Gangguan Neurobehaviour : Jenis – Gejala – Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Gangguan Neurobehaviour?

Gangguan neurobehaviour adalah sekelompok kondisi gangguan perilaku yang berkaitan dengan masalah pada otak [1,2].

Beberapa kondisi seperti cedera dan penyakit yang berhubungan dengan otak lalu menyebabkan gangguan neurobehaviour adalah [1,2,3,4,5,6] :

Jenis-jenis Gangguan Neurobehaviour

Gangguan neurobehaviour terdiri dari beberapa jenis kondisi yang sebenarnya sudah tidak asing lagi.

Berikut ini adalah jenis gangguan neurobehaviour yang paling umum dan banyak dialami :

1. Autisme

Gangguan spektrum autisme atau autism spectrum disorders (ASD) adalah gangguan neurobehaviour yang cukup umum karena kondisi ini memengaruhi kemampuan komunikasi dan perilaku sosial seseorang [1,3,8].

Autisme sendiri adalah kondisi yang rentan terjadi pada anak walaupun ada pula orang dewasa yang memiliki kondisi ini [3,8].

Pada tahun 2020, di Amerika Serikat sendiri terdapat 1 dari 54 orang anak yang didiagnosa dengan autisme dengan kondisi yang berbeda-beda antar penderitanya [1,3].

Sementara itu, di Indonesia autisme pun bukan kondisi yang asing, sebab 1 dari 300 orang anak diperkirakan mengidap autisme pada tahun 2010 [8].

Pada tahun 2015, 1 dari 250 orang anak didiagnosa autisme di Indonesia [8].

Pada beberapa kasus, autisme menunjukkan gejala yang cukup ringan, namun pada sebagian lainnya autisme menunjukkan gejala yang parah hingga penderita mengalami hambatan dalam kualitas hidupnya sehari-hari [1,3,8].

Untuk mengetahui apakah anak mengalami gangguan neurobehaviour berupa autisme, para orang tua perlu memerhatikan seksama dan mewaspadai gejala-gejala ini [1,3,8] :

  • Kemampuan berkomunikasi yang bermasalah, seperti sulit membaca, sulit menulis, sulit bicara, dan sulit dalam mengerti bahasa isyarat (melambai dan menunjuk misalnya).
  • Kemampuan dalam memulai percakapan atau melanjutkannya bermasalah, sebab anak tidak memahami maksud dalam percakapan dengan lawan bicaranya.
  • Penderita kerap mengulangi kata yang sama sehingga kata yang dikenalnya terbatas hanya itu-itu saja.
  • Penderita mengucapkan kata atau kalimat tidak secara langsung, namun lebih seperti menyenandungkan (bernada tertentu)
  • Penderita cukup sering tantrum.
  • Penderita tidak mudah terkoneksi dengan orang lain di sekitarnya, termasuk orang tuanya sendiri karena ia seperti menikmati berada di dunianya sendiri.
  • Penderita kurang sensitif dan kurang responsif terhadap reaksi dan perasaan orang lain maupun dirinya sendiri.
  • Penderita mudah tertawa, kesal, marah, atau menangis tanpa diketahui sebab yang jelas.
  • Penderita bergerak dan berbicara dengan sangat kaku.
  • Penderita mengalami kesulitan tidur.
  • Penderita dapat melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan cenderung mampu melukai diri sendiri.
  • Penderita lebih suka topik atau obyek tertentu yang itu-itu saja, termasuk makanan.

Untuk memastikan apakah anak memiliki kondisi gangguan neurobehaviour berupa autisme, orang tua perlu membawa anak ke dokter.

Dokter kemudian harus membuat evaluasi pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk menganalisa atau mengobservasi cara belajar, perilaku, bergerak, dan bicara anak [3].

2. ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder)

ADHD juga merupakan gangguan neurobehaviour yang dialami oleh anak-anak, ditandai dengan anak hiperaktif, impulsif, dan tak mampu memerhatikan suatu hal secara fokus [1,11].

Dibandingkan dengan autisme, ADHD pada dasarnya merupakan gangguan neurobehaviour yang paling umum di dunia [1].

Survei yang dilakukan CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa 9,4% anak usia antara 2 dan 17 tahun menderita ADHD [1,9].

Berikut ini adalah tiga tanda utama anak memiliki kondisi ADHD sehingga orang tua perlu bertindak segera.

  • Impulsif

Anak dengan sikap impulsif biasanya ditunjukkan melalui bagaimana dirinya lebih banyak bicara yang sebenarnya cenderung berlebihan [1,10,11].

Anak impulsif pada ADHD juga tak dapat sabar menunggu sesuatu sampai giliran mereka [1,10].

Dalam percakapan, anak impulsif ditandai dengan seringnya menyela pembicaraan dan buru-buru melontarkan jawaban saat pertanyaan dari lawan bicara belum selesai diucapkan [1,10].

  • Kurang Fokus

Anak dengan kondisi ADHD umumnya tidak mudah fokus pada suatu hal dan sangat gampang terdistraksi [1,10,11].

Oleh sebab itu, anak ADHD biasanya kesulitan dalam mengikuti instruksi dengan baik dan benar [1,10].

Aktivitas-aktivitas yang membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikannya tidak akan menarik bagi anak ADHD karena kesulitan untuk berkonsentrasi serta kesulitan dalam mengingat [1,10].

  • Hiperaktif

Anak dengan ADHD juga bersifat hiperaktif, di mana hal ini ditandai dengan anak tak mudah untuk diminta duduk diam [1,10,11].

Anak ADHD lebih suka bergerak aktif ke sana dan ke sini bermain dengan teman-temannya tanpa memedulikan apakah saat itu waktu yang tepat untuk melakukan hal tersebut [1,10].

Bila anak sudah sekolah, maka anak akan kesulitan untuk fokus diam memerhatikan guru saat mengajar [1,10].

Anak akan lebih memilih berjalan atau bahkan berlari-larian di dalam kelas yang bisa cukup mengganggu pada jam belajar mengajar [1,10].

3. Sindrom Tourette

Kondisi gangguan saraf atau neurologis seperti sindrom Tourette juga berpengaruh terhadap perilaku penderitanya; ini menjadi alasan sindrom Tourette tergolong sebagai gangguan neurobehaviour [1,12].

Sindrom Tourette sendiri ditandai utamanya dengan gerakan atau ucapan yang sama terus-menerus tanpa penderita bisa mengendalikannya [1,12].

Tic adalah istilah untuk hal tersebut dan umumnya lebih rentan dialami oleh anak-anak, khususnya usia 1 tahun [1,12].

Walau seiring bertambah besarnya anak sindrom Tourette akan membaik, penyebab dan gejalanya tetap perlu dikenali oleh para orang tua.

Terjadinya sindrom Tourette pada anak belum diketahui pasti penyebabnya, namun kelainan gen yang diwarisi dari orang tua menjadi dugaan paling kuat yang mendasari timbulnya penyakit ini [12].

Namun selain karena kelainan gen, kelainan neurotransmitter dan gangguan pada ibu saat sedang hamil dapat meningkatkan risiko timbulnya gangguan neurobehaviour [12].

Gejala gangguan neurobehaviour pada sindrom Tourette biasanya berupa vocal tics yang meliputi suara menyerupai gonggongan, deham, dan batuk [12].

Penderita dengan vocal tics juga akan kerap mengulang perkatan sendiri, orang lain, hingga mengeluarkan kata-kata vulgar tak senonoh [12].

Sementara itu, untuk gejala motor tics, penderita bisa menggerakkan mulut, mengangkat pundak, menggeleng dan mengangguk, hingga mengedipkan mata berulang kali [12].

Pada kasus kompleks, motor tics meliputi lompatan, berjalan pada pola tertentu, mencium dan sering menyentuh benda, memutar atau menekuk tubuh, serta meniru gerakan obyek tertentu [12].

4. Gangguan Obsesif Kompulsif

Gangguan obsesif kompulsif merupakan aksi melakukan tindakan tertentu berulang-ulang karena adanya dorongan yang sangat kuat [1,13].

Jika penderita melewatkan tindakan tersebut, maka ia akan mengalami rasa takut dan cemas berlebihan [1,13].

Siapa saja mampu mengalami hal ini, namun seseorang dengan pengalaman traumatis, riwayat gangguan mental, atau memiliki anggota keluarga beriwayatkan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko lebih tinggi [13].

Penyebab Gangguan Neurobehaviour

Gangguan neurobehaviour pada dasarnya dapat disebabkan oleh penyakit pada otak atau cedera pada otak [1].

Karena adanya berbagai kemungkinan alasan yang mendasari, hingga kini belum jelas kondisi apa sebenarnya yang mampu menjadi penyebab utama gangguan neurobehaviour [1].

Pengaruh lingkungan, faktor genetik dan biologis dapat menjadi faktor peningkat risiko gangguan neurobehaviour.

Pengaruh lingkungan yang dimaksud antara lain [14,15] :

  • Penggunaan obat terlarang selama hamil.
  • Konsumsi alkohol selama hamil.
  • Paparan bahan kimia berbahaya saat anak masih kecil.
  • Status sosial ekonomi yang rendah.
  • Bayi lahir prematur.

Gejala Gangguan Neurobehaviour

Gejala yang ditimbulkan gangguan neurobehaviour sebenarnya tergantung dari jenis penyakit yang diderita.

Karena penyakit gangguan neurobehaviour bermacam-macam, gejalanya pun dapat bervariasi, dapat berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya [1].

Namun pada umumnya, gejala yang ditunjukkan pada kondisi gangguan neurobehaviour adalah [1,14] :

  • Memiliki motivasi yang rendah
  • Kesulitan dalam mempelajari kemampuan dan keterampilan baru
  • Retensi daya ingat yang buruk
  • Kemampuan motorik yang terbatas
  • Perubahan pada perilaku
  • Bersikap lebih agresif
  • Kesulitan berbicara

Pemeriksaan Gangguan Neurobehaviour

Untuk memastikan bahwa seseorang mengalami gejala yang menandakan kondisi gangguan neurobehaviour dan mengetahui penyebabnya, kriteria diagnostik DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th Edition) akan digunakan [1].

Penderita gejala gangguan neurobehaviour perlu berkonsultasi lebih dulu dengan dokter, terutama dokter spesialis saraf [1].

Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan (baik riwayat medis pasien maupun keluarga pasien) akan dilakukan seperti pada umumnya [1].

Setelah mengumpulkan informasi detail, dokter baru dapat menentukan penyebab dan solusi pengobatan terbaik [1].

Dalam proses diagnosa, dokter akan mengidentifikasi gejala yang berpengaruh terhadap fungsi tubuh pasien, cara berpikir pasien, serta perilaku pasien [1].

Pengobatan Gangguan Neurobehaviour

Penanganan gangguan neurobehaviour akan disesuaikan dengan jenis kondisi yang dialami penderita.

  • Pada kasus autisme, berbagai macam terapi dapat ditempuh oleh pasien, seperti terapi bicara, terapi perilaku dan komunikasi, terapi fisik, hingga terapi obat.
  • Pada kasus ADHD, kombinasi antara psikoterapi dan terapi obat juga banyak digunakan. Sebagai pereda gejala ADHD yang efektif, methylphenidate akan dokter resepkan untuk pasien. Sementara untuk jenis psikoterapi yang dokter perlu terapkan, antara lain adalah terapi psikoedukasi, terapi perilaku kognitif, dan/atau program latihan atau terapi interaksi sosial.
  • Pada kasus sindrom Tourette, psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif, terapi meditasi, teknik pernafasan, dan hipnosis dapat dijalani oleh pasien. Sementara itu, pasien juga perlu mengonsumsi sejumlah obat sebagai pereda gejala tics, seperti antikejang, botox, antidepresan, dan antipsikotik. Selain itu, sebagai perangsang reaksi otak, deep brain stimulation (DBS)
  • Pada kasus gangguan obsesif kompulsif, terapi perilaku kognitif serta pemberian obat antidepresan adalah kombinasi yang mampu membantu pemulihan kondisi pasien. Untuk gangguan obsesif kompulsif, jenis obat antidepresan yang digunakan adalah sertraline, fluvoxamine, dan fluoxetine.

Komplikasi Gangguan Neurobehaviour

Ketika gangguan neurobehaviour tidak segera memperoleh penanganan, penderita terutama anak-anak dapat tumbuh dengan kemampuan interaksi sosial dan kemampuan motorik yang rendah [16].

Hal ini akan memengaruhi kehidupan sehari-hari pasien sebab segala aktivitas yang dilakukan akan sangat terbatas nantinya [16].

Penderita gangguan neurobehaviour juga berpotensi bergantung pada orang-orang di sekitarnya karena keterbatasan tersebut [16].

Pencegahan Gangguan Neurobehaviour

Risiko beberapa jenis kondisi gangguan neurobehaviour dapat diminimalisir sejak dari masa kehamilan.

Para ibu hamil yang mengasup makanan bernutrisi lengkap di saat hamil, menghindari paparan zat kimia berbahaya (termasuk minum minuman beralkohol dan merokok), serta rajin memeriksakan kehamilan akan setidaknya menurunkan risiko berbagai masalah kehamilan sekaligus penyakit bawaan pada bayi yang lahir nanti [15].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment