13 Efek Samping Antibiotik yang Harus Diwaspadai

√ Scientific Base Pass quality & scientific checked by redaction team, read our quality control guidelance for more info

Antibiotik merupakan obat yang ampuh untuk mengatasi infeksi. Dokter anda akan meresepkan antibiotik saat anda mengalami penyakit infeksi. Antibiotik ampuh untuk melawan infeksi bakterial, namun tidak efektif untuk melawan infeksi virus. [2]

Seperti obat lainnya, antibiotik juga memiliki efek samping dan perlu digunakan hanya saat diperlukan. Mengonsumsi antibiotik yang tidak anda perlukan dapat sangat berbahaya. Berikut adalah beberapa efek samping antibiotik yang dapat muncul. [2]

1. Sakit Perut

Banyak antibiotik yang dapat menyebabkan sakit perut atau efek saluran pencernaan lainnya, dengan gejala antara lain [1] :

Beberapa jenis antibiotik makrolida, sefalosporin, penisilin, dan fluorokuinolon dapat menyebabkan sakit perut lebih sering daripada antibiotik jenis lain. [1]

Bicaralah dengan dokter atau apoteker anda apakah antibiotik yang anda konsumsi boleh dicampur dengan makanan atau tidak. Makan dapat membantu mengurangi efek samping perut pada beberapa jenis antibiotik, misalnya pada amoxicillin dan doxycycline (Doryx). [1]

Walaupun demikian, penggunakan makanan tidak bekerja pada semua jenis antibiotik. Beberapa antibiotik, misalnya tetracycline, harus dikonsumsi saat perut kosong. [1]

Bicaralah dengan dokter untuk memastikan apakah cara anda mengonsumsi antibiotik sudah benar atau belum, dan apakah ada cara lain yang dapat anda lakukan untuk mengurangi efek samping antibiotik tersebut. [1]

Diare ringan umumnya dapat berhenti dengan sendirinya setelah anda berhenti mengonsumsi obat tersebut. Namun, jika diare berlangsung dengan berat, maka dapat menyebabkan [1] :

  • Sakit perut dan kram
  • Demam
  • Mual
  • Feses berlendir atau berdarah

Gejala diatas dapat menunjukan adanya pertumbuhan bakteri jahat atau berlebihan di dalam usus. Segeralah hubungi dokter anda pada kondisi tersebut. [1]

2. Fotosensitivitas

Jika anda mengonsumsi antibiotik, misalnya tetracycline, tubuh anda dapat menjadi lebih sensitif terhadap cahaya. Efek ini dapat membuat cahaya terlihat lebih terang di mata anda. Selain itu, efek fotosensitivitas dapat menyebabkan kulit anda lebih cenderung untuk terbakar matahari (sunburn). [1]

Fotosensitivitas dapat hilang dengan sendirinya setelah anda selesai mengonsumsi antibiotik. [1]

Jika anda akan beraktivitas di bawah sinar matahari, pastikan anda menggunakan beberapa perlindungan untuk tetap terjaga dari sinar matahari. Pastikan anda menggunakan tabir surya dengan proteksi UVA dan UVB, dan oleskan tabir surya ulang secara berkala sesuai petunjuk pada label produk. Anda juga dapat menggunakan baju lengan panjang dan aksesoris lainnya, termasuk topi dan kacamata hitam. [1]

3. Demam

Demam merupakan efek samping umum dari banyak jenis obat, termasuk antibiotik. Demam dapat terjadi karena efek samping atau reaksi alergi terhadap obat tertentu. [1]

Demam akibat penggunaan obat dapat terjadi akibat beragam jenis antibiotik, namun lebih sering terjadi pada antibiotik [1] :

Jika anda demam saat menggunakan antibiotik, demam dapat pergi dengan sendirinya. Namun, jika demam tidak kunjung turun dalam waktu 24 hingga 48 jam, bicaralah dengan dokter atau apoteker untuk menggunakan obat pereda nyeri. Beberapa obat pereda nyeri dapat bekerja menurunkan demam, termasuk acetaminophen (Tylenol) atau Ibuprofen (Motrin). [1]

Jika anda mengalami demam 40 derajat Celcius atau lebih, yang disertai dengan ruam kulit dan/atau kesulitan bernapas, segeralah mencari pertolongan gawat darurat. [1]

4. Infeksi Jamur Vagina

Antibiotik dapat menurunkan jumlah bakteri baik dalam vagina, yaitu Lactobacillus sp. Bakteri baik ini dapat menjaga area vagina dari jamus Candida. Saat keseimbangan alamiah ini terganggu, pertumbuhan jamur Candida dapat terlalu banyak dan menyebabkan infeksi. Gejala infeksi jamur vagina adalah [1] :

  • Gatal pada vagina
  • Sensasi terbakar saat urinasi dan/atau berhubungan seksual
  • Bengkak disekitar vagina
  • Sakit saat berhubungan seksual
  • Kemerahan
  • Ruam

Leleran kental berwarna putih keabuan dapat keluar dari vagina. Terkadang, leleran ini dapat berwujud seperti keju. Kondisi leleran yang tidak normal tersebut juga dapat menjadi tanda infeksi jamur pada vagina. [1]

Pada infeksi jamur ringan, dokter dapat meresepkan krim, salep, supositoria, atau obat minum anti jamur. Beberapa obat jamur yang dapat dipilih dokter adalah [1] :

Untuk infeksi jamur berat atau terkomplikasi, dokter dapat meresepkan obat jamur dengan durasi yang lebih lama. Jika infeksi jamur berulang, pasangan anda juga mungkin mengalami infeksi jamur yang sama. Gunakan kondum saat berhubungan seksual jika anda atau pasangan anda mengalamin infeksi jamur pada alat kelamin. [1]

5. Perubahan Warna Gigi

Antibiotik, misalnya tetracycline dan doxycycline, dapat menyebabkan perubahan warna gigi secara permanen pada gigi anak yang baru bertumbuh. Efek samping ini sering terjadi pada anak yang berusia lebih kecil dari 8 tahun. [1]

Jika ibu hamil mengonsumsi antibiotik tersebut, perubahan warna gigi kuning dapat terjadi pada gigi primer anak. [1]

Jika dokter menggunakan antibiotik tersebut pada ibu hamil atau anak, bicaralah mengenai efek samping ini dan pertimbangan dokter mengenai antibiotik tersebut. Selain itu, mintalah opsi antibiotik lain yang tidak memiliki efek samping perubahan warna gigi. [1]

6. Reaksi Alergi atau Anafilaksis

Walaupun jarang terjadi, alergi antibiotik dapat menyebabkan reaksi alergi berat yang disebut dengan anafilaksis. Gejala anafilaksis dapat muncul dengan cepat setelah anda mengonsumsi obat. Gejala anfilaksis adalah [1,3] :

  • Peningkatan detak jantung, terutama saat seseorang beristirahat detak jantungnya lebih tinggi dari 60-100 kali per menit
  • Gatal dan ruam berwarna merah
  • Perasaan tidak nyaman dan bingung
  • Pusing
  • Pembengkakan area wajah, mulut, dan tenggorokan
  • Pembengkakan cepat pada area bibir atau kulit
  • Batuk dan kesulitan bernapas
  • Tekanan darah rendah
  • Perasaan ingin pingsan
  • Kejang

Reaksi anafilaksis dapat berakibat fatal tanpa tindakan gawat darurat dengan segera. Jika seseorang dicurigai mengalami anafilaksis, anda harus segera mengubungi ambulans atau ke ruang gawat darurat dengan segera. [3]

7. Sindrom Stevens-Johnson

Sindrom Stevens-Johnson merupakan kondisi langka namun serius. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan kulit dan membran mukosa. Membran mukosa adalah lapisan lembab yang berada pada bagian tubuh tertentu, misalnya hidung, mulut, tenggorokan, dan paru-paru. [1]

Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi dengan obat-obatan apapun, termasuk antibiotik. Kondisi ini lebih sering terjadi pada antibiotik tertentu, misalnya beta laktam dan sulfamethozaxole. [1]

Secara umum, gejala Sindrom Stevens-Johnson mirip dengan gejala pilek, misalnya demam dan nyeri tenggorokan. Gejala ini dapat disertai dengan bintik-bintik dan ruam pada kulit yang terasa sakit dan menyebar. Setelah itu, lapisan kulit bagian atas dapat mengelupas. Gejala lain yang dapat muncul adalah [1] :

  • Gatal-gatal
  • Sakit pada kulit
  • Demam
  • Batuk
  • Bengkak pada wajah dan lidah
  • Nyeri di dalam mulut dan tenggorokan

Anda tidak dapat mencegah kondisi sindrom Stevens-Johnson. Namun, anda dapat mengurangi risiko penyakit ini. Risiko sindrom Stevens-Johnson lebih tinggi pada penderita sistem imun yang lemah, memiliki riwayat sindrom Stevens-Johnson, atau memiliki riwayat keluarga yang mengalami penyakit serupa. [1]

Jika anda beresiko tinggi terhadap penyakit ini, bicaralah dengan dokter sebelum mengonsumsi antibiotik. Segera mencari pertolongan gawat darurat jika anda mengalami gejala sindrom Stevens-Johnson. [1]

8. Reaksi Darah

Beberapa antibiotik dapat menyebabkan perubahan pada darah, misalnya [1] :

  • Leukopenia, dimana terjadi penurunan jumlah sel darah putih dan dapat menyebabkan peningkatan infeksi.
  • Trombositopenia, dimana terjadi penurunan jumlah trombosit dan dapat menyebabkan pendarahan, lebam, dan memperlambat pembekuan darah.

Antibiotik beta laktam dan sulfamethoxazole dapat menyebabkan efek samping ini lebih sering dibandingkan dengan antibiotik lainnya. [1]

Anda tidak dapat mencegah reaksi ini. Penderita sistem imun rendah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami perubahan kondisi darah akibat antibiotik. Penderita gangguan imun perlu mendiskusikan dengan dokter sebelum mengonsumsi antibiotik. [1]

Segera bicara dengan dokter jika anda mengalami infeksi baru atau infeksi yang sebelumnya cenderung bertambah parah setelah mengonsumsi antibiotik. Segera mencari pertolongan gawat darurat saat [1] :

  • Mengalami pendarahan hebat yang tidak kunjung berhenti
  • Mengalami pendarahan dari rektum/anus
  • Batuk dengan dahak seperti biji kopi

9. Masalah Jantung

Pada kasus yang jarang terjadi, beberapa jenis antibiotik dapat menyebabkan masalah jantung, termasuk detak jantung ireguler dan penurunan tekanan darah (hipotensi). [1]

Jenis antibiotik yang sering berhubungan dengan efek samping ini adalah erythromycin dan beberapa jenis fluorokuinolon, misalnya ciprofloxacin. Obat antijamur, terbinafine, juga dapat menyebabkan masalah ini. [1]

Jika anda telah mengalami penyakit jantung tertentu, bicaralah dengan dokter sebelum anda mengonsumsi antibiotik jenis apapun. Informasi tersebut dapat sangat membantu dokter untuk memilih antibiotik yang tepat untuk kondisi anda. [1]

Bicaralah dengan dokter jika anda mengalami gejala penyakit jantung baru atau mengalami pemburukan kondisi jantung, termasuk detak jantung ireguler dan/atau kesulitan bernapas. Jika gejala berlangsung dengan parah, segeralah mencari pertolongan gawat darurat. [1]

10. Tendonitis

Tendonitis, atau tendinitis, merupakan sebuah inflamasi atau iritasi pada tendon. Tendon merupakan lempeng tebal yang menghubungkan otot dengan tulang, dan dapat ditemukan diseluruh tubuh anda. [1]

Antibiotik, misalnya ciprofloxacin, telah terlaporkan dapat menyebabkan tenonitis atau ruptur tendon. Kondisi ini terjadi saat tendon anda mengalami robekan atau rusak. [1]

Semua orang dapat berisiko terhadap penyakit tendon saat mengonsumsi antibiotik. Walaupun demikian, beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kerusakan tendon, diantaranya adalah [1] :

  • Penderita gagal ginjal
  • Memiliki transplantasi ginjal, jantung, atau paru-paru
  • Pernah mengalami masalah tendon sebelumnya
  • Mengonsumsi obat steroid
  • Berusia lebih dari 60 tahun

Bicaralah dengan dokter sebelum anda menggunakan antibiotik jenis baru jika anda memiliki risiko tendonitis yang tinggi. Informasi ini dapat membantu dokter untuk memilih antibiotik yang sesuai untuk anda. Jika anda mengalami nyeri tendon baru yang terus memburuk setelah anda mengonsumsi antibiotik, bicaralah dengan dokter anda. Jika nyeri tidak kunjung berhenti, segeralah pergi ke unit gawat darurat. [1]

11. Kejang

Walaupun jarang terjadi, antibiotik dapat menyebabkan kejang. Kejang lebih sering terjadi pada pengguna antibiotik tertentu, termasuk [1] :

Jika anda mengalami epilepsi atau memiliki riwayat kejang, bicaralah dengan dokter sebelum anda mengonsumsi antibiotik jenis apapun. Dokter akan memilihkan jenis antibiotik yang tidak memperburuk kondisi kejang anda. Bicaralah dengan dokter saat kondisi kejang memburuk setelah anda mengonsumsi antibiotik. [1]

12. Interaksi Antar Obat

Beberapa jenis antibiotik dapat bereaksi dan berinteraksi dengan obat/suplemen lain yang dikonsumsi. Gejala interaksi antar obat dapat bervariasi dari ringan hingga berat. Beberapa tanda peringatan awal setelah mengonsumsi obat adalah [3] :

  • Perasaan mual
  • Perasaan sangat lelah dan tidak berenergi

Menurut Food and Drug Administration (FDA), interaksi obat dapat meningkatkan atau menurunkan kerja antibiotik. [3]

Anda perlu menghindari asupan alkohol saat mengonsumsi antibiotik. Asupan alkohol dapat menurunkan efektivitas kerja antibiotik dan meningkatkan efek samping tertentu. Beberapa jenis antibiotik yang dapat berinteraksi dengan alkohol adalah [3] :

Untuk membantu menghindari interaksi antar obat, anda harus mengevaluasi obat baru dengan dokter atau apoteker sebelum mengonsumsinya. [3]

13. Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik dapat terjadi saat bakteri memiliki kemampuan untuk menangkal kemampuan antibiotik untuk membunuhnya. Hal ini menyebabkan antibiotik sudah tidak berefek pada bakteri tersebut dan pertumbuhan bakteri terus berlanjut. [3]

Beberapa infeksi yang disebabkan akibat resistensi antibiotik terhadap jenis bakteri tertentu tidak akan merespon antibiotik yang digunakan. Infeksi resistensi antibiotik dapat berlangsung dengan berat dan berpotensi mengancam nyawa. [3]

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 2.8 juta penduduk Amerika mengalami resistensi antibiotik atau jamur setiap tahunnya, menyebabkan hingga 35 ribu orang meninggal. [3]

Ada beberapa cara yang dapat anda lakukan untuk mengurangi risiko resistensi antibiotik, diantaranya adalah [3] :

  • Membantu mencegah penyebaran infeksi dengan mendapatkan vaksinasi, mencuci tangan dengan baik, dan tetap berada di rumah saat sakit.
  • Melakukan persiapan dan pengolahan makanan dengan baik dan higienis.
  • Mengunakan antibiotik sesuai dengan anjuran dokter dan hingga habis.
  • Berbicara dengan dokter atau apoteker mengenai cara lain untuk sembuh jika infeksi yang terjadi tidak memerlukan antibiotik.
  • Jangan pernah menggunakan antibiotik yang diresepkan dokter untuk orang lain.
  • Jangan menggunakan antibiotik sisa atau menyisakan antibiotik.
  • Mengembalikan antibiotik yang tidak digunakan ke apoteker atau membuangnya langsung ke tempat sampah.
fbWhatsappTwitterLinkedIn

Add Comment