Korioamnionitis merupakan komplikasi kehamilan umum yang dikaitkan dengan efek maternal, perinatal dan efek samping jangka panjang. Korioamnionitis merupakan infeksi intraamnionitik atau peradangan akut pada selaput dan korion plasenta. [1]
Peradangan ini biasanya akibat infeksi bakteri polimikroba yang naik dengan pecahnya selaput. Korioamnionitis dapat terjadi pada selaput yang tidak rusak dan tampaknya umum disebabkan oleh spesies Ureaplasma dan Mycoplasma hominis. Kedua jenis mikroba ini 70% ditemukan dalam saluran kelamin bawah wanita. [1]
Korioamnionitis adalah infeksi yang terjadi sebelum atau selama proses melahirkan. Nama penyakit ini merujuk pada selaput yang menyelubungi janin, korion untuk “selaput luar” dan amnion untuk “kantong yang berisi cairan”. [2] Untuk mengetahui secara lebih rinci tentang korioamnionitis, mari kita simak penjelasan berikut.
Daftar isi
Fakta Korioamnionitis
Di Amerika, sebanyak 1%-4% kelahiran mengalami komplikasi korioamninonitis. Pada kelahiran prematur, komplikasi korioamnionitis terjadi sebanyak 40%-70% kelahiran dengan sebab pecah selaput sebelum waktunya atau kelahiran spontan. Sedangkan pada kelahiran yang tepat waktu, komplikasi korioamnionitis terjadi sebanyak 1%-13%. [1]
Kondisi ini terjadi ketika bakteri menginfeksi korion, amnion dan cairan amnion di sekitar janin. Hal ini dapat berujung pada kelahiran prematur atau infeksi serius baik pada ibu maupun bayi. [2]
Korioamnionitis dikaitkan secara signifikan dengan tingkat kematian dan tingkat mengidap kondisi medis tertentu (morbiditas) pada bayi yang baru dilahirkan. Morbiditas ini termasuk peningkatan resiko sepsis dan pneumonia. [3]
Gejala Korioamnionitis
Korioamnionitis tidak selalu memiliki gejala namun beberapa wanita merasakan tanda-tanda berikut: [1,2,4]
- Demam (Ibu hamil yang memiliki suhu tubuh lebih dari 38 °C dikatakan tidak normal)
- Takikardia / Detak jantung cepat (Pada ibu > 100 kali/ menit dan pada bayi > 160 kali/ menit)
- Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri di bagian rahim
- Cairan amnion berubah warna dan berbau busuk yang keluar dari vagina
- Berkeringat
- Pecahnya membran sebelum waktunya
Penyebab Korioamnionitis
Kondisi ini berkembang karena adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang biasa hidup di vagina naik ke atas menuju rahim, tempat janin berada. Bakteri yang dapat menyebabkan infeksi adalah Escherichia coli, bakteri grup B Streptococcus dan bakteri anaerob. [2]
Berbagai macam bakteri, virus dan jamur juga dihubungkan dengan kejadian infeksi ini. Berikut ini adalah daftar bakteri yang mampu menyebabkan korioamnionitis: [3]
- Ureaplasma urealyticum
- Chlamydia trachomatis
- Neisseria gonorrhoea
- Mycoplasma hominis
- Grup B Streptococcus
- Trichomonas vaginalis
- Bakteri anaerob Gram negatif (Gardnerella vaginalis dan Bacteroides spp.)
Virus juga memainkan peranan penting dalam korioamnionitis. Virus-virus tersebut diambil dari cairan amnion wanita hamil yang mengidap korioamnionitis. Beberapa virus yang dapat menyebabkan penyakit ini yakni: [3]
- Cytomegalovirus
- Adenovirus
- Enterovirus
- Respiratory syncytial virus
- Virus Epstein-Barr
Organisme jamur termasuk beberapa spesis Candida yaitu Candida albicans, Candida tropicalis dan Candida glabrata telah dikaitkan dengan korioamnionitis. Infeksi ini dilaporkan pada wanita yang: [3]
- Menjalani kehamilan in vitro
- Menggunakan alat kontrasepsi intrauterin secara terus-menerus
- Menjalani amniocentesis (prosedur pemeriksaan sampel air ketuban selama kehamilan)
- Mengalami pecah selaput yang lebih lama dari yang seharusnya
Faktor Resiko Korioamnionitis
Ada beberapa faktor resiko umum yang membuat Anda mengalami korioamnionitis seperti: [1,2]
- Ibu berusia muda (kurang dari 21 tahun)
- Status sosioekonomi yang rendah
- Kehamilan pertama
- Proses melahirkan yang lama (Tahap melahirkan tingkat dua terjadi > 2 jam atau aktif melahirkan terjadi > 12 jam)
- Selaput pecah (air ketuban telah pecah) untuk waktu yang cukup lama (Selaput telah pecah ≥ 12 jam)
- Kelahiran prematur
- Menjalani pemeriksaan vagina berulang kali (≥ 3 kali pemeriksaan) selama proses melahirkan (faktor resiko ini hanya terjadi pada ibu hamil yang mengalami pecah selaput)
- Telah menderita infeksi penyakit saluran kelamin bawah
- Menjalani pengawasan internal janin atau rahim (prosedur meletakkan elektroda langsung ke kulit kepala janin melalui serviks)
- Konsumsi alkohol dan tembakau
- Cairan amnion yang tercemar mekonium (tinja awal dari janin)
- Menjalani anestesi epidural
Komplikasi Korioamnionitis
Komplikasi korioamnionitis tidak hanya terjadi pada bayi namun ibu juga. Berikut ini komplikasi yang terjadi pada keduanya: [1]
Komplikasi pada Ibu
Komplikasi korioamnionitis berujung pada peningkatan resiko 2-3 kali lipat melahirkan secara cesar dan peningkatan resiko 2-4 kali lipat terhadap endomiometritis (infeksi rahim setelah melahirkan), infeksi luka, abses pelvis, bakteremia (adanya bakteri di dalam aliran darah) dan pendarahan pasca melahirkan. [1]
Komplikasi pada Janin
Janin yang terpapar infeksi mungkin berujung pada kematian janin, sepsis pada bayi yang baru dilahirkan, dan berbagai macam komplikasi pasca kelahiran. Tanggapan janin terhadap infeksi – yang di istilahkan sebagai fetal inflammatory response syndrome (FIRS) – mungkin menyebabkan atau memperburuk komplikasi ini. [1]
FIRS menyebabkan funisitis (peradangan pada jaringan penghubung tali pusar) dan vaskulitis korionik (peradangan pembuluh darah pada tali pusar).
FIRS juga telah dihubungkan dengan kelahiran prematur yang puncaknya adalah kematian perinatal (kehamilan 22 minggu sampai 7 hari setelah kelahiran). Sindrom ini juga dihubungkan dengan: [1]
- Cedera multi organ
- Penyakit paru kronis
- Leukomalacia periventrikular (cedera otak iskemia yang ditandai dengan adanya kematian jaringan atau penggumpalan pada substansi putih di lateral ventrikel otak)
- Serebral palsi (kelumpuhan otak) pada bayi yang baru dilahirkan
Komplikasi pada Bayi yang Baru Dilahirkan dan Komplikasi Jangka Panjang
Bayi yang baru dilahirkan yang terpapar infeksi ini akan mengalami efek samping jangka panjang seperti: [1]
- Kematian perinatal
- Asfiksia (kurangnya kadar oksigen dalam tubuh)
- Sepsis
- Syok sepsis
- Pneumonia
- Pendarahan intraventrikular
- Kerusakan substansi putih otak
- Disabilitas jangka panjang termasuk serebral palsi
Diagnosis Korioamnionitis
Korioamnionitis didiagnosis oleh dokter melalui berbagai pemeriksaan. Biasanya pemeriksaan fisik dan untuk mengkonfirmasinya akan dilakukan tes darah di laboratorium. [2]
Amniocentesis mungkin dibutuhkan jika Anda menjalani proses melahirkan sebelum waktunya. Prosedur ini dilakukan dengan cara mengambil sampel air ketuban.
Anda dinyatakan mengalami korioamnionitis jika air ketuban Anda kadar gulanya rendah dan konsentrasi sel darah putih dan bakterinya tinggi. [2]
Pengobatan Korioamnionitis
Pengobatan korioamnionitis adalah dengan memberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya komplikasi pada janin dan ibu serta membantu menangani infeksi. [1,4] Obat-obat antibiotik yang dapat diberikan yaitu: [3]
- Ampicillin
- Gentamicin
- Clindamycin (untuk pasien yang alergi ampicillin)
- Metronidazole (untuk pasien yang alergi clindamycin)
- Vancomycin atau erythromycin (untuk pasien yang alergi penicillin)
Selain itu, diberikan pula antipiretik (pereda demam) berupa acetaminophen untuk mencegah terjadinya ensefalopati pada bayi yang baru dilahirkan. [1] Jika bayi Anda juga mengalami infeksi, dokter akan memberikan antibiotik. [4]
Pencegahan Korionamnionitis
Beberapa upaya yang dilakukan dokter Anda untuk mencegah berkembangnya infeksi adalah: [2]
- Melakukan uji skrining pada Anda terhadap bacterial vaginosis (peradangan vagina) pada trimester kedua
- Melakukan uji skrining terhadap infeksi bakteri grup B Streptococcus saat usia kehamilan 35-37 minggu
- Mengurangi pemeriksaan vagina selama proses melahirkan
- Meminimalisasi frekuensi pengawasan internal janin