Penyakit Mieloproliferatif: Penyebab, Gejala dan Cara Mengobati

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa itu Penyakit Mieloproliferatif?

Penyakit mieloproliferatif ialah sekelompok penyakit heterogen yang dicirikan oleh proliferasi seluler dari satu atau lebih garis sel hematologi di dalam darah perifer, berbeda dari leukemia akut[1, 2].

Penyakit mieloproliferatif kronis merupakan kanker darah langka yang memiliki berbagai gejala berbeda, dengan penyebab yang tidak diketahui pasti[3].

Kondisi ini terjadi ketika sumsum darah memproduksi terlalu banyak sel darah tidak normal yang kemudian terakumulasi di dalam darah. Jenis mieloproliferatif berdasarkan pada jenis sel darah abnormal yang dihasilkan[4].

Sebagian besar pasien mengalami penyakit mieloproliferatif pada usia 40-60 tahun. Penyakit mieloproliferatif tidak umum pada orang berusia kurang dari 20 tahun dan langka terjadi pada anak-anak[1].

Penyakit mieloproliferatif cenderung berkembang secara perlahan. Banyak pasien yang tidak menyadari gejala hingga bertahun-tahun setelah onset penyakit[5].

Penyebab Penyakit Mieloproliferatif

Penyebab pasti dari penyakit mieloproliferatif tidak diketahui. Meski demikian, pasien dengan mutase genetik JAK2 (janus kinase 2) berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi untuk mengalami penyakit ini[2].

JAK2 merupakan enzim yang secara normal menstimulasi produksi sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah. JAK2 normalnya hanya teraktivasi ketika produksi sel darah tambahan diperlukan[5].

Selain itu, paparan terhdap radiasi ionisasi tingkat tinggi dan toksin seperti benzena juga berkaitan dengan peningkatan risiko berkembangnya mieloproliferatif[2, 3].

Gejala Penyakit Mieloproliferatif

Penyakit mieloproliferatif dapat disertai dengan gejala berikut[1]:

  • Mudah mengalami keletihan
  • Anoreksia, penurunan berat badan
  • Rasa tidak nyaman di perut dan sensasi cepat kenyang akibat splenomegali
  • Mudah melepuh, berdarah, dan/atau gejala trombosis
  • Sendi sakit, membengkak akibat artritis gout yang disebabkan oleh hiperurisemia
  • Priapismus, tinitus, atau pingsan akibat leukostasis
  • Kuadran kiri atas dan bahu kiri sakit akibat infark limpa dan perisplenitis

Jenis Penyakit Mieloproliferatif

Penyakit mieloproliferatif berdasarkan pada jenis sel darah abnormal yang dihasilkan (sel darah merah, sel darah putih, atau keping darah[3, 4].

Penyakit mieloproliferatif dibedakan menjadi 6, sebagai berikut[2, 3, 5, 6, 7]:

Leukemia Mielogenus Kronis

Leukemia mielogenus kronis ialah penyakit tulang sumsum yang menyebabkan pertumbuhan abnormal granulosit (suatu jenis sel darah putih). Penyakit ini memiliki rangkaian klinis yang dibedakan menjadi fase kronis, fase percepatan, dan krisis blast.

Polisitemia Vera

Polisitemia vera terjadi ketika sumsum darah produksi berlebihan dari sel darah merah, sel darah putih dan keping darah. Polisitemia vera merupakan penyakit mieloproliferatif paling umum. Kondisi ini dibedakan dari penyakit mieloproliferatif lain dengan peningkatan dalam jumlah produksi sel darah merah. Biasanya dicirikan dengan peningkatan progresif seiring waktu pada semua jenis sel darah.

Polisitemia vera dapat mengarah pada terjadinya komplikasi berikut:

  • Trombosis vena dan arterial akibat hiperviskositas terinduksi sel darah merah
  • Serangan iskemik sementara
  • Migrain okuler atau eritromelalgia akibat keping darah yang teraktivasi
  • Pruritus aquagenik akibat basofil yang teraktivasi
  • Pendarahan atau pseudohiperkalemia (peningkatan kadar kalium darah palsu) akibat trombositosis ekstrim
  • Splenomegali akibat migrasi dari sel-sel induk hematopoietik yang terlibat dari sumsum tulang
  • Transformasi ke mielofibrosis
  • Kegagalan sumsum tulang
  • Leukemia akut

Mielofibrosis Primer

Mielofibrosis primer merupakan jenis penyakit mieloproliferatif yang paling tidak umum dan paling agresif. Gejala umum mielofibrosis primer meliputi keletihan, keringat malam, demam ringan, cepat kenyang, penurunan berat badan, perut kembung atau tidak nyaman, disuria, hematuria, pendarahan gastrointestinal, artralgia, dan sakit tulang.

Mielofibrosis primer dicirikan dengan fibrosis sumsum tulang, splenomegali akibat hematopoiesis ekstrameduler, anemia, perubahan variabel dalam jumlah keping darah dan leukosit, gejala konstitusional akibat peningkatan produksi protein inflamasi dan fase progresif dengan kegagalan sumsum tulang, hipertensi pulmoner, dan perubahan leukemia akut.

Trombositemia Esensial

Merupakan penyakit mieloproliferatif yang paling lamban dan dicirikan dengan peningkatan keping darah (trombositosis). Gejala klinis dari trombositemia esensial dapat berbeda-beda mulai dari asimptomatik (tanpa gejala) hingga timbul gejala seperti trombosis, pendarahan, dan gejala vasomotor.

Gejala umum meliputi sakit kepala, pusing, perubahan penglihatan, paraestesia, keletihan, dan mudah memar.

Trombositemia esensial dapat mengarah pada komplikasi seperti:

  • Serangan iskemik sementara
  • Migrain okuler
  • Eritromelagia (sakit seperti terbakar pada tangan dan kaki)
  • Pendarahan atau pseudohiperkalemia (peningkatan kadar kalium darah palsu)
  • Trombosis arteria atau vena
  • Splenomegali
  • Perubahan ke kegagalan sumsum tulang, mielofibrosis, dan leukemia akut

Leukemia Neutrofilik Kronis

Leukemia neutrofilik kronis ialah kanker langka yang ditandai dengan produksi neutrofil berlebihan. Neutrofil ialah jenis sel darah putih yang berfungsi mengatasi infeksi dengan mengelilingi dan menghancurkan sel-sel mati dan substansi asing. Neutrofil berlebih dapat menyebabkan limpa dan hati membengkak.

Kebanyakan pasien leukemia neutrofilik kronis tidak menunjukkan gejala. Meski demikian dapat timbul gejala umum seperti keletihan, keringat malam, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, mudah memar, tulang sakit.

Leukemia Eosinofilik Kronis

Leukemia eosinofilik kronis ditandai dengan produksi berlebihan eosinofil di dalam sumsum tulang. Eosinofil merupakan jenis sel darah merah yang bereaksi terhadap alergen (substansi yang menyebabkan respon alergi) dan membantu mengatasi infeksi yang disebabkan oleh parasit tertentu.

Leukemia eosinofilik kronis dapat dalam kondisi yang sama selama bertahun-tahun atau dapat berprogres dengan cepat menjadi leukemia akut.

Faktor Risiko Penyakit Mieloproliferatif

Faktor risiko penyakit mieloproliferatif berbeda-beda berdasarkan jenisnya, sebagai berikut[5]:

  • Polycythemia vera
    • Usia: orang berusia lebih dari 60 tahun memiliki risiko lebih tinggi
    • Paparan lingkungan: dosis radiasi tinggi dapat meningkatkan risiko
    • Jenis kelamin: laki-laki memiliki risiko 2 kali lebih besar daripada wanita
  • Trombositosis esensial
    • Usia: orang berusia lebih dari 60 tahun, namun 20% kasus terjadi pada orang berusia di bawah 40 tahun
    • Paparan lingkungan: zat kimia tertentu atau electrical wiring dapat meningkatkan risiko
    • Jenis kelamin: wanita memiliki risiko 1,5 kali lebih besar daripada pria
  • Mielofibrosis
    • Usia: orang berusia antara 60 dan 70 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi
    • Paparan lingkungan: paparan radiasi intens atau paparan terhadap benzena dapat meningkatkan risiko
    • Jenis kelamin: laki-laki memiliki resiko sedikit lebih tinggi daripada wanita
  • Leukemia mielogenus kronis
    • Usia: orang berusia antara 45 dan 50 tahun memiliki risiko lebih tinggi
    • Paparan lingkungan: dosis radiasi tinggi dapat meningkatkan risiko
    • Jenis kelamin: laki-laki memiliki risiko lebih tinggi daripada wanita

Komplikasi Penyakit Mieloproliferatif

Komplikasi paling umum dari penyakit mieloproliferatif yaitu trombosis dan kejadian hemoragik[2].

Penyakit mieloproliferatif dapat mengarah pada timbulnya komplikasi lain, seperti[2]:

  • Leukemia mieloid kronis: jika tidak diatasi pasien memiliki risiko lebih tinggi mengalami pembentukan blast
  • Polycythemia vera: thrombosis vena dan arteri serta komplikasi tromboembolik dapat mengakibatkan stroke iskemik sementara/stroke dan embolisme pulmoner, infark miokardi, dan pendarahan. Komplikasi mikrovaskuler berupa eritromelalgia yang mengakibatkan muka pucat, eritema, atau sianosis pada tangan dan kaki
  • Trombositemia esensial: trombosis pembuluh darah besar dan kecil, pendarahan, komplikasi tromboembolik seperti stroke, embolisme pulmoner, infark miokardi, hipertensi pulmoner, dan priapisme
  • Mielofibrosis primer: hipertensi portal, pendarahan gastrointestinal, kompresi korda spinal, pendarahan, gangguan pernapasan, perubahan menjadi leukemia akut, masalah trombotik, infeksi, dan hipertensi pulmoner.

Diagnosis Penyakit Mieloproliferatif

Pada fase awal penyakit mieloproliferatif biasanya pasien tidak mengalami gejala apapun. Sehingga diagnosis penyakit mieloproliferatif sering kali sulit dilakukan[3].

Dokter dapat menyarankan pasien untuk melakukan tes diagnosis penyakit mieloproliferatif jika pasien mengalami pembesaran ukuran limpa[5].

Diagnosis untuk penyakit mieloprolliferatif meliputi studi laboratorium dan biopsi[1]:

  • Studi laboratorium, meliputi:
    • Penghitungan darah total dan penghitungan differential dengan pemeriksaan mikroskopik dari noda perifer
    • Nilai LAP (leukocyte alkaline phosphatase): untuk membedakan leukemia myelogenous dari penyebab leukositosis lain
    • Uji PCR (polymerase chain reaction) atau FISH (fluorescent in-situ hybridization): untuk mendektesi penyusunan kembali gen bcr-abl, hal ini membantu untuk membedakan leukemia mielogenus kronis dari penyakit mieloproliferatif lain
    • Studi massa sel darah merah
    • Uji PCR pada sumsum tulang: untuk mengetes JAK2
  • Biospsi: aspirasi sumsum tulang dan biopsi dengan studi sitogenetik diperlukan pada kebanyakan kasus

Pengobatan Penyakit Mieloproliferatif

Penanganan penyakit biasanya difokuskan untuk mengupayakan agar sel darah kembali ke tingkat normal dan menurunkan risiko terjadinya komplikasi utama. Pengobatan bergantung pada jenis penyakit mieloproliferatif yang dialami pasien[3].

Berikut beberapa metode perawatan yang umum digunakan[2, 3]:

  • Kemoterapi: penggunaan obat-obat kuat untuk membunuh sel-sel darah berlebih di alam tubuh. Kemoterapi dapat diberikan melalui IV, atau dapat berupa pil yang diminum secara oral
  • Terapi radiasi: radiase X-ray bertenaga tinggi atau radiasi jenis lain dapat menurunkan jumlah sel-sel darah berlebih dalam tubuh pasien dan membantu meringankan gejala
  • Flebotomi: sejumlah darah dikeluarkan dari tubuh pasien untuk menurunkan jumlah sel darah merah
  • Terapi gen: jenis pengobatan baru yang dapat menghambat atau memperbaiki gen yang termutasi yang merupakan penyebab penyakit mieloproliferatif
  • Terapi hormon: beberapa hormon tertentu dapat memperpanjang usia sel-sel darah normal atau mendorong sumsum tulang untuk memproduksinya dalam jumlah lebih banyak. Terapi hormon juga dapat mengurangi beberapa efek samping penyakit mieloproliferatif
  • Transplantasi sel induk: dilakukan pada pasien dengan penyakit mieloproliferatif berat. Selama prosedur ini, sumsum tulang serat dari donor diberikan pada pasien.
  • Operasi: prosedur ini dilakukan jika limpa membengkak. Limpa dapat dihilangkan selama operasi yang disebut sebagai splenektomi
  • Uji klinis: studi untuk menguji perawatan kanker baru, untuk melihat apakah perawatan bekerja dengan sama baik atau lebih baik dari jenis perawatan yang sudah biasa digunakan

Jika pasien mengalami penyakit mieloproliferatif ringan dan tidak menimbulkan gejala, dokter dapat menyarankan untuk menunggu dan memantau kondisi sebelum memulai pengobatan. Beberapa pasien dapat hidup normal selama beberapa tahun dengan menggunakan aspirin setiap hari untuk mencegah pembekuan darah serta dengan melakukan kunjungan rutin ke dokter[3].

Prognosis penyakit mieloproliferatif bergantung pada jenis yang dialami, kesehatan pasien secara umum, serta respon pasien terhadap pengobatan yang dilakukan[5].

Pencegahan Penyakit Mieloproliferatif

Sampai saat ini penyebab dari penyakit mieloproliferatif belum diketahui secara pasti. Sehingga belum diketahui juga mengenai cara pencegahan yang efektif[2, 3].

Menghindari paparan radiasi dan zat kimia beracun dapat dilakukan untuk menurunkan risiko mengalami penyakit mieloproliferatif. Radiasi dan zat beracun diduga berhubungan dengan peningkatan risiko berkembangnya penyakit mieloproliferatif[2].

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment