Sindrom Klinefelter adalah suatu kondisi yang muncul pada pria akibat adanya kromosom tambahan. Gejala paling umum dari sindrom ini adalah ketidaksuburan atau kemandulan.
Daftar isi
Mengenal Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter adalah kondisi genetik dimana seorang anak laki-laki terlahir dengan kromosom X ekstra. Kromosom pada pria yang normal adalah XY, sementara penderita sindrom Klinefelter memiliki kromoson XXY. Ini sebabnya nama lain untuk kondisi ini adalah sindrom XXY. [1, 2, 3, 4]
Pria yang mengalami Klinefelter biasanya tidak tahu dirinya memiliki kelainan kromosom, hingga mereka mulai kesulitan memiliki keturunan. Tidak ada obat untuk sindrom ini, tetapi bisa dirawat. [1]
Manusia memiliki 46 kromosom yang menampung seluruh gen dan DNA dari dirinya. Dua dari kromosom ini, yaitu kromosom seks, menentukan jenis kelamin seseorang. Kedua kromosom seks pada wanita disebut kromosom X (ditulis dengan XX), sementara pria memiliki kromosom X dan Y (ditulis dengan XY).
Kedua kromosom seks ini membantu tubuh seseorang mengembangkan kesuburan dan karakteristik seksual dari jenis kelaminnya.
Seringkali, sindrom Klinefelter adalah hasil dari berlebihnya satu kromosom X (ditulis dengan XXY). Kadang-kadang, variasi dari perhitungan XXY bisa terjadi, yang paling umum adalah mosaik XY/XXY. Pada variasi ini, beberapa sel dalam tubuh pria memiliki kromosom X tambahan, sementara sisanya memiliki kromosom XY yang normal. [1, 2, 3, 4]
Persentase sel yang mengandun kromosom ekstra bisa berbeda dari orang ke orang. Pada beberapa contoh, mosaik XY/XXY masih memiliki sel-sel di testis yang berfungsi normal sehingga pemiliknya masih bisa memiliki keturunan.
Sindrom Klinefelter terjadi pada sekitar 1 dari setiap 500-1,000 kelahiran bayi laki-laki. Kromosom seks tambahan ini terjadi akibat kesalahan acak saat pembentukan sel telur atau sperma. [3, 4]
Sekitar setengah dari kesalahan ini terjadi saat pembentukan sperma, sementara sisanya akibat kesalahan pada perkembangan sel telur. Wanita yang mengandung diatas usia 35 tahun memiliki kemungkinan yang sedikit lebih tinggi untuk melahirkan bayi laki-laki dengan sindrom ini. [3, 4]
Gejala-Gejala Sindrom Klinefelter
Tanda-tanda dan gejala sindrom Klinefelter bisa berbeda pada tiap orang. Beberapa pria yang mengalami sindrom ini tidak menunjukkan gejala atau hanya terdampak secara ringan. Pada kasus-kasus ini, mereka mungkin tidak sadar telah mengalami sindrom Klinefelter.
Bila muncul gejala-gejala, maka bisa termasuk: [1, 2, 4]
- Ukuran testis yang kecil dan padat
- Masa pubertas yang datang terlambat atau tidak lengkap dengan karakteristik seksual sekunder yang mengakibatkan sedikitnya rambut wajah, tubuh, atau di bagian pubis, suara yang cenderung melengking, dan penyebaran lemak tubuh yang menyebabkan tubuh bagian bawah lebih bundar, dengan lebih banyak lemak tersimpan di pinggul, bokong dan paha dan bukannya di bagian dada atau perut
- Tumbuhnya payudara (gynecomastia)
- Ketidaksuburan
- Postur tubuh tinggi
- Proporsi tubuh yang tidak normal (tungkai panjang, badan pendek, lebar bahu sama dengan pinggul)
- Kesulitan belajar
- Terlambat belajar bicara
- Kriptokismus (testis tidak turun ke dalam skrotum)
- Bukaan penis berada di bagian bawah penis dan bukannya di ujung
- Mengalami masalah psikologis dan tingkah laku
Timbul atau tidaknya gejala-gejala sindrom Klinefelter tergantung dari banyak faktor, termasuk seberapa banyak testosterone yang dihasilkan tubuhnya, apakah kelainan kromosomnya bersifat mosaik, serta usia dimana kondisi ini terdiagnosa dan mulai dirawat.
Beberapa pasien memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami kanker payudara, tumor bakteri ekstragonadal yang langka, penyakit paru-paru, osteoporosis, serta gangguan autoimun seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan sindrom Sjogren’s.
Beberapa orang yang mengalami sindrom Klinefelter bisa saya memiliki lebih dari satu kromosom X tambahan pada tiap sel (misalnya XXXY atau XXXXY). Pada kasus-kasus ini, tanda-tanda dan gejala yang timbul bisa lebih berat, termasuk: [2]
- Keterbelakangan mental
- Bentuk wajah yang khas
- Ketidaknormalan tulang wajah
- Koordinasi yang buruk
- Kesulitan bicara yang berat
- Masalah tingkah laku
- Kecacatan pada jantung
- Masalah gigi
Penyebab Sindrom Klinefelter
Sindrom XXY tidak diwariksan. Kelainan kromosom ini terjadi karena kesalahan yang secara acak terjadi saat pembelahan kromosom seks pada sel telur atau sperma. [1, 2, 3, 4]
Wanita yang mengandung saat usianya sudah cukup tua memiliki kemungkinan lebih tinggi melahirkan bayi laki-laki dengan sindrom XXY, tetapi kemungkinannya kecil.
Pria yang mengalami Klinefelter mungkin memiliki: [1, 2, 3, 4]
- Kromosom X ekstra pada setiap sel, dan ini adalah bentuk yang paling umum terjadi
- Kromosom X ekstra hanya pada beberapa sel, disebut Klinefelter mosaik, dimana pemiliknya tidak mengalami terlalu banyak gejala
- Lebih dari satu kromosom X ekstra, yang sangat jarang terjadi dan bisa menyebabkan gejala yang parah
Diagnosa
Untuk mendiagnosa sindrom Klinefelter, dokter akan mengawali dengan pemeriksaan fisik dan menanyakan gejala-gejala yang dialami pasien serta kondisi kesehatannya secara umum. Dokter juga mungkin akan memeriksa bagian dada, penis, dan testis serta melakukan beberapa tes sederhana, seperti memeriksa refleks pasien.
Selain itu, ada dua tes utama yang dilakukan untuk mendiagnosa sindrom ini: [1, 2, 3, 4]
- Analisis kromosom, juga disebut analisis karyotype. Tes darah ini digunakan untuk melihat kondisi kromosom.
- Tes hormon, untuk memeriksa kadar hormon dalam darah atau urin.
Diagnosa sindrom Klinefelter seringkali diduga berdasarkan adanya tanda-tanda dan gejala yang karakteristiknya khas pada pasien. Namun diagnosa sindrom Klinefelter juga bisa dilakukan sebelum bayi lahir melalui chorionic villous sampling atau amniocentesis. [2, 4]
Perawatan Sindrom Klinefelter
Tidak pernah terlambat untuk mengobati Klinefelter, tetapi semaki cepat dimulai, semakin baik.
Karena gejala-gejala sindrom Klinefelter kadang-kadang bisa sangat ringan, banyak orang yang tidak pernah diperiksa apalagi dirawat. Bila diagnosa telah ditegakkan, perawatan akan dilakukan berdasarkan tanda-tanda dan gejala yang muncul pada tiap-tiap pasien, terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan hypogonadism (rendahnya kadar testosterone), gynecomastia (pembesaran ukuran dada), dan masalah-masalah psikososial.
Perawatan yang dilakukan bisa termasuk: [1, 2, 3, 4]
- Penggantian testosterone: sekitar separuh dari penderita sindrom Klinefelter memiliki kadar testosterone yang rendah, yang bisa dinaikkan dengan mengonsumsi suplemen testosterone. Kadar testosterone yang normal bisa membantu penderika SK untuk mengembangkan otot yang lebih besar, suara yang lebih berat, dan rambut wajah serta tubuh, juga bisa meningkatkan gairah seks, memperbesar testis, memperbaiki mood, kepercayaan diri, serta tingkah laku. Terapi ini juga akan melindungi penderita SK dari osteoporosis dan mengurangi risiko terkena penyakit autoimum dan kanker payudara.
- Pengangkatan payudara atau bedah plastik untuk mengurangi ukuran dada.
- Intervensi pendidikan: saat berusia anak-anak, banyak penderita sindrom Klinefelter yang membutuhkan bantuan khusus untuk mendukung aktivitas mereka di sekolah. Para guru bisa juga menyediakan bantuan dengan menggunakan metode khusus di kelas, misalnya membagi-bagi tugas yang cukup besar menjadi unit-unit yang lebih kecil dengan langkah-langkah yang lebih mudah.
- Beberapa bentuk terapi, misalnya terapi fisik, bicara, okupasional, tingkah laku, kesehatan mental, dan terapi keluarga seringkali bisa membantu mengurangi atau menghilangkan beberapa gejala-gejala Klinefelter seperti lemahnya kekuatan otot, masalah berbicara dan bahasa, atau rendahnya kepercayaan diri.
Bisakah Sindrom Klinefelter Dicegah?
Karena sindrom Klinefelter adalah kelainan yang bersifat genetik, maka tidak ada cara untuk mencegahnya. Kesalahan yang terjadi secara acak saat pembelahan sel telur dan sperma ini adalah kejadian yang tidak bisa diduga.