Displasia Fibrosa: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Tinjauan Medis : dr. Maria Arlene, Sp.Ak
Displasia fibrosa adalah suatu kondisi kelainan tulang dimana adanya jaringan fibrosa (parut) yang tumbuh di area tulang normal. Jaringan yang abnormal ini dapat melemahkan tulang yang terkena sehingga... mengakibatkan kelainan bentuk tulang atau patah tulang. Pada umumnya displasia fibrosa terjadi pada satu lokasi tulang, namun bisa saja mengenai beberapa lokasi di beberapa tulang sekaligus. Penyakit ini merupakan penyakit genetik. Displasia fibrosa dapat tidak menimbulkan gejala sama sekali jika derajat penyakitnya ringan. Gejala yang dapat timbul antara lain nyeri tulang, bengkak, kelainan bentuk tulang, sampai patah tulang. Tatalaksana berfokus pada pembedahan untuk menghilangkan nyeri dan memperbaiki tulang yang terkena. Read more

Apa itu Displasia Fibrosa?

Displasia fibrosa ialah kondisi tulang langka yang bersifat jinak (non-kanker) yang mana jaringan fibrosa abnormal berkembang menggantikan tulang normal.

Pada bagian tempat jaringan fibrosa tumbuh dan meluas seiring waktu, jaringan tersebut dapat melemahkan tulang, menyebabkan tulang lebih rapuh secara abnormal dan mudah mengalami keretakan atau deformasi[1, 2, 3].

Displasia fibrosa pertama kali dideskripsikan dalam literatur medis pada tahun 1942 oleh Dr. Lichtenstein dan Jaffe. Kondisi ini dapat terjadi dalam bentuk monostotik (tulang tunggal) atau bentuk poliostotik (tulang banyak)[3, 4].

Displasia fibrosa termasuk kondisi langka, meliputi sekitar 7% dari semua kasus tumor tulang jinak. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai tulang dalam tubuh, tapi pada beberapa orang, terjadi pada tulang-tulang pada satu sisi tubuh[2, 5].

Jenis tulang yang paling umum terdampak displasia fibrosa meliputi[2, 6]:

  • Femur (tulang paha)
  • Tibia (tulang kering)
  • Tulang rusuk
  • Tulang tengkorak
  • Humerus (tulang lengan atas)
  • Tulang panggul

Displasia fibrosa lebih umum ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa muda dengan sekitar 75% pasien mulai mengalami kondisi sebelum usia 30 tahun (insidensi tertinggi antara 3 dan 15 tahun). [1,3]

Pada bentuk poliostotik, pasien biasanya mulai mengalami kondisi sejak usia 10 tahun. Insidensi diperkirakan pada 1 dari 5.000 hingga 10.000. Tidak terdapat kecenderungan gender.

Displasia fibrosa meliputi 5% dari semua kasus lesi tulang. Bentuk monostotik merupakan yang paling umum, meliputi 75% hingga 80% dari kasus displasia fibrosa[4].

Penyebab Displasia Fibrosa

Penyebab utama displasia fibrosa masih belum diketahui. Diduga kondisi ini berhubungan dengan terjadinya perubahan atau mutasi pada gen yang disebut GNAS1.

Mutasi gen ini terjadi setelah fertilisasi embrio (mutasi somatik), sehingga tidak diturunkan dari orang tua. Mutasi jenis ini juga tidak menurun pada anak-anak dari penderita[3].

Mutasi gen terjadi pada sel-sel tertentu yang menghasilkan tulang. Mutasi mengakibatkan produksi jaringan tulang yang belum dewasa dan tidak beraturan.

Sering kali terdapat lesi atau jaringan tulang tidak beraturan pada satu bagian tunggal pada satu tulang. Terkadang ada lebih dari satu tulang yang terdampak, dan dapat lebih dari satu lesi pada banyak tulang[1].

Lesi biasanya berhenti tumbuh beberapa saat selama pubertas. Akan tetapi, lesi dapat tumbuh kembali selama kehamilan[1].

Gejala Displasia Fibrosa

Orang dengan bentuk lebih ringan dari displasia fibrosa dapat tidak mengalami gejala dan tidak menyadari kondisi ini hingga melakukan X-ray untuk tujuan lain.

Sementara pada beberapa kasus lain dapat memiliki bentuk displasia fibrosa yang lebih berat dan mengalami gejala pada usia anak-anak[2, 6].

Gejala umum displasia fibrosa meliputi[1, 2, 6]:

1. Sakit tulang

Saat jaringan tulang fibrosa tumbuh dan bertambah besar, bagian yang terdampak dapat menjadi lemah dan sakit.

Rasa sakit lebih mungkin terjadi jika tulang yang terdampak merupakan tulang yang menahan beban dari kaki atau pinggul.

Rasa sakit yang disebabkan oleh displasia fibrosa umumnya bermula sebagai rasa sakit ringan yang memburuk dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Rasa sakit dapat berprogres makin buruk seiring.

2. Fraktur

Tulang fibrosa sangat lemah dibandingkan tulang normal, sehingga dapat patah atau retak pada bagian yang lemah, menyebabkan rasa sakit berat dan tiba-tiba.

Fraktur (retak) sering terjadi setelah suatu periode rasa sakit ringan, meskipun dapat juga terjadi secara tiba-tiba tanpa rasa sakit yang mendahului.

3. Deformitas tulang

Pada pasien yang mengalami retak tulang berulang kali, pemulihan buruk dapat mengarah pada deformitas tulang.

Jika deformitas (perubahan struktur dan bentuk) terjadi pada tulang-tulang wajah atau menyebabkan pembengkokan tulang, dapat terlihat dari penampilan luar.

Deformitas berat pada tulang-tulang wajah dapat mengarah pada hilangnya pendengaran atau penglihatan. Jika kaki atau pinggul terlibat, pasien dapat mengalami masalah berjalan atau mengembangkan artritis pada sendi di dekat bagian terdampak.

4. Gangguan hormonal

Terkadang , displasia fibrosa dapat berhubungan dengan sindrom yang mempengaruhi kelenjar penghasil hormon dalam sistem endokrin.

Pada pasien muda, abnormalitas hormonal dapat mengakibatkan pubertas dini, kondisi ini lebih umum pada anak perempuan.

Hiperaktivitas hormonal dapat terjadi pada beberapa kelenjar berikut:

  • Kelenjar tiroid: menyebabkan kecemasan, penurunan berat badan, dan keluar keringat abnormal
  • Kelenjar adrenal: menyebabkan peningkatan berat badan dan diabetes
  • Kelenjar hipofisis: menstimulasi produksi air susu pada wanita, menyebabkan gigantisme, dan gangguan hormon yang disebut akromegali
  • Kelenjar paratiroid: menyebabkan kadar kalsium darah tinggi

Abnormalitas hormonal juga dapat mengakibatkan bintik-bintik berwarna cerah pada kulit. Selain itu, pasien dapat mengalami peningkatan rasa sakit berhubungan dengan perubahan hormon akibat siklus menstruasi atau kehamilan.

Kapan Harus ke dokter?

Sebaiknya pasien segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala seperti berikut[1]:

  • Sakit tulang yang meningkat dengan aktivitas menahan beban atau tidak membaik dengan istirahat
  • Sakit tulang yang mengganggu tidur
  • Kesulitan berjalan atau pincang
  • Pembengkakan yang tidak dapat dijelaskan
  • Perubahan bentuk tulang
  • Perbedaan panjang tungkai

Jenis Displasia Fibrosa

Displasia fibrosa dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu[3]:

Bentuk Monostotik

Bentuk monostotik adalah bentuk displasia fibrosa yang paling umum, mencakup 70-80% kasus. Kondisi ini biasanya tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) hingga pasien berusia 20-an hingga 30-an tahun, tapi dapat terlihat selama masa remaja.

Setelah pubertas berlalu, penyakit menjadi inaktif dan bentuk monostotik tidak berprogres menjadi poliostotik.

Tulang yang umum terdampak bentuk monostotik meliputi:

  • Tulang rusuk (28%)
  • Tulang paha proksimal (23%)
  • Tibia
  • Tulang craniofacial (10-25%)
  • Humerus

Bentuk Poliostotik

Bentuk poliostotik meliputi banyak tulang yang terdampak, terjadi sekitar 20-30% kasus displasia fibrosa. Penyakit mulai terlihat pada usia kanak-kanak (rata-rata usia 8 tahun) dengan dua pertiga gejala timbul menjelang usia 10 tahun.

Seringkali kondisi bentuk poliostotik terjadi unilateral dan monomelik atau pada satu tungkai. Tulang yang umum terdampak meliputi:

  • Tulang paha (91%)
  • Tulang kering (81%)
  • Tulang panggul (78%)
  • Kaki (73%)
  • Tulang rusuk
  • Tulang tengkorak dan tulang-tulang wajah (50%)
  • Ekstremitas atas
  • Tulang belakang lumbal (14%)
  • Tulang selangka (10%)
  • Tulang belakang leher (7%)

Komplikasi Displasia Fibrosa

Displasia fibrosa berat dapat menyebabkan[ 1, 3, 4]:

  • Deformitas tulang atau retak

Bagian yang melemah pada tulang yang terdampak penyakit dapat menyebabkan tulang membengkok. Tulang yang melemah juga berisiko lebih besar mengalami keretakan. Lesi pada tulang belakang dapat mengarah pada skoliosis dan pembatasan fungsional terkait.

  • Hilangnya penglihatan dan pendengaran

Saraf menuju mata dan telinga dapat dikelilingi tulang yang terdampak penyakit. Deformitas berat pada tulang wajah dapat mengarah pada hilangnya penglihatan dan pendengaran, meski kasusnya tergolong langka.

  • Artritis

Jika tulang kaki dan tulang panggul mengalami cacat, artritis dapat terbentuk dalam sendi-sendi pada tulang tersebut.

  • Kanker

Pada kasus yang sangat langka, bagian displasia fibrosa dapat menjadi bersifat kanker. Tanda kondisi ini meliputi peningkatan pembengkakan atau pertumbuhan lesi dengan cepat. Pasien juga dapat mengalami sakit yang lebih berat.

Pada kasus langka (<1%) dilaporkan terjadi dediferensiasi sarkomatosa (osteosarkoma, fibrosarkoma, histiositoma fibrosa ganas, atau terkadang kondrosarkoma), komplikasi ini lebih umum pada bentuk poliostotik.

Sebagian besar dari kasus yang dilaporkan, berhubungan dengan perawatan terapi radiasi yang pernah dilakukan sebelumnya.

Diagnosis Displasia Fibrosa

Untuk mendiagnosis displasia fibrosa dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik, pengecekan riwayat kesehatan pasien, dan menanyakan mengenai gejala yang dialami[2, 3].

Dokter dapat menganjurkan pasien untuk melakukan salah satu tes berikut[3, 6]:

1. X-ray

X-ray ialah tes paling umum yang digunakan dalam mendiagnosis displasia fibrosa. Pasien dengan displasia fibrosa dapat mengalami kondisi yang tampak pada tes x-ray, meliputi:

  • Bagian abnormal tulang yang telihat seperti kaca tanah
  • Perluasan dari bagian yang terdampak pada tulang
  • Deformitas tulang, seperti membungkuk atau kelengkungan abnormal

2. MRI atau CT scan

Tes imaging ini dapat menghasilkan gambar yang lebih jelas, sehingga memungkinkan untuk menganalisa abnormalitas yang dialami pasien.

MRI dapat menunjukkan seberapa banyak tulang yang terdampak dan dapat membantu menentukan apakah lesi bersifat kanker atau tidak.

CT scan dapat membantu dokter mengamati keretakan tulang dengan lebih baik dan memastikan kondisi tulang.

3. Scan tulang

Scan tulang merupakan tes untuk memeriksa seluruh tulang penyusun rangka tubuh. Tes ini dilakukan untuk mengenali tulang-tulang mana saja yang terdampak penyakit.

Selama tes, sejumlah kecil zat pewarna radioaktif diinjeksikan ke dalam tubuh secara intravena. Scan akan menunjukkan adanya bagian tulang abnormal berdasarkan penyerapan lebih dari zat radioaktif.

4. Biopsi

Biopsi dilakukan dengan pengambilan sedikit sampel jaringan yang terdampak untuk diamati dengan mikroskop. Biasanya biopsi dilakukan dengan anestesi lokal, menggunakan jarum atau operasi terbuka kecil.

Pengobatan Displasia Fibrosa

Displasia fibrosa biasanya tidak membutuhkan penanganan karena lesi tulang biasanya tidak berprogres setelah masa pubertas.

Jika lesi tidak menimbulkan gejala, dokter dapat menganjurkan untuk melakukan observasi dan pemantauan kondisi[3, 6].

Jika pasien mengalami gejala, pengobatan dapat meliputi[6]:

  • Terapi fisik untuk membantu memperkuat tulang dan meningkatkan rentang gerak
  • Belat atau penahan untuk mencegah fraktur atau meningkatkan mobilitas
  • Operasi untuk mencegah dan memperbaiki fraktur, mengatasi skoliosis, dan memperbaiki kesalahan bentuk tulang

Dokter juga dapat meresepkan obat seperti bifosfat untuk mengurangi aktivitas dari sel-sel yang merusak tulang. Obat ini bukan merupakan obat untuk displasia fibrosa, tapi efektif dalam meredakan rasa sakit yang berhubungan dengan kondisi[2].

Operasi dapat dianjurkan jika pasien mengalami[2]:

  • Lesi simptomatik yang tidak merespon terhadap metode pengobatan non-operasi
  • Fraktur bergeser: terjadi pecahnya tulang yang mana potongan tulang secara signifikan terpisah dari satu sama lain
  • Retakan garis rambut pada tulang yang tidak membaik dengan penahan
  • Deformitas progresif tulang
  • Lesi telah menjadi bersifat kanker
  • Lesi besar yang berpotensi menyebabkan fraktur

Teknik operasi yang dapat digunakan dalam penanganan displasia fibrosa meliputi[2]:

  • Kuretase: prosedur bedah yang umum digunakan untuk mengatasi displasia fibrosa. Pada kuretase, tumor dikeluarkan dari tulang
  • Cangkok tulang: setelah kuretase, dokter dapat mengisi rongga dengan cangkok tulang untuk menstabilkan tulang yang terdampak. Cangkok tulang dapat berasal dari orang lain (donor) atau dari tulang lain pada tubuh pasien. Selain itu dapat digunakan materi tulang sintetis.
  • Fiksasi internal: dapat digunakan batang atau lempengan logam untuk memperbaiki fraktur atau deformitas, untuk mencegah patahnya tulang atau menstabilkan tulang.

Displasia fibrosa diduga disebabkan oleh suatu mutasi, sehingga belum diketahui cara pencegahannya[1, 2].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment