Sindrom Sanfilippo: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Sanfilippo adalah suatu kondisi genetik langka yang menyebabkan kerusakan otak berat. Penyakit ini merupakan suatu kondisi kelainan metabolik yang menyebabkan seorang anak mengalami demensia. Kondisi otak... akan semakin memburuk dengan berjalannya waktu, dan anak akan mengalami hiperaktivitas berat, pola tidur terganggu, ketidakmampuan bicara, penurunan kognitif, masalah jantung, kemampuan mobilitas, dan akhirnya meninggal sebelum mencapai masa dewasa. Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Read more

Apa itu Sindrom Sanfilippo?

Sindrom Sanfilippo disebut juga sebagai MPS III (mucopolysaccharidoses type III), merupakan suatu penyakit langka, progresif, dan fatal yang mempengaruhi 1 dari 70.000 anak. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1963 oleh Dr. Sylvester Sanfilippo[1, 2].

Sindrom Sanfilippo diklasifikasikan sebagai kelainan penyimpanan lisosom. Pada penyakit ini, suatu perubahan genetik menyebabkan gangguan aktivitas normal lisosom di dalam sel tubuh[2, 3].

Lisosom ialah salah satu organel sel yang menyimpan enzim yang berfungsi untuk merombak dan mendaur ulang molekul seperti lemak dan gula[3].

Gangguan penyimpanan lisosom disebabkan oleh defisiensi atau tidak adanya enzim lisosom tertentu. Kurangnya enzim tersebut memungkinkan akumulasi karbohidrat kompleks di dalam sel-sel dan jaringan tubuh serta di dalam organel seluler[4].

Karbohidrat kompleks (mucopolysaccharide) yang berupa rantai panjang molekul gula, digunakan dalam menyusun jaringan ikat. Ketika tubuh selesai menggunakannya, molekul tersebut akan dirombak dengan menggunakan enzim lalu dibuang/dikeluarkan[2].

Kekurangan atau tidak adanya enzim tertentu pada pasien sindrom Sanfilippo menyebabkan tubuh tidak dapat merombak molekul mucopolysaccharide. Akumulasi molekul tersebut di dalam sel mengakibatkan kerusakan progresif[2].

Sindrom Sanfilippo memiliki tingkat mortalitas 100%, dengan penderita biasanya meninggal di usia awal remaja[1].

Dilansir dari Medscape, sebagian besar pasien sindrom Sanfilippo tidak dapat bertahan hidup hingga usia 20 tahun, dengan kematian terutama akibat komplikasi pernapasan[4].

Penyebab Sindrom Sanfilippo

Sindrom Sanfilippo disebabkan karena adanya perubahan genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan tubuh untuk merombak substansi yang disebut sebagai heparan sulfat[3].

Heparan sulfat merupakan salah satu jenis molekul gula yang diproduksi tubuh. Anak dengan sindrom Sanfilippo memiliki kecacatan dalam gen yang bertanggung jawab dalam produksi enzim yang dibutuhkan untuk perombakan heparan sulfat. Sehingga heparan sulfat menumpuk di dalam sel dan terus bekerja, mengarah pada kerusakan organ, mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan mental dan perilaku[5].

Riwayat keluarga meningkatkan risiko sindrom Sanfilippo. Sindrom Sanfilippo diturunkan dalam autosom (kromosom tubuh) pola resesif, yang berarti anak mendapatkan satu gen cacat yang bertanggung jawab untuk produksi enzim dari masing-masing orang tua[3].

Gejala Sindrom Sanfilippo

Anak dengan sindrom Sanfilippo terlahir dengan kondisi tersebut. Pengaruh sindrom Sanfilippo dimulai sejak lahir, tapi umumnya gejala baru teramati pada usia 2-6 tahun, ketika kerusakan seluler telah berprogres[1, 5].

Gejala sindrom Sanfilippo dapat berbeda-beda bergantung subjenis penyakit dan tingkat keparahan[3].

Sindrom Sanfilippo menimbulkan gejala seperti[3, 5]:

  • Keterlambatan kemampuan bicara
  • Masalah perilaku
  • Ciri tertentu dari kelainan spektrum autism (kesulitan berkomunikasi dan kemampuan sosial)
  • Gangguan tidur
  • Ukuran kepala besar (macrocephaly)
  • Lidah lebih besar (macroglossia)
  • Sering terkena infeksi telinga atau infeksi sinus
  • Infeksi pernapasan
  • Regresi perkembangan
  • Disabilitas intelektual
  • Kejang-kejang
  • Kelainan gerak
  • Fitur wajah yang agak kasar
  • Hernia umbilical atau hernia inguinal
  • Diare yang berlanjut

Perubahan somatik pada pasien sindrom Sanfilippo meliputi kekasaran fitur wajah, alis yang lebar, bulu mata gelap, rambut yang kering dan kasar, serta patologi skeletal yang mempengaruhi pertumbuhan dan menyebabkan penyakit sendi degeneratif[6].

Gejala dapat memburuk seiring progres penyakit, mengarah pada[3, 5]:

  • Gangguan kognitif berat
  • Arthritis
  • Hilang pendengaran
  • Gangguan penglihatan
  • Pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegaly)
  • Sering terkena infeksi pernapasan
  • Diare kronis
  • Kehilangan kemampuan motorik progresif (bicara, berjalan, makan, dan sebagainya)

Jenis Sindrom Sanfilippo

Sindrom Sanfilippo dibedakan menjadi 4 berdasarkan enzim yang terdampak, yaitu[2, 6]:

  • Sanfilippo tipe A

Sanfilippo tipe A merupakan jenis yang paling umum. Jenis ini juga dianggap sebagai yang paling berat dengan kematian lebih awal dibandingkan jenis lain. Pasien dengan sindrom Sanfilippo tipe A mengalami defisiensi pada enzim heparan N-sulfatase.

  • Sanfilippo tipe B

Sanfilippo tipe B merupakan jenis paling umum kedua. Kondisi ini disebabkan oleh difisiensi N-acetyl-alpha-D-glucosaminidase.

  • Sanfilippo tipe C

Jenis ini disebabkan defisiensi enzim Acetyl-CoAlpha-glucosaminide acetyltransferase.

  • Sanfilippo tipe D

 Jenis ini disebabkan oleh defisiensi enzim N-acetylglucosamine 6-sulfatase. Sanfilippo tipe D merupakan yang paling langka dibandingkan jenis lain, dengan insidensi 1 per 1.000.000 kelahiran.

Fase Sindrom Sanfilippo

Sindrom Sanfilippo merupakan kelainan progresif, yang berarti anak dengan sindrom ini pada mulanya tidak menunjukkan gejala kelainan. Seiring penyakit berprogres, anak mengalami kemunduran kemampuan motorik dan akhirnya kematian[2, 6].

Sindrom Sanfilippo dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu[2, 6]:

Fase Pertama

Fase pertama ditandai dengan munculnya keterlambatan perkembangan ringan, masalah tidur dan perilaku. Selain itu, anak dapat sering mengalami gangguan pada telinga, hidung, dan tenggorokan ataupun gangguan pencernaan. Fase pertama biasanya muncul pada usia 1-4 tahun.

Fase Kedua

Fase kedua ditandai dengan timbulnya masalah perilaku, seperti kombinasi hiperaktivitas dan gangguan tidur. Fase ini muncul ketika usia 3-5 tahun, dan anak bisa tetap berada pada fase kedua selama 5-10 tahun.

Anak dapat mengalami gejala berupa gangguan penglihatan, sering mengunyah tangan dan pakaian, kemampuan bahasa dan pemahaman menurun secara bertahap.

Fase Ketiga

Pada fase ketiga anak mulai mengalami kemunduran seperti kesulitan berjalan, sering terjatuh hingga lama-kelamaan kehilangan kemampuan berjalan. Umumnya anak dengan sindrom Sanfilippo kehilangan kemampuan bicara sebelum kehilangan kemampuan berjalan.

Gejala lain yang dialami berupa:

  • Kejang
  • Infeksi saluran pernapasan bagian atas
  • Kehilangan pendengaran
  • Demensia
  • Hiperaktivitas
  • Perilaku agresif
  • Inkontinensia
  • Masalah pencernaan
  • Gangguan kecerdasan
  • Kelumpuhan sebagian
  • Retardasi pertumbuhan
  • Gangguan penglihatan

Akhirnya, anak dengan sindrom Sanfilippo mengalami fase vegetatif yang berlangsung hingga kematian.

Diagnosis Sindrom Sanfilippo

Sering kali memerlukan waktu lama hingga pasien menerima diagnosis sindrom Sanfilippo. Hal ini dikarenakan kelangkaan kondisi sehingga dokter sering kali menduga sebagai keterlambatan perkembangan dan/atau autisme[1, 5].

Sindrom Sanfilippo dapat dipertimbangkan dalam diagnosis jika anak mengalami[5]:

  • Masalah perilaku signifikan
  • Keterlambatan perkembangan dan kemampuan bicara yang makin memburuk seiring waktu

Untuk mengkonfirmasi diagnosis sindrom Sanfilippo dapat dilakukan tes urin untuk mengecek kadar tinggi GAG (glycosaminoglycans) atau disebut juga mucopolysaccharides[5].

Pengobatan Sindrom Sanfilippo

Sampai saat ini belum terdapat obat atau perawatan standar untuk pasien sindrom Sanfilippo. Perawatan masih terbatas pada meringankan gejala dan mendukung kualitas kehidupan anak[3, 5, 6].

Pengobatan spesifik untuk sindrom Sanfilippo yang sedang dipelajari meliputi bentuk terapi penggantian enzim, terapi reduksi substrat, transplantasi sumsum tulang dan terapi gen[6].

Sindrom Sanfilippo disebabkan oleh adanya gen resesif yang diturunkan dari kedua orang tua, sehingga kondisi ini tidak dapat dicegah[5, 6].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment