Rahim adalah organ yang hanya dimiliki oleh wanita. Bentuknya menyerupai buah pir dan berongga. Letaknya ada pada bagian panggul yaitu di antara pangkal paha, kandung kemih dan dubur. Fungsi rahim adalah untuk tempat tumbuh dan berkembangnya janin apabila seorang wanita sedang hamil atau mengandung [1,2].
Kanker rahim tentu menjadi momok bagi wanita, karena semua wanita yang memiliki rahim sangat amat mungkin untuk terserang penyakit ini. Kanker rahim terjadi saat sel-sel dalam rahim yang awalnya sehat, berubah menjadi ganas dan tumbuh secara tak terkendali[1].
Kanker ini umumnya menyerang wanita yang tengah atau sudah melewati masa menopause. Dengan kata lain, wanita yang berusia di atas 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan siklus menstruasi wanita yang telah berhenti pada usia tersebut [2].
Maka, sebelum mencapai usia menopause dan resiko terkena penyakit kanker rahim semakin besar, ada baiknya untuk melakukan langkah-langkah berikut ini agar dapat memperkecil kemungkinan terkena kanker rahim [3,4,14].
Daftar isi
1. Mengontrol kehamilan
Mengontrol atau mengatur kehamilan, termasuk kelahiran dan siklus menstruasi, merupakan salah satu cara untuk mencegah resiko terserang penyakit kanker rahim. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh wanita untuk menghindari pertumbuhan atau pembentukan lapisan dinding rahim yang terlalu tebal atau bahkan tidak terkendali [4].
Mengontrol kehamilan dikenal dengan istilah kontrasepsi. Terlebih dahulu diperlukan konsultasi yang mendalam dengan tenaga medis untuk menentukan metode kontrasepsi mana yang paling cocok, aman dan efektif. Beberapa pilihan metode kontrasepsi yang dapat dilakukan antara lain [5,6]:
Mencegah sperma untuk masuk ke dalam sel telur
- Kondom
Mencegah sperma untuk masuk ke dalam sel telur dengan menggunakan kondom, spiral, dan spons kontrasepsi. Kondom terdiri dari dua jenis, yakni kondom pria dan kondom wanita. Kondom pria merupakan kondom yang paling mudah ditemui[6].
Fungsinya untuk menampung sperma agar tidak masuk ke dalam tubuh wanita ketika berhubungan seksual. Kondom pria biasanya terbuat dari bahan lateks dan mempunyai tingkat efektivitas sebesar 87%. Kondom ini hanya dapat digunakan satu kali saja. Kondom pria dapat ditemukan dengan mudah di apotik [6].
Kondom wanita adalah kondom yang hanya dapat dipakai oleh wanita. Walaupun bentuknya berbeda dari kondom pria, namun fungsinya sama. Kondom wanita dapat dipakai sejak 8 jam sebelum berhubungan seksual. Namun tingkat keefektifan kondom wanita sedikit lebih rendah daripada kondom pria, yaitu hanya sekitar 79%. Kondom wanita juga dapat ditemukan di apotik [6].
- Spiral
Spiral atau disebut juga dengan diaphragms merupakan suatu alat berbentuk cekungan dangkal yang fungsinya untuk melindungi serviks dan menghalangi sperma untuk masuk menuju sel telur. Spiral ini harus dipakai dengan bantuan tenaga medis[6].
Tingkat keefektifan spiral ini mencapai 83%. Apabila akan berhubungan seksual, penggunaan spiral ini harus dibersamai dengan penggunaan spermisida, yaitu sebuah produk untuk membunuh sel sperma. Spermisida mempunyai berbagai macam bentuk mulai dari busa, gel, krim hingga tablet minum [6].
- Spons kontrasepsi
Spons kontrasepsi adalah sebuah spons yang diletakkan dalam vagina dan menutup seluruh bagian serviks. Spons kontrasepsi ini sudah mengandung spermisida. Spons ini dapat terpasang selama 24 jam dan harus dilepas dalam waktu 6 jam setelah berhubungan seksual. Tingkat keefektifan spons ini berbeda-beda, tergantung kondisi seorang wanita[6].
Bagi wanita yang belum pernah melahirkan, spons ini mempunyai tingkat keefektifan sebesar 86%. Sedangkan bagi wanita yang sudah pernah melahirkan, tingkat keefektifannya sedikit lebih rendah, yaitu hanya 73% saja [6].
Mencegah ovarium untuk memproduksi sel-sel telur
- Pil kontrasepsi
Terdapat dua jenis pil kontrasepsi yaitu pil kontrasepsi gabungan dan pil kontrasepsi mini. Pil kontrasepsi gabungan memuat komposisi hormon estrogen dan progesteron. Namun, tidak semua wanita diperbolehkan mengonsumsi pil ini. Wanita yang berusia di atas 35 tahun, perokok, mempunyai riwayat penggumpalan darah atau kanker payudara tidak diperbolehkan mengonsumsi pil kontrasepsi [6].
Jenis ke dua adalah pil kontrasepsi mini. Pil ini hanya mengandung komposisi hormon progesteron saja. Pil kontrasepsi mini dapat dikonsumsi oleh wanita yang tidak dapat atau intolerir terhadap hormon estrogen. Baik pil gabungan maupun mini, kedunya harus dikonsumsi setiap hari dan dapat didapatkan dengan menggunakan resep dokter [6].
- Plester
Plester, atau disebut juga dengan patch, merupakan suatu alat yang terbilang mudah dan efektif dalam penggunaannya. Cara menggunakannya hanya dengan menempelkan plester ini saja ke daerah perut bagian bawah, pantat atau tubuh bagian atas (kecuali payudara). Tingkat keefektifannya pun mencapai 93% [6].
Plester ini bekerja dengan cara melepaskan hormon progestin dan estrogen ke dalam aliran darah. Plester ini dapat dipakai sebanyak satu minggu sekali selama tiga minggu berturut-turut. Kemudian di minggu keempat tidak diperbolehkan lagi memakai plester, agar dapat kembali menstruasi. Plester ini tidak dijual bebas dan harus menggunakan resep dokter [6].
- Suntikan
Suntikan ini merupakan cara pemberian hormon progestin dengan cara diinjeksi atau disuntik. Suntikan hormon ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan dapat diterima setiap tiga bulan sekali. Tingkat keefektifan suntikan ini sangat tinggi yaitu mencapai 96% [6].
- Cincin vagina
Cincin vagina adalah sebuah cincin khusus yang dipasang di dalam vagina. Fungsinya sama dengan plester yaitu untuk melepaskan hormon progestin dan estrogen. Untuk cara penggunaannya, cincin ini akan dipasang terus menerus di dalam vagina selama tiga minggu[6].
Setelah itu, cincin harus dilepas agar tubuh dapat mengalami menstruasi kembali. Kemudian, jika hendak memasang cincin ini kembali, harus menggunakan cincin vagina yang baru. Tingkat keefektifan cincin ini sangat tinggi yaitu 93% [6].
IUD
IUD merupakan sebuah alat yang dipasang didalam rahim selama beberapa tahun [5]. Terdapat dua jenis IUD yaitu LNG dan Copper T. Dari segi bentuk dan kegunaan kedua jenis IUD ini sama, yaitu berbentuk huruf T kecil dan berfungsi untuk melepaskan hormon progestin sedikit demi sedikit setiap harinya untuk mencegah kehamilan [6].
Yang membedakan hanya lama penggunaan dan tingkat keefektifannya. LNG IUD dapat digunakan selama 3 – 6 tahun dan memiliki tingkat keefektifan mencapai 99.9%. Sementara IUD Copper T dapat digunakan lebih lama, yaitu hingga mencapai 10 tahun dengan tingkat keefektifan mencapai 99.2% [6].
Metode permanen
Metode kontrasepsi permanen dapat dilakukan pria maupun wanita. Metode ini dilakukan dengan cara sterilisasi atau pemandulan. Tujuannya adalah sebagai langkah pencegahan agar tidak dapat menghamili dan agar tidak hamil [5].
Pada pria, metode ini menggunakan metode vasektomi, yaitu sebuah tindakan operasi untuk mencegah cairan sperma menuju ke penis. Sehingga, ketika terjadi ejakulasi, cairan yang keluar tidak mengandung sperma[6].
Proses pemulihan operasi vasektomi terhitung singkat, yaitu hanya sekitar satu minggu saja. Namun, setelah operasi, perlu pemeriksaan rutin ke dokter selama sekitar 12 minggu. Hal ini untuk memeriksa dan memastikan cairan sperma telah berhenti terproduksi [6].
Sedangkan pada wanita, metode kontrasepsi permanen ini menggunakan cara ligasi tuba atau “mengikat” saluran tuba. Pada tindakan ini, dokter akan melakukan tindakan operasi yang bertujuan untuk menutup saluran tuba agar sel telur tidak bisa dijangkau oleh sperma. Proses pemulihan pasca operasi ini sangat singkat, yaitu hanya beberapa hari saja [6].
2. Menghindari HRT
HRT merupakan singkatan dari hormone replacement treatment yaitu sebuah tindakan untuk mengganti atau menukar hormon dalam tubuh. HRT biasa dilakukan oleh wanita yang akan atau telah mencapai menopause. Menopause adalah suatu kondisi di mana wanita tidak lagi mengalami menstruasi[15].
Beberapa tahun sebelum dan selama masa menopause, seorang wanita bisa saja mengalami gejala-gejala yang membuat tidak nyaman. Hal ini dikarenakan hormon dalam tubuh wanita akan mengalami naik turun. Gejala-gejala tersebut antara lain [15,16]:
- Wajah memerah
- Berkeringat pada malam hari
- Ketidakstabilan emosi
- Vagina menjadi kering
- Rasa sakit saat berhubungan seksual
- Penurunan minat untuk berhubungan seksual
Akan tetapi, karena HRT adalah suatu tindakan untuk mengganti hormon dalam tubuh wanita, maka perlu dipertimbangkan lagi penggunaaannya, mengingat ketidakseimbangan hormon dalam tubuh wanita dapat menyebabkan penyakit kanker rahim. Terutama jika terapi yang dilakukan hanyalah terapi penggantian hormon estrogen saja [4].
3. Melakukan tes screening
Screening adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mendeteksi kanker sebelum gejala-gejala kanker dirasakan oleh seseorang[9]. Apabila gejala-gejala sudah muncul, kemungkinan besar sel kanker tersebut sudah mulai menyebar ke anggota tubuh lain[10].
Maka, tes screening merupakan suatu hal yang perlu dilakukan, agar ketika sel kanker ditemukan, tenaga medis dapat melakukan perawatan dan pengobatan sejak dini. Tes screening untuk kanker rahim dapat dilakukan dengan [10,11]:
- Tes pap
Tes pap disebut juga dengan pap smear. Tes ini bertujuan untuk mengambil sel pada serviks dan vagina. Caranya adalah dengan memasukkan suatu alat, bisa kapas, sikat atau batang kayu kecil, ke dalam serviks dan vagina. Kemudian alat tersebut akan mengorek sel-sel pada kedua bagian tersebut. Selanjutnya sel-sel tersebut akan diteliti dibawah mikroskop untuk dipastikan terdapat ketidaknormalan sel atau tidak.
USG transvaginal disebut juga dengan USG endovaginal. Pada tes ini, sebuah alat USG berbentuk seperti batang akan dimasukkan ke dalam vagina. Alat ini akan memindai bagian dalam vagina, rahim, saluran tuba dan kandung kemih. Kemudian USG ini akan menghasilkan gambar-gambar yang disebut dengan sonogram. Dari hasil sonogram ini, tenaga medis akan mengetahui apabila terdapat tumor atau sel-sel kanker rahim
- Pengambilan sampel dinding rahim
Pengambilan sampel dinding rahim ini disebut juga dengan biopsi rahim. Biopsi rahim dilakukan dengan cara memasukkan sebuah alat berbentuk sikat atau tabung yang kecil ke dalam serviks dan menuju rahim. Alat ini akan mengambil jaringan dari dalam dinding rahim. Selanjutnya, jaringan tersebut akan diteliti di bawah mikroskop untuk diteliti.
- USG panggul
USG panggul dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang diletakkan pada kulit perut bagian bawah untuk memindai kondisi rahim. Pastikan kandung kemih dalam keadaan penuh, agar dapat menghasilkan gambar-gambar hasil USG yang jelas.
4. Melakukan vaksinasi
Untuk mencegah penyakit kanker rahim dapat juga dengan melakukan vaksinasi. Vaksin untuk pecegahan ini adalah vaksin HPV. HPV adalah singkatan dari human papillomavirus. Vaksin ini melindungi tubuh dari penyakit kanker serviks, kanker mulut dan kerongkongan, kanker lain di area dubur dan alat kelamin serta kutil kelamin. Vaksin ini boleh didapatkan oleh semua remaja, baik perempuan maupun laki-laki [9,12].
Vaksin HPV memang diperuntukkan untuk remaja. Kelompok usia yang dapat menerima vaksin ini adalah mulai usia 11 – 13 tahun atau pada kelas 8 sekolah menengah pertama untuk dosis pertama. Pemberian dosis kedua dapat dilakukan pada 6 – 24 bulan setelah dosis pertama diterima. Apabila penerimaan vaksin ini terlewat, pemberian vaksin masih dapat dilakukan hingga usia mencapai 25 tahun, dengan syarat [12,13]:
- Untuk perempuan lahir setelah 1 September 1991
- Untuk laki-laki lahir setelah 1 September 2006
5. Menjaga berat badan ideal
Selain wanita yang berusia di atas 50 tahun, ternyata resiko terserang penyakit kanker rahim juga meningkat pada wanita yang obesitas atau kelebihan berat badan. Seperti yang telah diketahui bahwa obesitas merupakan salah satu akar dari segala macam penyakit dan kanker rahim adalah salah satunya[7].
Menurut studi dari Lembaga Kanker Amerika (American Cancer Society), resiko terserang kanker rahim menjadi dua kali lebih besar pada wanita yang kelebihan berat badan (skor BMI 25 – 29.9) dan tiga kali lebih besar pada wanita yang obesitas (skor BMI di atas 30)[8].
Pada wanita yang obesitas dan telah menopause, hormon estrogen terproduksi juga oleh kelebihan lemak pada tubuh. Hormon estrogen yang terproduksi terus menerus, sementara pada usia menopause seorang wanita tidak lagi mengalami menstruasi, tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan hormon pada tubuh[7].
Tubuh menjadi kekurangan hormon progesteron. Selain itu, pada wanita yang obesitas juga terjadi peradangan di dalam tubuh. Peradangan ini dapat mengganggu kinerja seluruh organ. Peradangan juga menyebabkan pankreas untuk memproduksi insulin yang berlebih. Hormon estrogen dan insulin yang berlebih inilah yang menjadi faktor penyebab kanker rahim [8].
Untuk itu, sangat perlu dilakukan berbagai upaya agar menjaga berat badan tetap ideal. Pada wanita yang obesitas, mengurangi berat badan sebanyak 5% saja, dapat menurunkan resiko terserang penyakit kanker rahim sebanyak 56%[7].
Diet atau mengatur pola makan dapat menjadi salah satu cara untuk menjaga berat badan. Namun, apabila diet dirasa terlalu berat, dapat dilakukan pula tindakan operasi penurunan berat badan [8].
6. Menghindari resiko penyakit diabetes
Diabetes merupakan suatu penyakit yang berkaitan dengan tingginya kadar gula dalam darah. Yang mengejutkan, penderita diabetes dapat pula meningkatkan resiko penyakit kanker rahim. Bahkan, orang dengan diabetes memiliki resiko yang jauh lebih besar untuk terserang kanker rahim dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki penyakit diabetes [17,18].
Dilaporkan bahwa orang dengan penyakit diabetes memiliki resiko 2 kali lebih besar untuk terserang penyakit kanker rahim. Bahkan, 11% dari total kasus kanker rahim dari seluruh dunia disebabkan oleh penyakit diabetes. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes biasanya memiliki hormon dalam tubuh yang tidak seimbang [17,18].
Wanita dengan diabetes cenderung memiliki hormon insulin yang rendah. Hal inilah yang kemudian menyebabkan hormon kewanitaan, yaitu hormon estrogen menjadi lebih tinggi dan kemudian menyebabkan penyakit kanker rahim. Untuk itu, sangat perlu menghindari resiko penyakit diabetes, antara lain dengan berolahraga yang teratur dan rutin memeriksakan kadar gula dalam darah [17,18].
7. Mengonsumsi obat-obatan
Mengonsumsi obat-obatan, dalam hal ini obat prekanker, dapat menjadi salah satu cara juga untuk mencegah penyakit kanker rahim. Obat prekanker adalah obat-obatan yang dikonsumsi sebelum seseorang terindikasi memiliki penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mencegah sel kanker berkembang dalam tubuh [14].
Penyakit kanker rahim pada wanita erat hubungannya dengan berat badan yang berlebih atau obesitas dan diabetes. Maka obat yang dapat dikonsumsi adalah obat yang dapat mengatur atau memperlancar metabolisme glukosa dalam tubuh. Obat itu bernama metformin. Metformin sebenarnya adalah obat untuk perawatan yang umum pada penderita diabetes tipe 2 [20].
Cara kerja metformin adalah dengan mengatasi diabetes dan resistensi insulin dalam tubuh, menurunkan konsentrasi glukosa dalam darah, meningkatkan sensitisasi insulin dan mengurangi tingkat penolakan insulin dalam plasma. Metformin juga dapat menyebabkan penurunan berat badan [19,20].
8. Menerapkan gaya hidup sehat
Menerapkan gaya hidup sehat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menjaga berat badan ideal, menghindari atau mengurangi konsumsi rokok dan alkohol, menjaga kesehatan kulit serta rajin menggerakkan tubuh. Tidak harus dengan berolahraga, menggerakkan tubuh pada saat melakukan pekerjaan di kantor maupun di rumah pun dapat menjadi faktor pencegah penyakit kanker rahim [9,10].