Inkompatibilitas Rhesus: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa itu Inkompatibilitas Rhesus?

Inkompatibilitas rhesus ialah kondisi yang terjadi selama kehamilan jika ibu memiliki darah dengan rhesus negatif dan janin dalam kandungan memiliki darah dengan rhesus positif[1].

Faktor Rh (rhesus) merupakan sejenis protein yang ditemukan di bagian luar sel-sel darah merah. Orang yang memiliki sel darah dengan protein Rh digolongkan sebagai Rh positif, sedangkan mereka yang tidak memiliki protein Rh digolongkan sebagai Rh negatif[1, 2].

Faktor Rh diwariskan dari orang tua (genetik). Kebanyakan orang memiliki jenis Rh positif[1]. Di antara populasi keturunan Asia dan Indian Amerika, insidensi golongan darah RH negatif kurang dari 5%[3].

Ada tidaknya faktor Rh tidak mempengaruhi kesehatan seseorang secara umum. Namun pada kondisi tertentu, paparan antara dua jenis Rh dapat menimbulkan kondisi yang disebut inkompatibilitas rhesus atau penyakit Rh[1, 3].

Inkompatibilitas rhesus paling umum terjadi ketika seorang ibu mengandung dengan Rh negatif memiliki janin dengan Rh positif[3].

Pada ibu mengandung, darah dari bayi dapat memasuki aliran darah ibu. Jika ibu Rh negatif dan janin Rh positif, tubuh akan mengenali faktor Rh sebagai substansi asing (antigen)[1, 4].

Selanjutnya, sistem imun tubuh akan menghasilkan antibodi untuk melawan sel darah merah bayi, mengarah pada masalah kesehatan serius bahkan kematian bagi bayi[2, 4].

Penyebab Inkompatibilitas Rhesus

Inkompatibilitas rhesus dapat terjadi melalui dua mekanisme utama. Tipe paling umum terjadi ketika ibu dengan Rh negatif mengandung janin dengan Rh positif. Kompatibilitas Rh juga dapat terjadi ketika perempuan dengan Rh negatif menerima transfusi darah dari Rh positif[3].

Terkadang selama kehamilan, terjadi pertukaran darah antara janin dan ibu. Jika janin memiliki Rh positif dan ibu memiliki Rh negatif, sistem imun tubuh ibu akan mengenali darah janin sebagai antigen dan memproduksi antibodi Rh imunoglobin G[2, 3].

Sekali diproduksi, antibodi Rh akan terus ada selama hidup dan dapat masuk ke sistem sirkulasi bayi melalui plasenta. Kemudian antibodi membentuk kompleks antigen-antibodi dengan sel darah merah janin, mengakibatkan kerusakan sel darah merah yang mengarah pada anemia hemolitik[1, 4].

Biasanya tidak terjadi masalah pada kehamilan pertama ibu dengan Rh negatif dan janin Rh positif karena tubuh belum mengembangkan banyak antibodi. Tapi jika tidak dilakukan penanganan, pada kehamilan dengan janin Rh positif selanjutnya kadar antibodi dalam tubuh ibu dapat menimbulkan masalah fatal pada janin[1].

Antibodi Rh mulai diproduksi pada tubuh ibu setelah terpapar dengan Rh positif. Selain selama persalinan dan kelahiran, ibu mengandung dapat terpapar Rh positif ketika[1, 2]:

  • Melakukan amniosentesis atau chorionic villus sampling (CVS)
  • Pendarahan selama kehamilan
  • Mencoba memutar posisi janin secara ke posisi siap lahir (kepala di bawah)
  • Cedera pada perut selama kehamilan

Faktor Risiko Kompatibilitas Rhesus

Wanita dengan golongan darah Rh negatif memiliki risiko mengalami inkompatibilitas rhesus ketika mengandung. Kompatibilitas rhesus terjadi hanya ketika janin yang dikandung memiliki Rh positif[5].

Risiko inkompatibilitas rhesus dapat lebih tinggi pada wanita Rh negatif yang memiliki pasangan Rh positif[4].

Simbol positif atau negatif setelah golongan darah mengindikasikan faktor Rh. Misalnya pada pemeriksaan kesehatan tertulis golongan darah AB+, artinya orang tersebut memiliki Rh positif[4].

Gejala Inkompatibilitas Rhesus

Gejala inkompatibilitas rhesus pada janin dapat bersifat ringan hingga fatal. Antibodi Rh dalam tubuh ibu menyerang sel darah merah bayi sehingga dapat mengakibatkan penyakit hemolitik, yaitu kondisi di mana sel-sel darah janin dirusak[4].

Jika sel-sel darah merah dirusak lebih cepat daripada tubuh dapat memproduksi sel darah merah baru, janin mengalami anemia hemolitik. Karena sel darah merah berfungsi mengangkut oksigen ke seluruh tubuh, kekurangan jumlah sel darah merah mengakibatkan janin kekurangan oksigen[1, 4].

Bilirubin merupakan pigmen kuning yang dihasilkan dari perombakan sel darah merah. Terjadinya kerusakan sel darah merah dalam jumlah berlebihan mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin[4, 6].

Kadar bilirubin yang terlalu tinggi dapat menimbulkan gejala berikut pada bayi[4, 6]:

  • Penyakit kuning: kulit dan bagian putih mata berwarna kuning akibat akumulasi bilirubin
  • Kelesuan
  • Tonus otot rendah

Pada kasus berat, otak bayi dapat mengalami kerusakan, disebut sebagai kernicterus. Kernicterus merupakan sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin ke dalam jaringan sistem saraf pusat[3, 6].

Kernicterus biasanya terjadi beberapa hari setelah kelahiran dan dicirikan dengan kurangnya refleks, postur buruk, nafsu makan buruk, kurang aktif, fontanel menonjol, tangisan melengking bernada tinggi, dan kejang. Bayi yang dapat bertahan melalui kernicterus dapat mengembangkan hipotonia, gangguan pendengaran, dan retardasi mental[3].

Kondisi paling berat akibat inkompatibilitas rhesus ialah erythroblastosis fetalis, yang mana dicirikan dengan anemia dan penyakit kuning. Bentuk paling berat dari erythroblastosis fetalis ialah hydrop fetalis, dicirikan dengan gagal jantung, edema, asites, efusi perikardial, dan hematopoiesis ekstrameduler[3].

Hydrop fetalis sering kali mengakibatkan kematian bayi sebelum atau setelah kelahiran[3]. Biasanya inkompatibilitas rhesus tidak menimbulkan gejala pada ibu[6].

Diagnosis Inkompatibilitas Rhesus

Diagnosis inkompatibilitas rhesus dapat dilakukan dengan tes darah saat wanita hamil mengunjungi dokter. Biasanya tes dilakukan dengan pemeriksaan trisemester pertama rutin[5, 6].

Pasangan dari wanita juga dapat diminta melakukan tes darah. Jika keduanya Rh negatif, maka tidak akan terjadi inkompatibilitas rhesus[4].

Jika wanita Rh negatif, sedangkan pasangannya memiliki Rh positif dokter dapat melakukan beberapa tes untuk memeriksa lebih lanjut, seperti[4, 5]:

  • Coomb test: menggunakan sampel darah untuk memeriksa ada tidaknya antibodi yang merusak sel di dalam plasma darah. Hasil positif menandakan inkompatibilitas rhesus.
  • Antibody screen: mengecek ada tidaknya kandungan antibodi Rh dalam darah.
  • Amniocentesis: dilakukan dengan pengambilan sampel cairan dalam kantung di sekitar janin. Cairan dapat digunakan untuk memastikan jenis Rh bayi. Dokter juga dapat menggunakan sampel untuk memeriksa kandungan bilirubin bayi. Kandungan bilirubin yang lebih tinggi daripada normal mengindikasikan inkompatibilitas Rh.

Pengobatan Inkompatibilitas Rhesus

Jika hasil tes menunjukkan janin memiliki Rh negatif atau jika hasil pemeriksaan terus mengindikasikan bahwa janin mengalami anemia, kehamilan dapat berlangsung tanpa memerlukan penanganan[6].

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa darah ibu hamil mengandung antibodi Rh, kehamilan memerlukan pemantauan lebih ketat[4].

Untuk mencegah efek inkompatibilitas Rh, dapat diberikan injeksi imun globulin Rh (RhIg) selama tiga semester pertama, saat keguguran, atau saat mengalami pendarahan selama kehamilan[4].

Pada kasus yang sangat langka dan berat, dapat diberikan transfusi darah sebelum kelahiran untuk mengatasi anemia. Umumnya, transfusi diberikan melalui jarum yang dimasukkan ke dalam vena di dalam tali pusar. Biasanya transfusi tambahan diberikan hingga minggu ke-32 sampai 35 kehamilan. Waktu pasti pemberian transfusi bergantung pada tingkat keparahan anemia dan usia janin[3].

Sebelum transfusi pertama, ibu hamil dapat diberikan kortikosteroid jika kehamilan sudah berusia 23 atau 24 minggu atau lebih. Kortikosteroid membantu pematangan paru-paru janin dan membantu mencegah komplikasi umum yang dapat terjadi pada bayi baru lahir prematur[3].

Jika anemia buruk dan bayi hampir mencapai usia kelahiran, dokter dapat menginduksi persalinan lebih dini. Kelahiran bayi lebih dini memungkinkan dokter untuk melakukan perawatan segera[1].

Beberapa penanganan juga dilakukan setelah kelahiran, meliputi[4]:

  • Serangkaian transfusi darah
  • Cairan hidrasi
  • Elektrolit
  • Fototerapi

Prosedur tersebut dapat dilakukan berulang kali sampai antibodi Rh negatif dan bilirubin berlebih telah dihilangkan dari dalam darah bayi. Pengulangan bergantung pada tingkat keparahan kondisi bayi[4].

Pencegahan Inkompatibilitas Rhesus

Faktor Rh bersifat genetik (diwariskan) sehingga tidak memungkinkan untuk mencegah ibu Rh negatif mengandung janin Rh positif. Meski demikian, efek inkompatibilitas rhesus dapat dicegah dengan injeksi Rh antibodi[5, 6].

Injeksi antibodi Rh diberikan pada beberapa waktu tertentu, yaitu[6]:

  • Minggu ke-28 kehamilan
  • Dalam 72 jam setelah kelahiran bayi Rh positif, termasuk setelah keguguran atau aborsi
  • Setelah beberapa episode pendarahan vagina selama kehamilan
  • Setelah amniocentesis or chorionic villus sampling

Injeksi antibodi Rh berupa Rho(D) immune globulin (Rh antibodi). Antibodi Rh akan berikatan dengan sel darah dengan Rh positif sehingga sistem imun tubuh ibu tidak mengenali faktor Rh pada sel darah merah bayi. Dengan demikian, tubuh ibu tidak memproduksi antibodi untuk faktor Rh[6].

Pengobatan ini menurunkan risiko terjadinya kerusakan sel-sel darah merah bayi pada sejumlah kehamilan dari sekitar 12-13% (tanpa pengobatan) hingga sekitar 0,1%[6].

Pada wanita dengan Rh negatif, injeksi Rh immune globulin dapat menurunkan risiko terjadinya inkompatibilitas Rh di kehamilan selanjutnya. Obat ini juga perlu diberikan setiap kali melahirkan bayi dengan Rh positif atau mengalami kontak dengan darah Rh positif[1].

Penanganan prenatal dini juga dapat mencegah terjadinya beberapa masalah yang berhubungan dengan inkompatibilitas Rh. Penanganan prenatal memungkinkan dokter menemukan risiko kondisi lebih awal[1].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment