambuh
  • Penurunan berat badan yang cukup drastis

Pencegahan Akalasia

Karena akalasia diduga berkaitan dengan gangguan sistem imun serta faktor genetik, maka kemungkinan untuk mencegahnya sangat kecil.

Namun untuk mencegah agar penderita tidak mengalami komplikasi, beberapa langkah seperti berikut dapat diupayakan [1] :

  • Mengonsumsi suplemen nutrisi agar tidak terjadi malnutrisi yang lebih serius.
  • Makan dengan porsi kecil, namun waktu makan ditambah menjadi lebih sering.
  • Mengunyah makanan berkali-kali dengan baik agar lebih mudah saat menelannya.
  • Mengonsumsi air putih lebih banyak terutama saat sedang makan.
Tinjauan
Langkah pencegahan dapat dilakukan hanya untuk tidak memperburuk kondisi akalasia yang sudah terjadi, yakni dengan mengonsumsi suplemen nutrisi, mengunyah makanan lebih lama, banyak minum air putih saat makan, dan makan makanan dengan porsi kecil namun lebih sering.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment