Ketika dilahirkan bayi akan terpapar udara dingin dan lingkungan baru, yang mana dapat mengakibatkan stress sehingga bayi akan langsung menangis. Selain itu, selama proses kelahiran bayi mengalami perubahan hormonal yang akan memicu penarikan napas pertama kali[1, 2].
Paru-paru bayi dipenuhi cairan selama berada di dalam rahim ibu. Saat bayi mulai bernapas, paru-paru akan membesar, mendesak cairan keluar dari paru-paru ke dalam darah dan sistem limfa[1, 3].
Biasanya bayi akan menangis dalam proses tersebut. Oleh karena itu, tangis pertama bayi menunjukkan bahwa paru-paru bayi bekerja dengan baik[3].
Menangis membantu membersihkan cairan paru-paru dan membantu penetapan kapasitas residual fungsional. Bayi yang tidak menangis yang mengalami depresi perinatal (sebelum kelahiran) dapat memiliki peningkatan risiko mortalitas[4].
Napas pertama bayi dapat berupa napas yang tidak beratur dan dangkal, tapi kondisi ini hanya berlangsung selama beberapa saat. Segera setelahnya napas bayi akan menjadi lebih teratur dan lebih dalam[1].
Napas pertama bayi merupakan yang paling sulit, sehingga kadang kala memerlukan bantuan. Perawat dapat membantu menstimulasi pernapasan dan tangis pertama dengan menyeka kulit bayi dengan selimut atau handuk[1].
Bayi yang tidak langsung menangis ketika dilahirkan dapat merupakan kondisi yang normal karena beberapa bayi tangis dapat tertunda atau tidak terjadi. Meski pada beberapa kasus, bayi yang tidak menangis dapat mengindikasikan adanya masalah kesehatan tertentu[3, 5].
Berikut beberapa hal yang dapat menjadi penyebab bayi tidak menangis:
Daftar isi
1. Sifat Bayi yang Pendiam
Setiap bayi memiliki karakter unik atau sifat masing-masing. Menangis merupakan cara bayi berkomunikasi dan merespon terhadap lingkungan. Karena itulah saat bayi lahir, perubahan lingkungan biasanya akan memicu tangis[2, 3].
Akan tetapi, beberapa bayi dapat lebih tenang dan pendiam sehingga tidak menangis setelah kelahiran. Jika hal tersebut terjadi, dokter atau perawat dapat menstimulasi tangis dengan menyedot cairan yang memenuhi saluran pernapasan[2, 5].
Jika keterlambatan menangis disertai gejala lain, bayi dapat memerlukan pertolongan medis. Untuk memastikan kondisi bayi, dokter dapat melakukan tes Apgar[1, 3].
Tes Apgar meliputi pemeriksaan[1, 3]:
- A: appearance (warna kulit)
- P: pulse (detak jantung)
- G: grimace (respon/refleks iritabilitas)
- A: activity (muscle tone)
- R: respiration (kemampuan pernapasan)
Setiap kriteria diberi nilai 0, 1, atau 2. Nilai total diperoleh dengan menambahkan kelima nilai. Tes Apgar dilakukan dalam 1 menit pertama paska kelahiran. Kemudian dilakukan tes Apgar kedua setelah 5 menit paska kelahiran[1, 3].
Jika dokter telah menyatakan bahwa kondisi bayi sehat maka orang tua tidak perlu khawatir meski bayi tidak menangis. Menangis biasanya menjadi cara bayi merespon terhadap dingin atau lapar[1, 2].
Tangis setelah kelahiran dapat tidak terjadi karena beberapa bayi memerlukan waktu lebih lama untuk belajar menangis. Ada pula bayi yang kesulitan atau tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan menangis[1].
Orang tua dengan bayi yang tidak menangis, perlu lebih memperhatikan dan memastikan kebutuhan bayi terpenuhi, meliputi jadwal makan, tidur, serta ganti popok.
2. Bayi Lahir Melalui Operasi Caesar
Bayi yang lahir melalui prosedur melahirkan alami mengalami banyak stress, yang kemudian menyebabkan bayi menangis secara otomatis. Tangis pertama bayi juga dipicu oleh perubahan hormon yang terjadi selama kelahiran[1, 2].
Jika proses kelahiran berlangsung dengan cepat atau melalui prosedur sesar, perubahan hormon tersebut dapat tidak terjadi sehingga bayi tidak menangis. Bayi yang dilahirkan melalui prosedur sesar biasanya batuk atau menguap alih-alih menangis[3].
3. Pengaruh Obat Penenang
Bayi dapat tidak menangis akibat pengaruh obat pemberian obat penenang (sedasi). Jika ibu menerima obat nyeri, bayi yang dikandung kemungkinan akan ikut terpengaruh. Obat jenis ini menimbulkan efek seperti rasa kantuk[1].
Bayi yang terpengaruh obat dapat tidak mengeluarkan tangis setelah kelahiran. Pada kasus tersebut dokter dan perawat dapat menstimulasi pernapasan dengan cara membersihkan saluran pernapasan bayi dari cairan[1, 5].
4. Bayi Terlahir Prematur
Bayi prematur ialah bayi yang terlahir lebih cepat dari perkiraan waktu kelahiran. Bayi termasuk dalam kategori prematur jika lahir lebih dari 3 minggu sebelum waktu yang diperkirakan[6].
Kelahiran yang terlalu cepat mengakibatkan waktu perkembangan bayi di dalam rahim belum cukup lama, sehingga bayi dapat memiliki beberapa masalah kesehatan. Bayi prematur biasanya memiliki berat badan yang lebih kecil, kulit terlihat tipis, dan kepala terlihat sedikit besar[6].
Bayi prematur juga biasanya menangis dengan pelan atau tidak menangis sama sekali. Hal ini disebabkan sistem pernapasan yang belum berkembang dengan sempurna. Bayi prematur dapat mengalami masalah pernapasan dan suhu tubuh rendah[1, 6].
Terjadinya kelahiran prematur dapat dipengaruhi oleh faktor risiko berikut[6]:
- Pernah melahirkan prematur sebelumnya
- Ibu berusia di bawah 17 tahun atau lebih dari 35 tahun
- Memiliki masalah pada rahim, serviks, atau plasenta
- Melahirkan anak kembar
- Merokok atau penggunaan obat ilegal
- Kehamilan dengan fertilisasi in vitro
- Pernah mengalami keguguran atau aborsi
- Kehamilan terjadi kurang dari 6 bulan setelah kehamilan sebelumnya
- Kondisi kesehatan ibu, seperti diabetes atau tekanan darah tinggi (preeklamsia)
- Mengalami infeksi atau cedera selama kehamilan
- Mengalami stress selama kehamilan
5. Asfiksia
Asfiksia (disebut juga asfiksia neonartum) ialah kegagalan untuk memulai pernapasan normal selama 1 menit setelah lahir. Kondisi ini terjadi karena bayi tidak mendapatkan cukup oksigen sebelum, selama, atau setelah kelahiran[7, 8].
Suplai oksigen yang tidak mencukupi dapat mengakibatkan kadar oksigen rendah atau penumpukan asam berlebihan di dalam darah. Asfiksia merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera[7].
Bayi yang mengalami asfiksia mengalami gejala yang mengindikasikan kurangnya oksigen atau aliran darah, meliputi[7, 8]:
- Warna kulit yang tidak normal, kebiruan atau pucat (sianosis)
- Bayi diam dan tidak menangis
- Detak jantung pelan (bradikardi)
- Respon terhadap stimulasi buruk
- Gangguan atau kesulitan bernapas
- Tungkai lemas atau kaku (hipotonia)
- Tekanan darah rendah
- Urinasi rendah
- Kejang
- Pembekuan darah abnormal
Indikasi lain dari asfiksia ialah nilai Apgar rendah, yaitu antara 0 dan 3 yang berlangsung selama lebih dari 5 menit[7].
Asfiksia dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang seperti kerusakan otak dan gangguan perilaku dan kognitif. Asfiksia berat dapat mengarah pada disabilitas intelektual, epilepsi, palsi serebral, dan gangguan penglihatan atau pendengaran[7].
6. Sindrom Aspirasi Mekonium
Sindrom aspirasi mekonium disebut juga sebagai keracunan air ketuban. Sindrom aspirasi mekonium merupakan kondisi medis serius yang terjadi ketika bayi menghirup campuran dari air ketuban dan mekonium (feses pertama bayi) ke dalam paru-paru sebelum atau sekitar waktu kelahiran[9, 10].
Mekonium normalnya tersimban di dalam usus bayi sampai bayi dilahirkan. Namun terkadang mekonium dikeluarkan saat bayi masih dalam rahim akibat stress atau waktu kelahiran yang lebih lama dari normal[9, 10].
Aspirasi mekonium dapat menyebabkan masalah serius meliputi[10]:
Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyebab utama penyakit berat dan kematian pada bayi yang baru lahir, terjadi pada sekitar 5% hingga 10% kelahiran[9].
Bayi yang mengalami sindrom aspirasi mekonium dapat menunjukkan gejala berupa[9, 10]:
- Warna kulit pucat atau kebiruan
- Masalah pernapasan
- Adanya warna atau coretan kehijauan gelap pada air ketuban
- Kelumpuhan bayi saat lahir
- Bayi tidak menangis
7. Ibu Menderita Diabetes
Diabetes yang dialami ibu hamil dapat dibedakan menjadi dua, yaitu[11]:
- Diabetes gestational: gula darah tinggi (diabetes) yang dimulai atau terdeteksi pertama kali selama kehamilan
- Diabetes pre-gestational: diabetes yang sudah dialami sebelum kehamilan
Jika diabetes tidak dikendalikan dengan baik selama kehamilan, bayi di dalam kandungan akan terekspos kadar gula darah tinggi yang mana akan mempengaruhi perkembangan bayi[11].
Bayi dari ibu hamil yang mengalami diabetes sering kali memiliki berat badan lebih besar dari ukuran normal. Hal ini dapat mengakibatkan keluarnya bayi melalui vagina pada saat kelahiran menjadi lebih sulit. Selain itu, dapat terjadi peningkatan risiko cedera saraf dan trauma lain selama kelahiran[11].
Selama di dalam rahim bayi terbiasa mendapatkan lebih banyak gula daripada yang diperlukan, akibatnya setelah dilahirkan bayi cenderung mengalami periode gula darah rendah (hipoglikemia). Periode ini dapat berlangsung hingga beberapa hari pertama setelah lahir[11].
Berikut gejala yang dapat dialami oleh bayi dari ibu yang mengalami diabetes[11]:
- Ukuran tubuh lebih besar daripada bayi pada umumnya
- Warna kulit biru, detak jantung cepat, napas cepat
- Keletihan, tangis yang lemah, dan kemampuan menyedot buruk
- Kejang
- Nafsu makan rendah
- Wajah terlihat bengkak
- Tremor atau gemetar sesaat setelah lahir
- Warna kulit kuning
Bayi dari ibu yang mengalami diabetes berisiko tinggi mengalami[11]:
- Kesulitan bernapas akibat paru-paru yang belum cukup matang berkembang
- Jumlah sel darah merah tinggi (polisitemia)
- Kadar bilirubin tinggi (penyakit kuning)
- Penebalan otot jantung di antara ventrikel
Ibu dengan diabetes tidak terkendali memiliki risiko keguguran dan bayi lahir mati lebih tinggi. Pada kasus langka, bayi dapat mengalami hipoglikemia berat sehingga menyebabkan kerusakan otak[11].