Daftar isi
Apa Itu Radikal Bebas ?
Umumnya suatu molekul memiliki elektron yang berpasangan disetiap kulit orbitalnya. Namun jika ada molekular yang memiliki elektron tidak berpasangan dalam kulit terluar orbital atomnya, maka inilah yang disebut radikal bebas [1].
Kenapa disebut sebagai radikal bebas? Karena molekular yang memiliki elektron tidak berpasangan (eletron radikal) ini diketahui mampu hidup secara bebas, sangat reaktif dan tidak stabil [1].
Radikal bebas ini dikatakan sangat tidak stabil dan reaktif karena satu elektron tidak berpasangan akan selalu mencoba untuk menstabilkan diri dengan secara aktif mencari pasangan elektron, baik itu dengan menerima atau dengan memberikan satu elektron ke molekular lain [1].
Dengan kata lain, radikal bebas ini dapat memiliki dua peran, yaitu sebagai oksidator (penerima elektron) atau sebagai reduktor(pemberi elektron) [1].
Sifatnya yang sangat tidak stabil dan sangat reaktif inilah yang kemudian dapat memberikan efek negatif, khususnya jika menyerang makromolekul pada tubuh [1].
Jenis Radikal Bebas
Perlu diketahui bahwa, radikal bebas ini merupakan hasil produk sampingan dari reaksi penggunaan oksigen oleh sel untuk menghasilkan energi [2].
Dengan kata lain, setiap kali oksigen diproses oleh sel menjadi energi maka radikal bebas juga akan dihasilkan sebagai konsekuensi [2].
Adapun jenis radikal bebas yang umumnya dihasilkan dalam proses reaksi reduksi oksidasi (redoks) selalur ini ada dua yaitu [2] :
- Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS atau spesies oksigen reaktif adalah salah satu jenis radikal bebas yang mencakup molekul dari atom O dan H dengan satu elektron tidak berpasangan dalam orbital terakhirnya seperti radikal hidroksil dan anion superoksida.
Untuk radikal hidroksil sedniri diketahui termasuk radikal dengan reaktivitas sangat tinggi.
- Reactive Nitrogen Species (RNS)
RNS merupakan spesies nitrogen reaktif termasuk oksida nitrat (NO•) yang relatif tidak reaktif, nitrogen dioksida (NO2 •) dan peroksinitrit (ONOO−) yang merupakan pengoksidasi kuat.
Penyebab Radikal Bebas
Radikal bebas dalam tubuh manusia diketahui dapat disebabkan oleh dua jenis faktor yaitu faktor internal maupun faktor eksternal dengan penjelasan sebagai berikut [1] :
- Penyebab Internal
Radikal bebas yang disebabkan oleh faktor internal dalam tubuh seperti hasil metabolisme, reaksi enzimatik maupun non enzimatik diketahui terjadi secara terus menerus [1].
Reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan terbentuknya radikal bebas antara lain rantai pernapasan, fagositosis, sintesis prostaglandin, dan dalam sistem sitokrom P-450 [1].
Adapun reaksi non enzimatis oksigen dan senyawa organik juga dapat membentuk radikal bebas [1]. Secara keseluruhan, untuk radikal bebas yang disebabkan oleh faktor internal dalam tubuh manusia sendiri antara lain [1, 2] :
- Mitokondria
- Xantin oksidase
- Peroksisom
- Peradangan
- Fagositosis
- Jalur arakidonat
- Olahraga berlebihan
- Cedera iskemia / reperfusi
- Tekanan mental
- Aktivasi sel kekebalan
- Kanker
- Penuaan
- Penyebab Eksternal
Meskipun radikal bebas dapat dibentuk secara internal dalam tubuh manusia, faktor eksternal seperti gaya hidup dan lingkungan dapat juga meningkatkan pembentukan radikal bebas [4].
Pembentukan radikal bebas secara eksternal diketahui harus melalui penguraian senyawa eksogen sebelum menjadi radikal bebas [2].
Adapun berikut ini merupakan beberapa sumber penyebab pembentukan radikal bebas [1,2, 4] :
- Asap rokok
- Merokok
- Konsumsi alkohol
- Konsumsi Gorengan
- Polutan lingkungan (polusi air, udara logam berat Cd Hg Pb Fe As)
- Radiasi
- Obat-obatan tertentu (siklosporin, takrolimus, gentamisin, bleomisin)
- Pestisida
- Pelarut industri
- Makanan (daging asap, minyak bekas, lemak)
- Ozon
Dampak Radikal Bebas Terhadap Kesehatan
Elektron tidak berpasangan dalam molekul radikal bebas sebagaimana diketahui sang reaktif dan tidak stabil [1].
Hal ini membuat molekul radikal bebas menyerang molekul lain dalam tubuh agar dapat memperoleh kestabilan dengan mencari pasangan bagi elektronnya yang tidak berpasangan.
Dalam tubuh manusia sendiri, sasaran serang utama radikal bebas tidak lain adalah makromolekul seperti lipid, asam nukleat, dan protein yang sangat berperan penting dalam tubuh [1].
Kerusakan sel dan gangguan hemeostatis umumnya dapat disebabkan oleh penyerangan dari radikal bebas terhadap makromolekul dalam tubuh [1].
Selain itu, radikal bebas baik dalam bentuk ROS maupun RNS jika konsentrasinya tinggi dalam tubuh maka akan mengakibatkan stress oksidatif. Di mana stress oksidatif ini merupakan suatu proses perusakan semua struktur sel [1].
Perlu juga diketahui bahwa, stress oksidatif ini memiliki peranan penting dan utama dalam risiko perkembangan penyakit kronis maupun penyakit degeneratif [1].
Lebih tepatnya, stress oksidatif ini dapat mengakibatkan penyakit kanker, artritis, penuaan, gangguan autoimun, penyakit kardiovaskular bahkan neurodegradatif [1].
Hubungan Radikal Bebas Dengan Antioksidan
Tubuh manusia diketahui memiliki mekanisme perlawanan terhadap stess oksidatif, salah satunya dengan memproduksi antioksidan [1].
Mengingat, antioksidan ini berperan penting dalam melawan radikal bebas penyebab stress oksidatif. Jika stress oksidatif dapat dicegah maka, risiko penyakit kronis dan degenerative dapat diturunkan [1].
Antioksidan sendiri diketahui dihasilkan secara endogen maupun eksogen. Di mana secara endogen antioksidan dihasilkan secara alami dalam tubuh, sedangkan secara eksogen diperoleh dari makanan, atau suplemen kaya antioksidan [1].
Berdasarkan uraian singkat tersebut, diketahui bahwa radikal bebas dan antioksidan ini memiliki hubungan yang berkebalikan.
Di mana kehadiran antioksidan adalah untuk melawan radikal bebas dalam tubuh manusia. Semakin tinggi konsentrasi antioksidan dalam tubuh, maka akan semakin banyak penurunan konsentrasi radikal bebas, sehingga risiko stress oksidatif dan penyakit yang ditimbulkannya akan dapat dicegah.
Hubungan Radikal Bebas dengan Kanker
Radikal bebas dalam bentuk ROS maupun RNS seperti anion super oksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil, dan oksida nitrat serta metabolit biologisnya diketahui berperan penting dalam karsinogenesis (pembentukan kanker) [1].
Karsinogenesis ini diketahui dapat terjadi akibat kerusakan DNA oksidatif oleh radikal bebas. Awalnya, radikal bebas, seperti HO menyerang DNA hingga mengakibatkan kerusakan DNS oksidatif hingga terbentuknya basa DNA terhidroksil [1].
Pembentukan basa DNA terhidroksi ini kemudian mengganggu pertumbuhan sel dengan menyebabkan mutase genetik dan mengubah transkripsi gen normal [1].
Selain mengakibatkan mutagenesis sel, kerusakan DNA oktidatif tersebut juga mengakibatkan karsinogenesis lipid peroksida yang bertanggung jawab atas aktivasi karsinogen [1].
Hingga kini, diketahui bahwa kerusakan DNA oksidatif oleh radikal bebas dari merokok dapat berkontribusi pada pembentukan atau perkembangan kanker paru paru dan tumor lainnya [2].
Sedangkan peroksidadi lipid dapat dilihat dari adanya korelasi signifikan antara konsumsi lemak dan tingkat kematian akibat leukimia, kanker payudara, kanker ovarium, kanker rektum pada orang tua [2].
Produksi radikal bebas yang tidak terkendali pada usus besar, menyebabkan ketidakseimbangan redoks dan kerusakan DNA yang mengarah pada homeostatis metabolic usus berubah menjadi kanker kolorektal [5].
Selain itu, radikal bebas juga dapat mengakibatkan kerusakan epitel payudara yang memicu terjadinya proliferasi fibroblas, hiperplasia epitel, atipia seluler, dan kanker payudara [5].
Bagi laki laki, radikal bebas berupa ROS diketahui sebagai molekul yang bertanggung jawab dalam terjadinya proliferasi sel kanker prostat [5].
Hubungan Radikal Bebas dengan Penuaan
Radikal bebas yang menyerang makromolekul dalam tubuh hingga mengakibatkan kerusakan sel diketahui memiliki hubungan yang positif signifikan terhadap perubahan patologis seperti penuaan [1].
Artinya, semakin banyak kerusakan sel akibat radikal bebas maka akan dapat mempercepat terjadinya proses penuaan. Sebaliknya pengurangan radikal bebas diketahui dapat menurunkan laju proses penuaan [1].
Lebih lanjut diketahui juga bahwa, peningkatan stress oksidatif diketahui terjadi selama proses penuaan [1].
Radikal bebas berupa peroksil yang merupakan radikal bebas untuk oksidasi protein diketahui dapat merusak protein dan menghasilkan karbonil serta modifikasi asam amino [1].
Adapun modifikasi amino akibat oksidasi protein yang dimaksud termasuk pembentukan metionin sulfida dan protein peroksida. Oksidasi protein inilah yang kemudian mempengaruhi perubahan patologis seperti penuaan [1].
Cara Mengurangi Radikal Bebas di Tubuh
Salah satu cara paling ampuh dalam yang juga sudah disediakan oleh tubuh untuk mengurangi radikal bebas yaitu antioksidan [1].
Mengingat, antioksidan ini merupakan molekul yang cukup stabil khususnya untuk menyumbangkan elektron kepada radikal bebas [1].
Artinya, dengan adanya sumbangan elektron dari antioksidan, elektron yang tidak berpasangan pada kulit terluar molekul radikal bebas dapat menjadi berpasangan dan lebih stabil [1].
Semakin banyak radikal bebas yang distabilkan oleh antioksidan, maka akan semakin kecil risiko penyerangan radikal bebas kepada makromolekul penting dalam tubuh [1].
Namun, perlu diketahui bahwa antioksidan dapat mengalami oksidasi setelah menyerang radikal bebas. Dalam keadaan tertentu setelah antioksidan memberikan elektron pada radikal bebas, dapat menghasilkan prosuk sampingan berupa radikal bebas ROS atau RNS baru [2].
Mengingat, reaksi tersebut terjadi secara berantai dan terus menerus sampai radikal bebas distabilkan oleh antioksidan pemecah rantai [2].
Oleh karena itu, sumber antioksidan khususnya antioksidan pemecah rantai seperti vitamin C, vitamin E dan karotenoid,dalam tubuh harus terus menerus dipenuhi [2].
Adapun untuk memenuhi kebutuhan antioksidan khususnya antioksidan pemecah rantai maka dapat dilakukan dengan mengonsumsi sumber makanan yang kaya kandungan baik Vitamin C, E maupun karotenoid.
Sumber dari vitamin C, vitamin E dan karotenoid tersebut diketahui terkandung dalam makanan sebagai berikut [2] :
- Sumber Vitamin C
Sumber makanan yang kaya kandungan vitamin C antara lain buah asam, sayuran hijau dan tomat.
- Sumber Vitamin E
Sumber makanan yang kaya kandungan vitamin E yaitu minyak nabati, minyak biji gandum, biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, buah-buahan, telur, unggas dan daging.
- Sumber Karotenoid
Untuk memenuhi kebutuhan antioksidan dapat dilakukan dengan konsumsi makanan kaya karotenoid seperti buah-buahan, biji-bijian, minyak dan sayuran baik wortel, tanaman hijau, labu maupun bayam.
Bagi orang yang tidak dapat mengonsumsi sumber antioksidan karena keadaan maka suplemen makanan dapat menjadi salah satu alternatif [2].
Dalam kasus, ini, konsumsi suplemen berupa mulitivitasmin, tablet mineral, dan kapsul minyak ikan sesuai standar aman dapat membantu menjaga kesehatan [2].
Selain itu, pengurangan radikal bebas ini dapat juga dilakukan dengan enzim antioksidan seperti superoksida dismutase, katalase dan glutathione peroksidase [2].
Enzim enzim tersebut diketahui dapat mencegah oksidasi dengan mengurangi laju inisiasi rantai dengan menstabilkan radikal logam trasisi seperti tembaga dan besi [2].
Perlu diperhatikan juga bahwa, konsumsi suplemen atau multivitamin dalam dosis tinggi dapat berbahaya bagi kesehatan. Untuk itu, pemenuhan kebutuhan antioksidan tubuh lebih disarankan melalui konsumsi sumber makanan kaya antioksidan [2].