Daftar isi
Apa itu Skrofuloderma?
Skrofuloderma termasuk bentuk paling umum dari tuberkulosis kutaneus, yaitu suatu kondisi di mana bakteri penyebab tuberkulosis mengakibatkan gejala pada kulit[1, 2].
Infeksi menyebar dari organ di dalam tubuh yang terinfeksi bakteri tuberkulosis seperti tulang atau nodus limfa dan menempatkan diri pada bagian aksiler, bagian tubuh dengan lebih sedikit jaringan lunak di antara tulang dan kulit, misalnya di kaki atau daerah serviks[1, 2].
Skofuloderma awalnya berupa nodul kulit yang dapat memborok dan mengeluarkan nanah dari sinus[3].
Tuberkulosis kutaneus termasuk kondisi langka, mencangkup sekitar 1 hingga 1,5% dari kasus tuberkulosis di luar paru-paru. Kisaran timbulnya penyakit bergantung pada lokasi geografis dan kelompok usia[1, 2].
Tuberkulosis kutaneus tidak umum ditemukan pada negara maju, di mana infeksi tuberkulosis tergolong langka. Namun pada negara-negara berkembang, tuberkulosis masih termasuk salah satu penyakit yang berpotensi fatal[4].
Di India, tuberkulosis kutaneus umumnya dialami oleh remaja usia 10-14 tahun. Skrofuloderma merupakan bentuk paling umum dari tuberkulosis kutaneus yang ditemukan, mencakup hingga 47% dari total kasus tuberkulosis kutaneus pada anak-anak[3].
Penyebab Skrofuloderma
Skrofuloderma disebabkan oleh infeksi kutaneus akibat bakteri yang sama dengan penyebab tuberkulosis kutaneus, meliputi[1]:
- Mycobacterium tuberculosis
- M. bovis
- Calmette-Guerin bacillus (BCG)
Infeksi bakteri berkaitan dengan tuberkulosis ganglioner perifer, atau pada tulang, sendi, atau tuberkulosis testikuler[1].
Bakteri tuberkulosis menular melalui aerosol di udara yang terhirup saat bernapas. Aerosol ialah partikel yang dikeluarkan saat batuk, bersin, atau bernapas, dari orang yang terinfeksi[2].
Bakteri yang memasuki tubuh akan menyebabkan infeksi pada organ dalam. Bakteri tuberkulosis dapat menyerang organ selain paru-paru, seperti tulang dan nodus limfa. Infeksi kemudian menyebar hingga ke lapisan kulit[2].
Gejala Skrofuloderma
Penyakit skofuloderma ditandai dengan jaringan kulit abnormal berupa nodul subkutan yang tidak terasa sakit. Nodul kemudian tumbuh secara perlahan dan berkembang menjadi luka terbuka dan saluran fistula dengan drainase serosa, purulen, atau konten kaseosa [1].
Inflamasi berkembang menjadi abses dingin yang tidak terasa sakit dengan plak ungu. Luka dapat timbul secara tunggal atau berkelompok, paling sering ditemukan pada bagian leher, ketiak, dan selangkangan[2, 3].
Selain gejala pada kulit, pasien skrofuloderma juga dapat mengalami gejala yang menandai infeksi, seperti[4]:
- demam
- tidak enak badan
- keringat malam
- berat badan turun tanpa sebab jelas
Faktor Risiko Skrofuloderma
Tuberkulosis kutaneus dapat dialami oleh semua usia. Pasien yang memiliki risiko lebih tinggi jika memiliki faktor risiko berikut[2]:
- Memiliki imunitas rendah akibat infeksi lain (misalnya HIV), orang yang kecanduan alkohol, perokok, serta anak dengan resistensi imun yang lebih rendah
- Menjalani pengobatan yang menyebabkan penekanan sistem imun tubuh
- Kemiskinan
- Gizi buruk
- Tinggal di lingkungan dengan populasi berlebihan
- Melakukan kontak dekat dengan pasien TB aktif
- Tinggal atau mengunjungi lokasi geografis tertentu di mana kasus tuberkulosis umum ditemukan. Di Asia dan Eropa, bentuk tuberkulosis kutaneus yang umum ditemukan ialah lupus vulgaris, kasus skrofuloderma termasuk langka. Sedangkan di Brazil skrofuloderma lebih umum ditemukan.
Komplikasi Skrofuloderma
Skrofuloderma yang menimbulkan luka pada kulit dapat menyebar dan menimbulkan gangguan pada bagian lain tubuh. Kurang dari 50% dari pasien tuberkulosis kutaneus mengalami tuberkulosis pada paru-paru[4].
Kemungkinan komplikasi lain dari skrofuloderma ialah luka terbuka dengan nanah yang tidak kunjung hilang. Luka ini dapat memungkinkan bakteri lain memasuki tubuh dan berpotensi menyebabkan terjadinya infeksi serius[4].
Diagnosis Skrofuloderma
Untuk mendiagnosis, dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan mengecek riwayat kesehatan pasien. Dokter juga dapat menanyakan mengenai gejala yang dirasakan serta gaya hidup pasien, seperti penggunaan alkohol dan rokok[2].
Pasien dapat diminta menjalani beberapa tes seperti[2, 4]:
- Tes PPD (purified protein derivative): injeksi PPD di bawah kulit. Pada orang yang terinfeksi tuberkulosis, akan terjadi indurasi (sebagian kecil kulit timbul ke atas). Tes ini belum mengkonfirmasi jenis bakteri yang menginfeksi.
- Biopsi: pengambilan sampel cairan dan jaringan pada bagian kulit yang terdampak. Umumnya menggunakan metode fine-needle biopsy. Sampel akan dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan.
- Tes imaging, seperti x-ray dan CT scan: untuk memeriksa lebih detail struktur atau massa pada bagian tubuh yang terdampak.
- Tes darah: untuk memeriksa ada tidaknya kondisi lain.
- Tes Mantoux: tes pemeriksaan infeksi tuberkuler.
- Tes kultur dahak.
Pengobatan Skrofuloderma
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala, mengatasi infeksi, mencegah kambuh, dan memutuskan rantai penularan[2].
Pengobatan scrofuloderma mengikuti anjuran yang sama dengan bentuk lain TB dengan MDT (multi-drug therapy). Obat idealnya disesuaikan dengan data kerentanan dan kultur[3].
Dokter dapat memberikan obat untuk mengatasi infeksi bakteri tuberkulosis, meliputi[2, 3]:
Pengobatan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut bakterisidal, bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri M. tuberculosis. Biasanya tahap pertama memerlukan waktu 8 minggu[2].
Tahap kedua disebut sebagai sterilisasi, berfokus untuk menghilangkan sisa bakteri yang hidup di dalam tubuh pasien. Tahap kedua biasanya berlangsung hingga 6 bulan[2].
Umumnya pengobatan dapat membantu pemulihan luka sepenuhnya hingga tidak lagi mengeluarkan nanah[3].
Pada kasus yang disebabkan oleh mikobakteri yang tidak biasa, dokter dapat meresepkan antibiotik tertentu[2].
Prosedur operasi seperti insisi dan pengeringan abses dianjurkan jika pengobatan yang diberikan tidak efektif[2].
Pencegahan Skrofuloderma
Skrofuloderma merupakan penyakit akibat infeksi bakteri dan dapat dicegah dengan penerapan langkah-langkah berikut[2, 4]:
- Menggunakan jarum steril untuk ritual budaya atau menindik telinga atau injeksi.
- Melakukan identifikasi dan penanganan pada orang yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran bakteri melalui kontak.
- Menerapkan kebiasaan higienis, mencuci tangan dengan sabun setiap kali hendak menyentuh wajah dan makan.
- Menggunakan masker saat berada di area umum dengan kerumunan atau pada ruangan sesak dengan ventilasi terbatas.
- Pastikan untuk memilih produk susu yang telah dipasteurisasi.
- Mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi.
- Mendapatkan vaksinasi BCG, terutama bagi orang yang hendak bepergian ke daerah atau negara di mana infeksi tuberkulosis umum terjadi.
- Melakukan olahraga secara rutin untuk menjaga kebugaran tubuh dan fungsi sistem imun.
- Menerapkan gaya hidup sehat dengan menghindari rokok, alkohol, serta penggunaan obat berbahaya lainnya.