Proktitis : Penyebab – Gejala dan Pengobatan

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Proktitis?

Proktitis
Proktitis ( img : Colorectal Surgeons Sydney )

Proktitis adalah suatu kondisi radang pada dinding usus besar bagian akhir atau yang disebut juga dengan rektum [1,3,5].

Kondisi proktitis ditandai dengan sakit perut dan sakit di bagian dubur disertai perut mulas.

Penderita proktitis juga akan mengalami diare di mana feses yang keluar juga disertai darah atau justru lendir.

Penyakit radang usus (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn) dapat menjadi salah satu alasan mengapa proktitis dapat terjadi [1].

Bahkan penderita penyakit menular seksual juga memiliki risiko lebih tinggi dalam menderita proktitis [3,6].

Tinjauan
Proktitis merupakan kondisi peradangan yang menyerang dinding rektum yang biasanya ditandai dengan perut mulas dan rasa sakit khususnya di area dubur.

Fakta Tentang Proktitis

  1. Proktitis dapat terjadi pada pria maupun wanita, namun kasus penyakit ini lebih banyak dijumpai pada pria daripada wanita [1].
  2. Prevalensi proktitis lebih tinggi pada pria yang melakukan hubungan seksual secara anal (biasanya hubungan seks yang dilakukan oleh pria dengan pria) karena mereka mengalami gonore dan klamidia dengan persentase kasus 5% dan 9% [1].
  3. Prevalensi proktitis secara global belum diketahui pasti, namun prevalensi proktitis radiasi kronik diketahui lebih tinggi dengan persentase 2-20% [1].
  4. Di Indonesia, prevalensi proktitis juga belum diketahui secara jelas, namun kasus proktitis radiasi akut (proktitis yang terjadi sebagai efek samping dari terapi radiasi) dan proktitis radiasi kronik cukup umum dan memengaruhi kualitas hidup penderitanya [2].
  5. Diketahui hanya sekitar 5% kasus proktitis yang disebabkan oleh radioterapi [5].

Penyebab Proktitis

Berbagai faktor dapat menjadi peningkat risiko atau penyebab proktitis terjadi, berikut ini adalah deretan kondisi yang mampu menyebabkan radang di dinding rektum.

  • Infeksi

Penyakit menular seksual yang penularannya terjadi melalui aktivitas hubungan seksual tanpa kondom serta aktivitas hubungan seksual lewat anal dapat meningkatkan risiko proktitis.

Infeksi bakteri seperti infeksi shigella, salmonella, dan campylobacter perlu diwaspadai sebagai penyebab proktitis.

Penyakit menular seksual seperti klamidia, herpes genital, dan gonore pun tergolong dalam jenis penyakit menular yang mampu memperbesar potensi penderitanya mengidap proktitis [1,3,6].

  • Penyakit Radang Usus

Penyakit radang usus seperti kolitis ulseratif dan penyakit Crohn dapat memperbesar potensi seseorang mengalami proktitis [1].

Terdapat sekitar 30% kasus proktitis di mana penderitanya sudah lebih dulu mengidap radang usus.

  • Proktitis Eosinofilik

Proktitis eosinofilik adalah sebuah kondisi ketika eosinofil atau jenis sel darah putih mengalami penumpukan pada dinding rektum [4].

Jika kondisi ini terjadi, maka risiko penyakit proktitis pun lebih besar; hanya saja, proktitis eosinofilik ini jauh lebih berisiko dialami oleh anak balita (usia di bawah 2 tahun).

  • Reaksi Terhadap Protein

Pada balita yang mengonsumsi susu formula dari kedelai atau susu sapi, reaksi terhadap protein dapat menjadi penyebab proktitis [4].

Bahkan bayi-bayi yang masih menyusui dari ibu yang mengonsumsi produk olahan susu juga akan memperbesar potensi anak mengalami proktitis secara tak langsung.

Antibiotik digunakan sebagai obat untuk membunuh bakteri penyebab infeksi pada usus tidak selalu efektif, khususnya bila penggunaan tanpa resep dokter.

Pada beberapa kasus, antibiotik justru mampu memicu bakteri Clostridium untuk semakin berkembang dan membahayakan rektum [1].

  • Terapi Radiasi untuk Kanker

Pada penderita kanker yang menjalani terapi radiasi dengan target area rektum atau area dekat rektum akan memiliki risiko lebih tinggi terkena proktitis [1,8].

Proktitis dapat terjadi selama terapi radiasi berjalan hingga beberapa bulan setelah selesai menjalani terapi.

Namun, ada pula yang menderita proktitis justru setelah beberapa tahun mengakhiri terapi radiasi ini.

  • Efek Operasi

Seseorang yang baru saja menempuh operasi pembuatan stoma (lubang buatan baru di perut untuk BAB) dan operasi sus besar memiliki risiko lebih tinggi mengalami proktitis.

Radang lebih mudah menyerang area rektum yang justru tidak pernah makanan lewati.

Tinjauan
Berbagai faktor yang mampu meningkatkan risiko proktitis antara lain adalah efek operasi, terapi radiasi untuk kanker, infeksi (penyakit menular seksual), antibiotik tertentu, reaksi terhadap protein, proktitis eosinofilik, dan penyakit radang usus.

Gejala Proktitis

Proktitis umumnya ditandai dengan sejumlah keluhan dan berikut ini adalah deretan keluhan gejala proktitis yang perlu dikenali [1,3,4,5,6,7] :

  • Perut terasa mulas.
  • Timbul rasa ingin buang air besar yang sangat sering.
  • Perut bagian kiri terasa sakit, khususnya saat sedang buang air besar.
  • Diare
  • Sakit di bagian dubur.
  • Nyeri di bagian rektum.
  • Perdarahan dari rektum.
  • Rektum terasa penuh.
  • BAB berdarah atau berlendir.
  • Setiap usai buang air besar terasa tidak tuntas.

Kapan sebaiknya memeriksakan diri ke dokter?

Jika ingin mencegah atau mendeteksi dini penyakit menular seksual karena sering berganti pasangan saat berhubungan seksual, maka segera temui dokter.

Tak hanya itu, segera ke dokter apabila beberapa gejala yang telah disebutkan mulai dialami, terutama dubur yang sakit, perut mulas, hingga BAB berlendir atau berdarah.

Tinjauan
Proktitis paling kerap ditandai dengan beberapa keluhan, yaitu rasa sakit di dubur, perut mulas, diare, perdarahan dari rektum, terasa penuh di area rektum, hingga BAB berlendir atau berdarah.

Pemeriksaan Proktitis

Sejumlah gejala proktitis tidak semudah itu untuk dideteksi sebagai penyakit proktitis.

Gejalanya yang mirip dengan gangguan pencernaan lain menyebabkan dokter perlu memeriksa secara lebih detail.

Berikut ini adalah sejumlah cara dokter dalam mendeteksi dan mengonfirmasi proktitis :

  • Pemeriksaan Riwayat Medis

Dokter akan mengawali dengan memberikan beberapa pertanyaan seputar gejala yang dirasakan oleh pasien [1].

Dokter juga menanyakan seputar riwayat medis pasien dan keluarga pasien, serta penyakit apa yang pernah atau tengah diidap pasien.

  • Tes Feses

Sebagai tes penunjang yang berguna dalam membantu dokter menegakkan diagnosa, tes feses seringkali diperlukan [1,3,4,6].

Dokter akan meminta pasien untuk mengambil sampel feses yang kemudian dibawa ke dokter untuk dianalisa lebih lanjut.

Tes feses yang ditempuh oleh pasien dapat membantu dokter dalam mendeteksi apakah infeksi bakteri merupakan penyebab proktitis.

  • Tes Darah

Dokter juga kemungkinan meminta pasien untuk menempuh tes darah [1,7].

Tujuan pemeriksaan darah adalah untuk memastikan apakah di dalam tubuh pasien sedang terjadi infeksi.

Tes darah juga berfungsi untuk mendeteksi apakah pasien mengalami kehilangan darah.

Kolonoskopi adalah prosedur pemeriksaan yang umumnya dilakukan oleh dokter gastroenterologi yang bertujuan untuk mengetahui kondisi dinding usus bagian bawah dan rektum [1].

Pada proses tindakan pemeriksaan ini, pengambilan sampel jaringan rektum akan dilakukan yang kemudian dianalisa lebih lanjut di laboratorium.

  • Tes Sampel Lendir Rektum

Dokter juga kemungkinan akan mengambil sampel lendir yang berasal dari rektum pasien [1].

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi keberadaan penyakit menular seksual.

Dari pemeriksaan ini dan juga tes-tes sebelumnya, dokter dapat menentukan perawatan yang sesuai bagi kebutuhan kondisi pasien.

Tinjauan
Untuk mendeteksi dan mengonfirmasi kondisi proktitis, metode diagnosa yang biasanya dokter terapkan adalah pemeriksaan gejala, tes feses, tes darah, kolonoskopi, serta tes sampel lendir yang diambil dari rektum pasien.

Pengobatan Proktitis

Penyebab proktitis menentukan metode pengobatan yang dokter dapat berikan kepada pasien.

Berikut ini adalah beberapa cara pengobatan proktitis yang umumnya perlu ditempuh pasien.

  • Antivirus

Pada kasus proktitis yang disebabkan oleh infeksi virus (virus herpes misalnya), maka dokter akan memberikan jenis obat antivirus [1,3].

Acyclovir adalah obat yang cukup umum dalam menangani proktitis karena infeksi virus [1].

  • Antibiotik

Ketika proktitis disebabkan oleh infeksi bakteri, maka dokter biasanya akan meresepkan jenis antibiotik tertentu [1,3,6,7].

Doxycycline adalah jenis antibiotik yang umumnya mampu menangani gejala proktitis karena infeksi bakteri [1].

  • Anti-Inflamasi

Obat anti-inflamasi atau obat anti radang juga kemungkinan besar akan diberikan oleh dokter untuk pasien proktitis yang disebabkan utamanya oleh penyakit radang usus.

Beberapa anti-inflamasi yang diresepkan pada umumnya adalah jenis suppositoria atau enema dan kortikosteroid [1].

Budesonide dan prednisone adalah golongan kortikosteroid yang banyak diresepkan sebagai solusi bagi penderita proktitis.

Pada beberapa kasus proktitis karena radang usus, dokter akan meresepkan infliximab atau azathioprine.

Kedua jenis obat ini diresepkan dengan tujuan untuk menekan sistem imun.

Hanya saja, azathioprine atau infliximab biasanya diresepkan bagi pasien dengan penyakit Crohn.

  • Pelunak Tinja dan Dilatasi

Pemberian obat khusus pelunak tinja/feses sekaligus dilatasi biasanya direkomendasikan oleh dokter [8,10].

Prosedur ini adalah tindakan medis dalam mengobati proktitis yang bertujuan agar penghalang di bagian usus dapat dibuka.

  • Ablasi

Pelebaran rektum atau ablasi dapat direkomendasikan oleh dokter apabila terapi radiasi adalah penyebab proktitis terjadi [9].

Ablasi adalah prosedur yang dilakukan untuk menghancurkan jaringan-jaringan abnormal yang menyebabkan perdarahan dari rektum.

Ablasi adalah prosedur yang kerap digunakan untuk mengobati proktitis dengan krioablasi, koagulasi plasma argon, dan elektrokoagulasi.

  • Suppositoria atau Enema

Dokter kemungkinan juga akan memberikan suppositoria berbentuk pil seperti mesalamine, metronidazole, sulfasalazine, dan sucralfate yang akan mengatasi perdarahan yang dialami oleh pasien [1].

Obat-obatan ini juga berguna dalam mengendalikan radang dan meredakan gejala yang ditimbulkan oleh peradangan tersebut.

  • Operasi

Apabila terapi obat-obatan kurang ampuh dan tak menunjukkan efektivitasnya pada gejala yang dialami pasien, ada kemungkinan kondisi pasien membutuhkan prosedur operasi [7].

Bila obat tidak mempan, maka dokter akan merekomendaikan prosedur bedah untuk mengangkat bagian saluran pencernaan yang mengalami kerusakan.

Tips Meredakan Radang dan Nyeri

Selain menggunakan obat resep dokter, pasien juga perlu melakukan penanganan mandiri dengan langkah-langkah berikut.

  • Tidak mengonsumsi makanan berlemak tinggi, makanan dengan rasa asam, dan makanan pedas.
  • Tidak mengonsumsi minuman berkafein dan bersoda.
  • Tidak mengonsumsi susu dan segala produk olahannya.
  • Mengonsumsi obat pereda rasa nyeri jika diperlukan (tanpa resep dokter).
  • Mengistirahatkan sistem pencernaan dengan benar, yaitu dnegan menghindari makan tepat sebelum tidur. Beri jeda 2-3 jam dari waktu makan ke waktu tidur.
  • Minum air putih lebih banyak.
  • Menggunakan air hangat untuk merendam selangkangan dan bokong selama beberapa menit saja.
Tinjauan
Tergantung dari penyebabnya, penanganan proktitis umumnya meliputi pemberian antivirus, antibiotik, anti-inflamasi, pelunak tinja dan dilatasi, ablasi, dan suppositoria. Namun jika kondisi terlalu parah dan obat tidak efektif, dokter akan merekomendasikan prosedur operasi.

Komplikasi Proktitis

Kondisi proktitis yang tidak tertangani dengan benar akan meningkatkan risiko komplikasi pada penderitanya.

Di bawah ini adalah sejumlah kondisi komplikasi yang perlu diwaspadai :

  • Fistula

Fistula yang dapat terjadi sebagai bentuk komplikasi antara lain adalah fistula rektovagina dan fistula ani [1,3,6].

Fistula rektovagina adalah pembentukan saluran abnormal yang terjadi di antara vagina dan rektum sehingga wanita mengalami keluarnya feses dari vagina.

Sementara itu, fistula ani adalah kondisi terbentuknya saluran abnormal di antara usus dan kulit yang ada di sekeliling dubur pasien.

Ketika perdarahan terjadi pada tahap kronik dari rektum, maka pasien dapat mengalami kekurangan banyak darah dan menyebabkan anemia [11].

Perdarahan yang tidak segera diatasi dan terus berkelanjutan maka membuat tubuh pasien tidak memiliki sel darah merah yang memadai untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh jaringan tubuh.

Hal ini kemudian menyebabkan tubuh pasien mudah lelah, kulit memucat, menimbulkan sakit kepala, hingga sesak nafas.

  • Borok

Borok dapat pula terjadi di bagian dalam dinding rektum sebagai komplikasi [1,3,6].

Hal ini dapat terjadi karena peradangan kronik pada bagian rektum yang tak segera diobati.

  • Abses

Abses atau kondisi abses bernanah berpotensi besar terjadi pada area yang mengalami infeksi [12].

Abses yang tak segera mendapatkan penanganan sangat berbahaya dan mampu mengancam jiwa pasien.

Tinjauan
Fistula, borok pada bagian rektum, abses, hingga anemia karena perdarahan berkelanjutan dapat menjadi komplikasi yang dialami oleh penderita proktitis.

Pencegahan Proktitis

Untuk meminimalisir risiko proktitis, beberapa upaya berikut dapat dilakukan [3,6,13] :

  • Menggunakan kondom setiap berhubungan seksual.
  • Tidak bergonta-ganti pasangan saat berhubungan seksual.
  • Menghindari hubungan seksual secara anal.
  • Tidak berhubungan seksual dengan seseorang yang jelas-jelas memiliki luka pada area organ kelaminnya atau merupakan penderita penyakit menular seksual.
  • Tidak mengonsumsi alkohol serta tidak menggunakan narkotika.
  • Penanganan dini penyakit menular seksual.
  • Menghindari area rektum sebagai target terapi radiasi.
Tinjauan
Dalam meminimalisir risiko proktitis, berhubungan seksual yang aman, penanganan dini terhadap penyakit menular seksual, serta menghindari terapi radiasi tepat pada area rektum adalah cara terbaik. Tak hanya itu, menghindari konsumsi obat terlarang (narkoba) dan juga alkohol juga mampu mencegah proktitis.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment