Hiperkapnia : Penyebab, Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Hiperkapnia?

Hiperkapnia adalah istilah untuk kondisi ketika kadar karbon dioksida dalam darah terlalu tinggi atau berlebihan yang ditandai dengan hipoventilasi [1,2].

Hipoventilasi sendiri adalah sejenis gangguan pernapasan ketika paru-paru hanya menerima oksigen yang terlalu sedikit dan mengeluarkan karbon dioksida yang sangat minim [1,2].

Tinjauan
Hiperkapnia atau hiperkarbia adalah kondisi kadar karbon dioksida yang mengalami peningkatan berlebihan di dalam darah karena tak dapat dikeluarkan oleh paru.

Fakta Tentang Hiperkapnia

  1. Hiperkarbia adalah nama lain untuk hiperkapnia [2].
  2. Hiperkapnia adalah sebuah kondisi ketika kadar karbon dioksida mencapai 45 mm Hg lebih di mana peningkatan kadar ini menyebabkan gangguan pernafasan [1].
  3. Tidak terdapat data epidemiologi spesifik mengenai hiperkapnia sendiri, namun data epidemiologi kondisi ini ada pada kondisi-kondisi lain yang terkait dengan hiperkapnia [1].

Penyebab Hiperkapnia

Pada dasarnya, hiperkapnia terjadi pada seseorang ketika produksi CO2 atau karbon dioksida di dalam darah mengalami peningkatan atau ketika fungsi pernafasan mengalami kegagalan [1,2].

Sejumlah kondisi yang dapat menjadi penyebab maupun faktor risiko hiperkapnia antara lain :

Contoh kondisi paling umum dari PPOK ini adalah emfisema dan bronkitis kronis yang akan membuat penderitanya kesulitan untuk bernafas [1,2,3,4].

Lingkungan berpolusi serta kebiasaan merokok dapat menjadi penyebab utama PPOK [3,4].

Ketika tidak segera memperoleh penanganan, PPOK kemudian akan memengaruhi alveoli atau kantung udara di dalam paru penderita [3,4].

Bila alveoli sudah mulai terkena dampaknya, maka kemampuan untuk mengembang saat oksigen masuk ke dalam paru tidak lagi maksimal [3,4].

Pada alveoli, di antaranya pun terdapat dinding-dinding yang akan rusak karena PPOK tidak segera diobati [3,4].

Saat sudah mengalami kerusakan sepenuhnya, paru-paru tak lagi bisa memperoleh oksigen secara optimal [3,4].

Penderita kemudian akan merasakan kesulitan bernafas yang lebih hebat yang juga disebabkan oleh penumpukan karbon dioksida dalam kadar terlalu tingg [3,4]i.

Karbon dioksida tak lagi bisa dikeluarkan sehingga terjebak di dalam aliran darah; meski demikian, tak semua penderita PPOK pasti menderita hiperkapnia [3,4].

  • Faktor Genetik

Kasus hiperkapnia karena faktor genetik sendiri sebenarnya masih sangat jarang, namun bukan tidak mungkin untuk terjadi [5].

Kondisi genetik yang mampu memperbesar peluang seseorang dalam mengalami hiperkapnia adalah gagalnya fungsi hati dalam memroduksi alfa-1-antitripsin) [5].

Protein tersebut sangat vital bagi kesehatan dan fungsi organ paru-paru, jadi jika sampai mengalami defisiensi, hiperkapnia dapat dialami sebagai akibatnya [5].

Obesitas dapat menjadi salah satu faktor yang meningkatkan kesulitan seseorang untuk bernafas [1,2].

Karena berat badan berlebih, seringkali paru-paru ikut terkena pengaruhnya, yakni mengalami tekanan yang cukup besar [1,2].

Paru-paru kemudian tak lagi bisa mendapatkan udara yang cukup dan karbon dioksida terjebak terlalu banyak di dalam darah [1,2].

  • Masalah Otot dan Saraf

Paru-paru bisa berfungsi dengan baik karena peran dari otot serta saraf yang sehat [1,2].

Namun bila otot dan saraf mengalami gangguan, hal ini akan turut memengaruhi kinerja paru, contohnya saja distrofi otot [1,2].

Kelemahan otot ini bisa menjadi faktor yang memperbesar risiko gangguan pernafasan dan hiperkapnia [1,2].

Beberapa kondisi seperti myasthenia gravis, sindrom Guillain-Barre, ensefalitis, dan ALS (amyotrophic lateral sclerosis) termasuk dalam jenis gangguan otot dan saraf pemicu hiperkapnia [6].

Sleep apnea sendiri merupakan gangguan pernafasan saat seseorang sedang tidur, ditandai dengan nafas dangkal atau nafas yang memiliki jeda [1,2].

Sleep apnea mampu memengaruhi keseimbangan antara oksigen dan karbon dioksida dalam darah lalu memicu hiperkapnia [1,2].

  • Aktivitas Tertentu

Melakukan aktivitas tertentu dapat menjadi salah satu alasan terjadinya hiperkapnia, seperti scuba diving [7].

Aktivitas menyelam dapat berpengaruh pada pernafasan, termasuk juga penggunaan ventilator di rumah sakit setelah diberi anestesi [7].

  • Overdosis Obat

Penggunaan obat tertentu dengan dosis berlebih juga tidak baik bagi kesehatan dan berpotensi memicu hiperkapnia [8].

Waspadai penggunaan benzodiazepine dan opioid agar dosis tidak terlalu tinggi dan justru memicu gangguan kesehatan [8].

  • Hipotermia

Hipotermia adalah kondisi ketika suhu tubuh benar-benar rendah yang mampu mengakibatkan kematian apabila suhu tak kembali normal secepatnya [9].

Jika suhu tubuh normal manusia adalah 36,5 hingga 37 derajat Celsius, maka suhu tubuh di bawah angka tersebut sudah cukup berbahaya apalagi dalam waktu lama [9].

Berada di tempat dingin terlalu lama, ditambah dengan jenis pakaian yang kurang mendukung atau kondisi pakaian yang basah akan mempercepat penurunan suhu tubuh [9].

Ketika penderita tidak segera memperoleh pertolongan atau justru memperoleh pertolongan yang salah, gangguan sistem pernafasan (termasuk hiperkapnia) hingga gagal jantung bisa terjadi [9].

Bila demikian, risiko kematian pada penderita hipotermia semakin tinggi [9].

Stroke batang otak adalah sebuah kondisi ketika aliran darah pada arteri batang otak yang sangat kecil mengalami gangguan [1,2].

Aktivitas dasar sistem saraf pusat seluruhnya bergantung pada batang otak walaupun mungkin berukuran sangat kecil [1,2].

Hanya saja ketika bermasalah, seperti terjadinya stroke batang otak, hal ini mampu memengaruhi fungsi pernafasan dan fungsi tubuh lainnya [1,2].

  • Kondisi Fisik Tertentu

Ketika seseorang mengalami demam tinggi, kondisi ini mampu menjadi salah satu alasan hiperkapnia terjadi [1,2].

Begitu pula ketika seseorang mengasup makanan tinggi karbohidrat yang terlalu banyak sehingga tak disadari meningkatkan pula kadar karbon dioksida di dalam aliran darah [1,2].

Faktor Risiko Hiperkapnia

Selain dari berbagai kondisi yang telah disebutkan, sejumlah faktor di bawah ini mampu memperbesar risiko seseorang dalam menderita hiperkapnia, yaitu [1,2] :

  • Faktor usia, sebab hiperkapnia umumnya mulai bergejala pada penderita yang sudah mencapai usia 40 tahun ke atas; biasanya, hiperkapnia bersifat asimptomatik ketika usia masih di bawah 40 tahun.
  • Merokok berat.
  • Menghirup atau terkena paparan zat-zat kimia berbahaya.
  • Memiliki penyakit asma sekaligus memiliki kebiasaan merokok aktif di saat yang sama.
Tinjauan
Penyebab hiperkapnia sangat beragam, dapat terjadi karena faktor genetik (walau jarang), penyakit paru obstruktif kronis, obesitas, gangguan otot dan saraf, sleep apnea, obat tertentu, aktivitas tertentu, stroke batang otak hingga hipotermia.

Gejala Hiperkapnia

Hiperkapnia seringkali menimbulkan gejala yang tak terlalu kentara.

Gejala-gejala hiperkapnia dapat terbilang ringan dan oleh sebab itu menjadi lebih sulit mendeteksinya sejak dini.

Beberapa gejala ringan hiperkapnia yang bisa dianggap angin lalu oleh penderitanya adalah [1,2] :

Jika gejala-gejala yang dianggap biasa tersebut berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu, sudah pasti sebaiknya bawa diri ke dokter untuk menempuh pemeriksaan.

Jika tidak segera memeriksakan diri, terdapat risiko gejala hiperkapnia berkembang menjadi lebih serius seperti berikut [1,2,10] :

Tinjauan
Berbagai gejala awal dan ringan yang ditimbulkan oleh hiperkapnia antara lain adalah pusing, mudah mengantuk, tidak fokus, sakit kepala ringan, nafas pendek, hingga kelelahan tanpa alasan.

Pemeriksaan Hiperkapnia

Untuk memastikan apakah gejala-gejala yang terjadi mengarah pada hiperkapnia, beberapa metode diagnosa berikut perlu pasien tempuh [1,2] :

  • Tes darah lengkap, hal ini bertujuan memastikan apakah pasien menderita anemia.
  • Pemeriksaan kadar elektrolit, kalium, klorida, dan sodium dalam tubuh pasien.
  • Tes gas darah arteri yang bertujuan memastikan adanya kondisi asidosis sekaligus mengetahui kadar pH dalam tubuh pasien, begitu pula serum HCO3 dan serum CO2.
  • CT scan dan rontgen dada, yaitu bertujuan untuk mengevaluasi kondisi paru-paru dan sistem pernafasan pasien. Melalui kedua tes pemindaian ini juga dapat diketahui adanya edema paru, pneumonia, dan kemungkinan penyakit pernafasan lainnya.
  • Spirometri untuk memeriksa fungsi paru-paru pasien; melalui metode ini, hipoventilasi dapat terdeteksi, termasuk PPOK dan penyakit asma.
  • Polisomnografi, yakni untuk mendeteksi sleep apnea.
  • Elektromiogram dan elektrokardiogram, yakni untuk mendeteksi malfungsi pada sistem saraf pusat dan adanya gangguan pada otot.
Tinjauan
Pemeriksaan klinis dan pemindaian hingga tes fungsi paru dan sistem saraf pusat perlu pasien tempuh agar dokter dapat mengidentifikasi penyebab dan menentukan pengobatan yang tepat.

Pengobatan Hiperkapnia

Penanganan hiperkapnia tentu perlu disesuaikan dengan penyebab kondisi tersebut, namun umumnya sejumlah metode pengobatan untuk pasien hiperkapnia meliputi :

  • Obat-obatan

Kortikosteroid baik oral maupun hirup diberikan oleh dokter dengan tujuan menurunkan risiko inflamasi atau radang [2,11,12].

Sementara itu, untuk kasus bronkitis akut atau pneumonia harus ditangani dengan antibiotik, begitu pula dengan kasus infeksi pernafasan lain yang disebabkan oleh bakteri [12].

Bronkodilator juga akan diberikan oleh dokter untuk membantu mengembalikan fungsi otot saluran nafas pasien [2,12].

  • Ventilator

Ventilator menjadi bentuk penanganan utama dan pertama bagi penderita hiperkapnia dengan gejala parah. Pasien perlu menggunakan ventilator agar dapat bernafas dengan lebih baik dan lancar [1,2,10].

Penanganan dengan ventilator juga bertujuan agar pasien bisa memperoleh oksigen dan menyeimbangkan kadar oksigen dengan karbon dioksida.

Ventilator hanya akan diberikan sebagai alat bantu nafas ketika sesak nafas sudah tergolong berat.

  • Terapi

Beberapa jenis terapi kemungkinan dibutuhkan oleh pasien hiperkapnia sesuai dengan kondisi yang dialami.

Terapi oksigen dan rehabilitasi paru adalah dua metode terapi yang pasien dapat tempuh untuk mengembalikan dan meningkatkan kesehatan sistem pernafasan [1,13].

Rehabilitas paru biasanya meliputi latihan fisik, diet dan pembenahan kebiasaan yang akan membantu memulihkan tubuh dari gejala hiperkapnia.

  • Operasi

Pada kondisi hiperkapnia yang sudah sangat parah di mana paru-paru dan saluran nafas mengalami kerusakan serius, dokter kemungkinan besar menyarankan pasien menempuh operasi.

Jalur operasi reduksi volume paru bertujuan utama mengangkat jaringan paru yang sudah rusak dan tidak berfungsi lagi [14].

Dengan terangkatnya jaringan paru, terdapat ruang untuk jaringan yang masih sehat dan baik untuk menerima oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida [14].

Selain itu, operasi transplantasi paru diperlukan agar dokter dapat mengganti paru yang sudah rusak dan tidak sehat dengan yang berfungsi baik dari pendonor [14].

Namun apapun metode operasi yang perlu ditempuh, pasien sebaiknya berkonsultasi secara detail dengan dokter, terutama mengenai manfaat dan risiko bahayanya.

Bagaimana prognosis hiperkapnia?

Prognosis hiperkapnia bervariasi, tergantung dari kondisi yang menjadi penyebab dan pemicunya [1].

Namun penderita hiperkapnia usia muda memiliki prognosis yang lebih baik daripada penderita usia yang lebih tua (khususnya lansia) [1].

Tinjauan
Pemberian ventilator, obat-obatan sesuai penyebab dan gejala, terapi khusus untuk paru, hingga operasi (transplantasi paru dan/atau operasi reduksi volume paru) merupakan metode pengobatan yang umumnya pasien hiperkapnia butuhkan.

Komplikasi Hiperkapnia

Hiperkapnia dapat menjadi lebih serius ketika gejala awal tidak segera ditangani dan pada akhirnya terus berkembang dan menjadi hiperventilasi, depresi, serangan panik, dan kehilangan kesadaran [15,16].

Kematian adalah risiko komplikasi terbesar dari hiperkapnia karena penderitanya tak lagi mampu bernafas dengan baik [17].

Pencegahan Hiperkapnia

Memiliki gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, melakukan olahraga secara teratur, memiliki dan menjaga berat badan ideal dengan menerapkan diet sehat sangat dianjurkan.

Jika memiliki riwayat penyakit pernafasan, segera atasi sebelum menjadi lebih buruk dan penyakit bersifat kronis.

Untuk meminimalisir risiko komplikasi hiperkapnia, gejala-gejala yang sudah mulai dirasakan sebaiknya segera diperiksakan dan memperoleh penanganan.

Tinjauan
Menjaga pola hidup sehat dan seimbang sekaligus menangani gangguan kesehatan apabila memiliki riwayat penyakit tertentu dapat meminimalisir risiko terjadinya hiperkapnia. Jika gejala awal sudah mulai timbul, penanganan segera juga dapat mencegah risiko komplikasi.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment